Anggota Komisi A DPRD Jatim Sumardi Tegaskan Stop Normalisasi Kekerasan terhadap Anak dan Perempuan

Anggota Komisi A DPRD Jatim, Sumardi, memberi perhatian khusus atas fakta masih tingginya angka kasus kekerasan anak dan perempuan di Jawa Timur.

Penulis: Yusron Naufal Putra | Editor: irwan sy
YouTube Harian Surya
STOP KEKERASAN ANAK - Anggota Komisi A DPRD Jatim, Sumardi, saat hadir dalam podcast DPRD Jatim Gebrakan Wakil Rakyat di Studio TribunJatim Network belum lama ini. Politisi Partai Golkar ini menegaskan jangan sampai menormalisasi tindakan kekerasan terhadap anak dan perempuan. 

SURYA.co.id, SURABAYA - Anggota Komisi A DPRD Jatim, Sumardi, memberi perhatian khusus atas fakta masih tingginya angka kasus kekerasan anak dan perempuan di Jawa Timur.

"Tentu, ini harus menjadi perhatian kita semua," kata Sumardi dalam sajian Podcast DPRD Jatim Gebrakan Wakil Rakyat di Studio TribunJatim Network, dikutip Senin (21/7/2025).

Berdasarkan data, jumlah kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan di Jawa Timur dari tahun ke tahun bervariasi.

Pada tahun 2022, terdapat 2.496 kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan yang dilaporkan.

Tahun 2023, terdapat 777 kasus terhadap perempuan dan 1.232 kasus terhadap anak.

Pada tahun 2024, angka kekerasan terhadap perempuan di Jawa Timur yang terlapor mencapai 1.762 korban.

Menurut Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, kekerasan seksual menjadi yang paling banyak terjadi.

Secara umum, Jawa Timur menempati posisi kedua dalam jumlah kasus kekerasan di Indonesia.

Sumardi cukup konsen terhadap persoalan ini.

Terlebih ia mengaku kerap kali mendapati laporan kasus kekerasan yang terjadi di lapangan, termasuk juga melakukan pendampingan dalam setiap kasus yang terjadi di daerah pemilihan atau Dapil Sumardi yakni Mojokerto-Jombang.

"Makanya kita beri atensi lebih pada persoalan ini," ucap Sumardi.

Dalam kacamata Sumardi, ada banyak faktor mengapa kekerasan terhadap perempuan dan anak bisa terjadi.

Misalnya jika terjadi dalam lingkup keluarga, maka faktor yang berpengaruh besar adalah kemiskinan.

Faktor ekonomi hingga pengangguran bisa menjadi pemicu munculnya tindakan kekerasan terhadap anak dan perempuan.

"Intinya, faktornya sangat kompleks," ujar politisi Partai Golkar ini.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved