SURYA.co.id | JAKARTA ‑ Kabareskrim Polri Komjen Pol Arief Sulistyanto membeberkan identitas dari pembawa bendera yang dibakar di Hari Santri Nasional.
Adapun pembakaran terjadi di Kecamatan Limbangan, Kabupaten Garut, Senin (22/10) kemarin.
Diketahui, tim Polda Jawa Barat sebelumnya telah berhasil mengamankan yang bersangkutan, kemarin siang sekira pukul 13.00 WIB.
Arief menyebutkan pembawa bendera itu bernama Uus Sukmana. Pria itu berasal dari Desa Cibatu, Kabupaten Garut.
Baca: Jubir HTI Ismail Yusanto Dilaporkan ke Polisi, Banyak Ditemukan Bendera Saat Hari Santri Nasional
Baca: Inilah Saran Mahfud MD kepada Masyarakat soal Insiden Pembakaran Bendera di Garut
"Yang bersangkutan bernama Uus Sukmana. Berasal dari Desa Cibatu, Garut," ujar Arief.
Pembawa bendera tersebut ditangkap di tempat kerjanya yang berada di Jalan Laswi, Bandung. Jenderal bintang tiga itu mengatakan Uus bekerja di toko bangunan.
"Ditangkap di Jalan Laswi, Bandung. Ditempat kerjanya. Dia bekerja di toko bangunan," katanya.
Hingga saat ini, yang bersangkutan tengah diinterogasi di Polda Jawa Barat.
Status dari pembawa bendera itu disebut Arief masih sebagai terperiksa.
Motif dari membawa bendera pun masih didalami pihak kepolisian.
Baca: Inilah Kronologi Versi GP Ansor soal Insiden Pembakaran Bendera di Garut
Baca: Video Pembakaran Bendera Diduga Diedit untuk Giring Opini Publik, Kini Polisi Kejar Penyebar Video
"Saat ini sedang dilakukan interogasi berkaitan dengan insiden yang terjadi pada saat hari santri nasional di Kabupaten Garut," kata mantan AS SDM Kapolri itu.
"Status sementara terperiksa. Motif masih didalami," ujar Arief.
Arief mengatakan akan menjelaskan secara detil penanganan US pada Jumat pagi.
"Besok (Jumat) pagi akan saya jelaskan secara detil hasil pemeriksaan malam ini," sambung dia.
Terpisah, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Barat Kombes Umar Fana mengatakan pembawa bendera HTI tersebut bukan santri yang diundang dalam acara di Limbangan, Garut, Jawa Barat.
Dia pun memberi sinyal pembawa bendera tersebut adalah penyusup.
"Amat sangat bisa dipastikan (bukan santri undangan). Kalau ada orang yang nggak diundang dalam suatu acara, terus dia datang dan bawa sesuatu yang sudah dilarang, nama yang cocok apa?" tutur Umar Fana.
Pembakar Bendera Minta Maaf
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan HAM, Wiranto mengaku sudah mendapat kabar bahwa tiga pelaku pembakar bendera di Garut, Jawa Barat sudah meminta maaf.
Wiranto menerangkan bahwa ketiganya melakukan pembakaran atas nama pribadi, bukan atas nama organisasi.
"Ketiganya sudah minta maaf kok, mereka bilang melakukannya secara pribadi, lalu organisasi menyerahkannya kepada pihak kepolisian, tinggal kita tunggu saja proses hukumnya," ujar Wiranto.
Wiranto kemudian mengajak semua pihak mempercayakan penyelesaian hukumnya kepada pihak kepolisian.
Menurutnya kepercayaan kepada pihak kepolisian harus dibangun agar tidak merugikan negara.
"Jangan kemudian setiap kelompok masyarakat buat dalil hukum sendiri‑sendiri dan memobilisasi orang untuk melakukan demonstrasi, itu kan merugikan negara," tegasnya.
Ia kemudian mengajak semua pihak menyelesaikan secara damai sesuai ajaran agama.
"Kalau dalam Islam kan ada upaya ukhuwah, tabayyun, yaitu mencari kebenaran sejati, kalau di Indonesia adalah hukum yang berlaku di negara ini," pungkasnya.
Belum Tersangka
Polda Jabar belum memastikan menetapkan status tersangka dua pembakar bendera di upacara peringatan Hari Santri Nasional (HSN) di Kecamatan Limbangan Kabupaten Garut karena membakar bendera berlafad tauhid.
Direktur Ditreskrimum Polda Jabar, Kombes Umar Surya Fana mengatakan, polisi masih melakukan penyelidikan tahap awal terhadap dua orang itu.
Aparat kepolisian juga belum menemukan mens rea atau niat berbuat pidana.
"Niat dua anggota Banser ini membakar bendera karena mereka tahunya bahwa bendera itu adalah bendera HTI. Dalam rapat persiapan upacara peringatan HSN, sudah disepakati bahwa bendera yang boleh dibawa hanya bendera merah putih namun faktanya, ada seorang pria yang membawa bendera tersebut," ujar Umar.
Lantas, apa itu mens rea dalam ilmu hukum pidana.
Dikutip dari berbagai literatur hukum pidana, secara umum, mens rea adalah niat perbuatan jahat dari seorang pelaku kejahatan.
Mens rea berasal dari asas dalam hukum pidana Inggris, actus reus yang artinya, actus non facit reum, nisi mens sit rea atau sesuatu perbuatan tidak dapat membuat orang menjadi bersalah kecuali bila dilakukan dengan niat jahat.
Sehingga, dari pengertian itu, dalam suatu tindak pidana, dapat disimpulkan bahwa yang perlu dibuktikan adalah adanya perbuatan lahiriah sebagai penjelmaan dari kehendak (actus reus) dan kondisi jiwa, itikad jahat yang melandasi perbuatan itu (mens rea).
"Si pembakar bendera masih saksi, karena pemeriksaan pada mereka, belum ditemukan mens rea atau niat jahat membakar bendera itu dilandasi kebencian pada yang tertulis di bendera. (untuk penistaan agama). Niat mereka membakar bendera itu karena mereka tahu bendera itu bendera HTI, ormas yang dilarang dan sudah dibubarkan pemerintah, tidak ada niat lain," ujar Umar.
Lantas, siapa yang bisa dijerat pidana dalam kasus itu? Umar menjelaskan ada kemungkinan polisi menerapkan Pasal 174 KUH Pidana tentang menganggu rapat umum yang tidak terlarang.
Untuk menerapkan pasal itu, polisi harus terlebih dulu mengamankan dan memeriksa si pembawa bendera.
Kehadiran si pembawa bendera mencurigakan karena pada rapat persiapan peringatan HSN, panitia sepakat peserta hanya membawa bendera merah putih an peserta hanya dari tiga kecamatan, Limbangan, Malangbong dan Leuwi Goong.
"Faktanya, hanya dia sendiri yang membawa bendera itu dan hanya dia juga yang berasal dari luar tiga kecamatan tersebut," ujar Umar.
Sedangkan, dengan membawa bendera tersebut ke tengah upacara yang pesertanya hanya dari tiga kecamatan dan hanya dibolehkan membawa bendera merah putih harus sudah diketahui akan membuat gaduh upacara peringatan HSN.
"Terhadap si pembawa bendera, kami akan terapkan Pasal 174 KUH Pidana tentang mengganggu rapat umum yang tidak terlarang dengan membuat gaduh. Karena unsur subyektif atau unsur mens rea (niat berbuat pidana) nya ada. Yakni, membawa bendera yang dilarang di upacara itu. Sedangkan pada dua anggota Banser juga sama atau turut serta di Pasal 55 KUH Pidana melakukan tindak pidana sebagaimana diatur di Pasal 174 KUH Pidana," ujar dia.
Pertimbangan lainnya kata Umar, pembawa bendera ke peringatan HSN ini juga dianggap sebagai penyusup karena si pembawa bendera berasal dari Kecamatan Cibatu, sedangkan yang diundang dalam upacara peringatan HSN berasal dari Limbangan, Malangbong dan Leuwigoong.
"Kami tertarik dengan adanya penyusup, yang tidak ada di dalam undangan untuk ikuti upacara peringa?tan HSN, kok tiba‑tiba ikut upacara, membekali diri dengan bendera HTI. Ini ada apa? Makanya ini adalah aksi reaksi sehingga dalam penyelidikan ini, banyak hal yang harus diselesaikan," ujar Umar.