Berita Viral

Bisakah Bupati Pati Sudewo Langsung Dicopot Usai Didemo Warga Tuntut Lengser? Ini Kata Ahli Hukum

Ratusan ribu warga Pati demo besar-besaran pada Rabu (13/8/2025) menuntut Bupati Pati, Sudewo, untuk mundur. Bisakah langsung dicopot?

Kolase Tribun Jateng dan instagram pemkab Pati
BUPATI PATI DIDEMO - (kiri) Suasana demo warga Pati yang menuntut Bupati Pati Sudewo mundur, Rabu (13/8/2025). 

SURYA.co.id - Kabupaten Pati, Jawa Tengah, kini tengah memanas.

Ratusan ribu warga disebut menggelar aksi unjuk rasa besar-besaran pada Rabu (13/8/2025) menuntut Bupati Pati, Sudewo, untuk mundur dari jabatannya.

Pemicu kemarahan warga bermula dari rencana kebijakan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) hingga 250 persen.

PBB-P2 merupakan pajak atas kepemilikan atau pemanfaatan bumi dan/atau bangunan oleh perorangan maupun badan, kecuali yang digunakan untuk perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.

Meskipun kebijakan kenaikan pajak tersebut sudah dibatalkan, kemarahan warga terlanjur memuncak.

Kini, tuntutan mereka tidak lagi soal tarif pajak, tetapi meminta Sudewo lengser dari kursi Bupati.

Baca juga: 4 Pihak yang Respons Keras Soal Bupati Pati Sudewo Didemo Warga hingga Kisruh, Prabowo Menyayangkan

Koordinator aksi, Ahmad Husein, menyebut massa sudah mulai memadati area depan Kantor Bupati Pati, terutama dari wilayah Pati bagian timur.

“Dari pagi warga sudah merapat. Diperkirakan nanti ada 100 ribu massa. Kemarin Bupati menantang demo 50 ribu orang, tapi hari ini masyarakat antusias hingga jumlahnya bisa dua kali lipat,” kata Husein dalam siaran langsung YouTube Tribunnews.com dari Pati.

Aksi ini diprediksi menjadi salah satu unjuk rasa terbesar di Pati dalam beberapa tahun terakhir, mengingat skala massa yang terlibat dan tuntutan politik yang disuarakan.

Bisakah langsung dicopot?

Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Feri Amsari, menilai kasus ini tak hanya soal protes pajak. Menurutnya, kebijakan Bupati Sudewo sudah menyentuh ranah pelanggaran sumpah jabatan.

Dalam undang-undang, kepala daerah bisa diberhentikan karena beberapa alasan, salah satunya jika melanggar sumpah dan janji jabatan atau gagal melaksanakan tugas dengan baik.

“Ketika kepala daerah menaikkan pajak tanpa mempertimbangkan kondisi sosial, apalagi tidak mengakomodasi aspirasi publik, itu bisa dikategorikan melanggar sumpah jabatan,” jelas Feri dalam program Sapa Indonesia Pagi Kompas TV, Rabu (13/8/2025).

Feri menambahkan, seorang kepala daerah memiliki kewajiban menjaga ketertiban masyarakat.

Namun dalam kasus ini, kebijakan Sudewo justru memicu keresahan dan memanaskan situasi.

Berdasarkan Pasal 77-79 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang berwenang menilai dan memberhentikan kepala daerah adalah DPRD dan Menteri Dalam Negeri.

Feri menjelaskan, proses di DPRD biasanya memakan waktu karena harus melalui sidang paripurna dan pembahasan panjang mengenai alasan pemberhentian.

Namun Mendagri memiliki ruang untuk bertindak lebih cepat, terutama jika terdapat bukti kuat atau desakan publik yang konsisten.

“Keputusan ini tetap sangat politis. Tapi jika tekanan publik terus berlanjut, peluang pencopotan kepala daerah akan semakin besar,” ujar Feri.

Baca juga: Benarkah Ada Korban Tewas di Demo Pati Tuntut Bupati Sudewo Mundur? Polda Jateng Beber Data Lengkap

"Di konstruksi Pasal 77, 78. 79 UU Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, yang bisa melakukan itu (memutuskan kepala atau wakil kepala daerah melanggar sumpah) tentu saja DPRD dan Menteri Dalam Negeri."

"Dan dalam berbagai konteks bahkan Menteri Dalam Negeri bisa memberhentikan langsung. Misalnya dia terbukti melakukan korupsi dan lain-lain. Nah konstruksinya jadi sangat luas. Tapi sekali lagi itu akan sangat ditentukan oleh politik, kekuatan publik pasti diperhitungkan, kemudian apalagi keberlanjutan aksi, ketidaknyamanan publik."

"Maka Menteri Dalam Negeri atau DPRD, demi keberlanjutan pemerintahan daerah ya memang akan melakukan upaya-upaya pemberhentian. Hanya kalau di DPRD itu akan cukup panjang, karena harus paripurna dulu dan memastikan apa alasan-alasan sang bupati harus diberhentikan," pungkasnya.

Demonstrasi Besar di Pati Ricuh

Ribuan warga Kabupaten Pati, Jawa Tengah, memadati kawasan Alun-Alun dan Kantor Bupati dalam aksi unjuk rasa besar-besaran pada Rabu, 13 Agustus 2025.

Mereka menuntut Bupati Pati, Sudewo, mundur dari jabatannya. Aksi ini merupakan puncak dari gelombang protes yang telah berlangsung sejak kebijakan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebesar 250 persen diumumkan.

Suasana demonstrasi sempat memanas. Massa melemparkan botol air minum ke arah gerbang kantor bupati.

Beberapa peserta mencoba menerobos masuk dengan menggoyangkan pagar yang dijaga ketat oleh anggota Brimob. Meski sempat terjadi ketegangan, aparat berhasil menghalau massa yang mengenakan kaos hitam.

“Pak, ati-ati pak!” teriak salah satu peserta saat dorongan massa semakin kuat. Namun barisan Brimob tetap bertahan, menjaga agar situasi tidak semakin memburuk.

Massa terus berdatangan dari berbagai penjuru Pati, seperti Batangan, Puncakwangi, dan Kayen. Diperkirakan jumlah peserta aksi mencapai lebih dari 100 ribu orang, dua kali lipat dari tantangan 50 ribu massa yang sempat dilontarkan oleh Bupati Sudewo sebelumnya.

“Persiapan hari ini diperkirakan 100 ribu lebih. Melebihi tantangan, kami dapat tantangan 50 ribu,” ujar Ahmad Husein, inisiator aksi, kepada Tribun Jateng.

Baca juga: Selain Kabupaten Pati, Jombang Juga Naikkan PBB 300 Persen, Warga Protes Pakai Cara Tak Lazim

Massa membawa berbagai atribut demonstrasi, termasuk keranda jenazah bertuliskan “Keranda Penipu”, truk orasi, dan spanduk tuntutan. Mereka bertekad akan terus melakukan aksi hingga tuntutan mereka dipenuhi.

Kontroversi Sudewo yang Memicu Gelombang Aksi

Sudewo resmi menjabat sebagai Bupati Pati pada 20 Februari 2025. Ia merupakan putra daerah kelahiran Pati, 11 Oktober 1968, dan diusung oleh Partai Gerindra.

Sebelum menjadi bupati, Sudewo menjabat sebagai anggota DPR RI selama dua periode dan dikenal aktif di berbagai organisasi.

Namun, dalam waktu singkat, kepemimpinannya menuai kontroversi. Kebijakan kenaikan PBB sebesar 250 persen menjadi pemicu utama kemarahan warga. Meski akhirnya dibatalkan, dampaknya sudah terlanjur memicu gelombang protes.

Tak hanya soal pajak, Sudewo juga sempat melarang penggunaan sound horeg, memotong tenaga honorer RSUD Soewondo, dan mewacanakan sistem sekolah lima hari. Beberapa kebijakan itu juga sempat dicabut setelah mendapat penolakan publik.

Pernyataan Sudewo yang menyatakan tidak gentar menghadapi demonstrasi justru memperkeruh suasana.

“Siapa yang mau menolak, saya tunggu. Bukan hanya 5.000, 50.000 orang pun saya hadapi. Saya tidak akan gentar, saya tidak akan mengubah keputusan,” ucapnya pada 6 Agustus 2025.

Ucapan itu dianggap menantang masyarakat dan memperkuat tekad warga untuk turun ke jalan. Aksi unjuk rasa pun dirancang lebih besar dari yang pernah dibayangkan.

Ahmad Husein, sebagai koordinator aksi, menegaskan bahwa tuntutan utama massa adalah agar Bupati Sudewo lengser dari jabatannya.

“Kalau tidak lengser hari ini, kami tetap bertahan di sini,” tegasnya.

>>>Update berita terkini di Googlenews Surya.co.id

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved