Liputan Khusus Truk ODOL Surabaya
Organda Sebut Belum Ada Aturan Batas Tarif Logistik Diduga Jadi Sebab Praktik Truk ODOL
Ketua DPC Organda Khusus Tanjung Perak, Kody Lamahayu Fredy, menyebut praktik truk ODOL tak lepas dari kondisi pengusaha yang pas-pasan.
Penulis: Tony Hermawan | Editor: irwan sy
SURYA.co.id | SURABAYA - Ketua DPC Organda Khusus Tanjung Perak, Kody Lamahayu Fredy, menyebut praktik truk ODOL tak lepas dari kondisi pengusaha yang pas-pasan.
Banyak dari mereka tak sanggup membeli truk baru, sehingga memilih truk bekas lalu dimodifikasi agar muatannya lebih banyak.
Persaingan di dunia logistik juga sangat keras, di mana demi bisa bersaing, banyak pengusaha terpaksa membuka tarif serendah mungkin.
Baca juga: Ngopi Bareng Jadi Cara Polda Jatim Lakukan Sosialisasi Truk ODOL ke Sopir dan Pengusaha Truk
Perang tarif ini yang paling menekan.
Kalau tidak ikut murah, tidak dapat order.
Kondisi ini terjadi karena belum ada aturan resmi yang mengatur batas tarif termurah.
Akibatnya, semua berlomba menurunkan harga, tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjang.
Kody berharap ada penetapan tarif dasar yang jelas dari pemerintah.
Dengan begitu, pengusaha tak perlu memaksakan kelebihan muatan demi balik modal.
“Kalau ada tarif dasar, kami tidak perlu ambil muatan banyak-banyak. Dapat muatan standar saja sudah cukup untuk menutup biaya," ujar Kody.
Sementara, Ketua DPC Aprindo Surabaya, I Wayan Sumadita, menyambut baik semangat menuju zero ODOL.
Baginya menguntungkan pengusaha.
Zero truk ODOL bisa membuat kondisi mesin truk bisa lebih awet, roda tidak cepat aus, dan gardan tidak gampang rusak.
Namun, ia menekankan persoalan truk ODOL tak bisa dilihat dari satu sisi saja.
Menurutnya, praktik kelebihan muatan seringkali muncul karena persaingan tarif antar pengusaha logistik yang tak sehat.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.