Polemik Fatwa Haram Sound Horeg, Begini Tanggapan Muhammadiyah Trenggalek

Pihak Muhammadiyah Trenggalek, Jatim, memberi tanggapan pasca munculnya fatwa haram sound horeg dari Komisi Fatwa MUI Jatim

Penulis: Sofyan Arif Candra Sakti | Editor: Cak Sur
SURYA.CO.ID/Sofyan Arif Candra Sakti
FATWA HARAM SOUNG HOREG - Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Trenggalek, Jawa Timur, Wicaksono mendukung fatwa haram sound horeg, Selasa (15/7/2025). Namun demikian, harus dicari win-win solution untuk pelaku usaha sound system. 

SURYA.CO.ID, TRENGGALEK - Polemik penggunaan sound horeg kembali mencuat pasca munculnya fatwa haram dari Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur (Jatim) . 

Ketua Pimpinan Daerah (PD) Muhammadiyah Trenggalek, Wicaksono, menilai bahwa fatwa tersebut penting untuk dijadikan pedoman moral bersama, walaupun tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

"Setahu saya, fatwa MUI itu sebatas imbauan moral, tidak punya bobot hukum positif. Karena namanya imbauan, maka hanya yang cocok akan mengikuti, yang tidak cocok biasanya tidak (mengikuti)," kata Wicaksono, Selasa (15/7/2025).

Namun demikian, jika masyarakat memiliki kesadaran hukum dan pertimbangan moral yang baik, maka fatwa keagamaan justru bisa lebih efektif ketimbang aturan hukum tertulis.

Yang menjadi masalah, menurut Wicaksono kesadaran hukum dan moral sebagian masyarakat masih rendah.

"Atas nama pribadi dan institusi, Muhammadiyah mendukung fatwa tersebut, karena banyak sisi positifnya. Kalau ditepati, tentu ada keuntungannya bagi masyarakat," tegasnya.

Menurut Wicaksono, penggunaan sound horeg yang berlebihan tidak hanya mengganggu kenyamanan masyarakat, tetapi juga berpotensi mengabaikan nilai-nilai ibadah. 

Ia menekankan perlunya keseimbangan antara kegiatan hiburan dan kewajiban keagamaan.

"Hiburan tetap bisa jalan, tapi jadwal salat jangan sampai dikorbankan. Jadi sound-nya dibatasi, jangan los-losan," tambah Wicaksono.

Ia juga menyinggung penggunaan sound dalam kegiatan Peringatan Hari Besar Nasional (PHBN) di bulan Agustus, yang kerap berlebihan bahkan tak jarang mengganggu kekhusyukan ibadah.

Bahkan, Muhammadiyah Trenggalek sebelumnya telah menyampaikan keprihatinan kepada Badan Kesbangpol terkait hal tersebut.

"Sudah bukan rahasia, kadang-kadang gara-gara kegiatan itu, salat jadi dikalahkan. Ini pernah kami angkat saat diskusi dengan Pak Widodo (Kepala Bakesbangpol) sebelum purna," tambahnya.

Namun demikian, Wicaksono tak ingin mengabaikan pelaku usaha penyewaan sound system. Menurutnya polemik ini harus dicarikan solusi bersama dan saling menghormati kepentingan masing-masing.

"Ini masalah sosial, jadi butuh win-win solution. Semua harus saling memperhatikan," pungkasnya.

Sumber: Surya
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved