Deep Learning Bebani Guru Tanpa Berdampak ke Siswa, Pendidik Bangkalan : Belajarlah Dari Finlandia!

Sistem Manajemen Pembelajaran, dan beban administratif berlebihan yang tidak berdampak pada pembelajaran di kelas

Penulis: Ahmad Faisol | Editor: Deddy Humana
istimewa
TUGAS UTAMA MENGAJAR - Kepala UPTD SDN Jambu 2 Kecamatan Burneh Bangkalan, Suraji, MPd menegaskan, beban pekerjaan administratif para guru semakin menumpuk usai pemerintah menelurkan Program Pembelajaran Mendalam. Narasumber dalam pelatihannya pun sekadar ‘pengisi waktu’ dengan gelar seadanya. 

Ia kemudian mengambil perbandingan sistem pendidikan di Finlandia yang menjadi panutan dunia, yang sangat menekankan pada penelitian, refleksi, dan praktik nyata. 

Finlandia disebutnya mengizinkan hanya 10 persen dari lulusan terbaik untuk masuk jurusan pendidikan guru. Semua guru diwajibkan menempuh pendidikan magister (S2) sebagai syarat untuk mengajar, termasuk di tingkat sekolah dasar.   

Selain itu, lanjut Suraji, pelatihan guru di Finlandia diselenggarakan berdasarkan kebutuhan guru itu sendiri. 

Dengan format kolaboratif yang tidak dipaksakan, tanpa beban administratif, tidak ada tugas LMS, unggahan file, atau laporan naratif yang menguras energi tanpa memberikan hasil pembelajaran yang sepadan. Karena sosok guru diperlakukan sebagai profesional yang memiliki kepercayaan.

“Sistem pendidikan di negara unggul seperti Singapura, Jepang, dan Korea Selatan telah lama meninggalkan pendekatan pelatihan massal yang seragam. "

"Mereka lebih memilih model pelatihan berbasis kebutuhan lokal, refleksi sejawat, mentoring profesional, dan waktu yang cukup untuk belajar. Tidak ada beban tugas administratif yang hanya mengukur kehadiran atau kepatuhan,” tuturnya. 

Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, disebut Suraji, sejatinya tidak kekurangan kebijakan yang baik.

Namun kebijakan yang tidak dilaksanakan dengan semangat dan substansi yang sama di tingkat teknis, akan gagal mencapai tujuannya. 

Karena itu, Suraji menekankan perlunya reformasi secara menyeluruh dalam pelaksanaan pelatihan guru.

Mulai dari evaluasi total terhadap pola pelaksanaan pelatihan oleh BBGTK dan pelaksana teknis lainnya, menghentikan model pelatihan yang proyek-sentris dan administratif.

Selanjutnya, pelatihan difokuskan pada kebutuhan riil guru di kelas dan bukan sekadar pengumpulan tugas LMS, menggunakan narasumber berkualitas.

Juga bukan sekadar ‘pengisi waktu’ dengan gelar seadanya, serta membuka ruang bagi pelatihan kolaboratif di tingkat sekolah, KKG, dan MGMP yang terbukti lebih murah dan efektif.

“Transformasi pendidikan yang sesungguhnya dimulai dari kepercayaan kepada guru. Jangan lagi membebankan mereka dengan pelatihan melelahkan, membingungkan, dan tidak berdampak. Dengan anggaran pelatihan yang besar, seharusnya kualitas dan manfaatnya pun sebanding,” pungkas Suraji. ****

Sumber: Surya
Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved