Warga Dusun Graman Lamongan Tetap Pertahankan Tradisi Ngalap Berkah dan Perang Sempyohnya

Warga Dusun Graman, Desa Sambangrejo, Kecamatan Modo, Lamongan, Jawa Timur, tetap mempertahan budaya nyadran atau sedekah bumi.

Penulis: Hanif Manshuri | Editor: irwan sy
hanif manshuri/surya.co.id
TRADISI NYADRAN - Warga Dusun Graman, Desa Sambangrejo, Kecamatan Modo, Lamongan, Jawa Tmur, yang tetap mempertahan budaya nyadran atau sedekah bumi dengan rangkaian sejumlah acara ritual, Selasa (22/7/2025). 

SURYA.co.id | LAMONGAN - Warga Dusun Graman, Desa Sambangrejo, Kecamatan Modo, Lamongan, Jawa Timur, tetap mempertahan budaya nyadran atau sedekah bumi.

Sedekah bumi yang digelar warga desa di Lamongan ini membawa pesan sama, yaktu bentuk syukur atas rezeki yang didapatkan selama setahun, termasuk hasil bumi. 

Seperti sedekah bumi umumnya, rangkaian acara kearifan lokal ini diwarnai dengan gunungan yang dihias dengan  berbagai hasil bumi sebagai wujud rasa syukur kepada Nya atas hasil panen yang melimpah.

Gunungan itu pun diperebutkan  sampai ludes hanya dalam 1 menit.

Mereka yang berhasil mendapatkan buah dari gunungan dipercaya akan membawa berkah bagi orang itu sendiri dan keluarga.

Dalam tradisi ini juga digelar teatrikal Perang Sempyoh yang sudah ada sejak ratusan tahun.

Ditandai dengan pukulan gong dimulainya pawai budaya tradisi sedekah bumi, Selasa (22/7/2025).

Beberapa gunungan dipanggul dan diarak berkeliling desa menuju Sendang Graman, tempat acara.

Seluruh peserta iring-iringan, ada sesepuh desa, kepala desa serta perangkat desa turut menggunakan pakaian bak zaman Kerajaan Airlangga. 

Perang Sempyoh merupakan perang antara warga Graman sebagai pembela Kerajaan Jenggala melawan pasukan Kerajaan Panjalu untuk mempertahankan wilayah Graman. 

Dalam catatan sejarah, Jenggala dan Panjalu merupakan pecahan dari Kerajaan Kahuripan sepeninggal Raja Airlangga.

Adegan Perang Sempyoh yang dibawakan para penari dengan kostum tradisional itu menjadi pusat perhatian warga desa.

Usai teatrikal, sesepuh desa berdoa kepada Yang Maha Kuasa dengan cara duduk di atas Sendang Graman.

Dan saat ritual doa berlangsung, ratusan warga yang menunggu sejak pagi biasanya segera maju berebut ambeng dan gunungan.

Perebutan terjadi antara emak-emak, anak-anak, remaja, tua dan muda, untuk mendapatkan sayur dan buah.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved