Layang-Layang Pegon Ceper Menghiasi Langit Jombang, Julianto Nikmati Rezeki Dari Hobi Masa Kecil
Di tengah sengatan panas dan hembusan angin kemarau, suara gemerisik plastik dan denting bambu menjadi musik khas dari rumah itu.
Penulis: Anggit Puji Widodo | Editor: Deddy Humana
SURYA.CO.ID, JOMBANG - Serunya musim layang pada masa kemarau sekarang, menjadi kesempatan bagi Julianto untuk mengejar rezeki hingga setinggi langit. Menekuni hobi masa kecilnya, warga Jombang itu membuat puluhan layang-layang yang kemudian menjadi sumber penghidupannya.
Ditemui di rumahnya di Dusun Banjarsari, Desa Bareng, Kecamatan Bareng, Julianto tengah sibuk menyelesaikan salah satu layang-layang pesanan.
Di tengah sengatan panas dan hembusan angin musim kemarau, suara gemerisik plastik dan denting bambu menjadi musik khas dari rumah itu.
Itulah nada-nada yang lahir dari aktivitas tangan-tangan terampil perajin layang-layang tradisional, suatu keahlian yang semakin jarang ditemui di era serba digital ini.
Bersama sang istri, Julianto setiap hari menekuni kerajinan yang telah menjadi bagian dari hidupnya sejak tujuh tahun terakhir, yakni membuat layang-layang pegon ceper.
Bagi orang lain, mungkin ini sekadar mainan. Tetapi bagi Julianto, layang-layang adalah perpanjangan dari kesenangan masa kecil yang kini menjelma menjadi sumber penghidupan. “Awalnya cuma hobi,” ucapnya, Kamis (24/7/2025).
Dari hobi, siapa sangka kini layang-layang menjadi bom waktu yang menguntungkan bagi Julianto. Pundi-pundi rupiah mengalir ke dompetnya dari menjual layang-layang ceper tersebut.
“Ternyata dari hobi itu saya bisa menghasilkan. Dari situ saya terus mengembangkan model dan motif, salah satunya ya pegon ceper ini.” katanya.
Pegon ceper, sejenis layangan datar dengan bentuk simpel, dikenal karena kemudahan proses pembuatannya dan ketahanannya saat diterbangkan di langit terbuka.
Tidak seperti layangan sawang yang memerlukan kerangka rumit dan bahan yang lebih berat, pegon ceper lebih ramah bagi pemula maupun anak-anak.
“Kerangkanya sederhana. Cuma butuh beberapa batang bambu dan plastik. Tetapi justru di situ seninya, bagaimana bikin sesuatu yang tampak mudah, tetapi tetap stabil dan indah saat terbang,” ungkapnya.
Dalam sehari, ia mampu merakit lima buah layang-layang ukuran standar, sekitar 90 cm panjang dan 140 cm lebar. Semua dikerjakan secara manual. Namun, bukan berarti tanpa tantangan.
Salah satu kendala terbesar adalah keterbatasan bahan baku. Julianto mengandalkan bambu petung, jenis bambu berkarakter lentur, lurus, dan tahan patah.
“Bambu petung bagus buat kerangka semakin sulit dicari di sekitar sini. Saya kadang beli dari luar desa, bahkan luar kecamatan,” ungkapnya.
Satu batang bambu petung bisa menghasilkan hingga 40 layangan. Dengan harga grosir mulai dari Rp 40.000 dan harga eceran mencapai Rp 150.000, tergantung ukuran dan tingkat kesulitan.
layang-layang
perajin layang-layang Jombang
layangan Pegon Ceper
rezeki saat musim layangan
perajin banjir pesanan layang-layang
mengais untung dari layang-layang
Jombang
Selain Kabupaten Pati, Jombang Juga Naikkan PBB 300 Persen, Warga Protes Pakai Cara Tak Lazim |
![]() |
---|
Pajak Bumi Bangunan Jombang Naik Fantastis: Dari Rp 300 Ribu Jadi Rp 1,3 Juta, Ada yang Rp 10 Juta |
![]() |
---|
Mirip Kasus di Pati, Kenaikan PBB-P2 Sampai 300 Persen Diprotes, Warga Jombang Bayar Pakai Recehan |
![]() |
---|
Selama 50 Tahun Pasutri Jombang Menyepi di Tengah Hutan, Hidup dan Mencari Makan Dari Alam |
![]() |
---|
Beri Keadilan Rakyat Kecil, Bupati Jombang Bebaskan BPHTB Untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.