Perang Iran Israel

Usai Reda Perang Rudal dengan Iran, Israel Kini Panik 'Digoyang' Serangan Siber, Data Ini Bocor

Setelah mereda perang rudal dengan Iran, Israel kini malah panik gara-gara 'digoyang' serang siber. Data interlijen prajuritnya bocor.

kolase Tribunnews dan AFP
SERANGAN SIBER - (kiri) Seorang tentara Israel mengarahkan howitzer self-propelled di dekat kota Ashkelon di selatan pada 8 Oktober 2023. 

SURYA.co.id - Setelah mereda perang dengan Iran, Israel kini malah panik gara-gara diguncang serangan siber.

Serangan siber tersebut membuat sejumlah data interlijen prajuritnya bocor.

Israel yakin peretas masih terafiliasi dengan Iran.

Diketahui, Salah satu serangan siber paling serius dalam beberapa tahun terakhir mengguncang Israel setelah ribuan data personel dari unit intelijen elite bocor ke publik.

Kebocoran ini mengungkap identitas sensitif para mantan anggota militer dan teknisi yang pernah tergabung dalam Unit 8200 dan Unit 81, dua unit paling rahasia dalam struktur pertahanan Israel.

Mengutip laporan dari Al Mayadeen, data yang tersebar luas mencakup nama lengkap, nomor telepon, alamat email, hingga alamat rumah dari mantan perwira intelijen, operator drone, pakar siber, hingga teknisi militer.

Bahkan sejumlah individu yang memiliki keterkaitan langsung dengan Kantor Perdana Menteri Israel dan Kementerian Keamanan juga turut terdampak.

Menurut investigasi media Israel Haaretz, peretasan besar-besaran ini bermula dari platform rekrutmen JobInfo, yang biasa digunakan oleh veteran militer untuk mencari pekerjaan di sektor sipil.

Para hacker memanfaatkan resume berbahasa Ibrani dan Inggris yang berisi detail pengalaman militer dan teknologi sensitif.

“Ini sungguh menakutkan,” ujar salah seorang korban kebocoran data, seperti dikutip Haaretz.

Para analis menyebut kebocoran ini berpotensi menimbulkan ancaman fisik dan digital, karena informasi yang tersebar bisa digunakan untuk penargetan langsung terhadap individu.

Tak hanya merusak reputasi lembaga pertahanan, bocoran ini juga membuka tabir transisi personel militer Israel ke sektor industri, termasuk perusahaan besar seperti Elbit Systems, Rafael, NSO Group, hingga sejumlah perusahaan asing di bidang AI dan pengawasan digital.

Resume yang bocor menunjukkan keterlibatan para individu dalam pengembangan senjata presisi, proyek R&D berisiko tinggi, serta eksploitasi kerentanan sistem siber.

Kelompok peretas Handala Hack, yang diyakini memiliki keterkaitan dengan Iran, mengklaim bertanggung jawab atas aksi ini.

Sejak konflik Gaza memanas, kelompok ini dilaporkan telah melakukan lebih dari 20 operasi peretasan terhadap sistem Israel.

Tujuan utama mereka, menurut para pengamat, adalah untuk mempermalukan dan mengekspos individu yang terlibat dalam agresi terhadap Palestina.

Bahkan, insiden ini telah memicu seruan internasional untuk menangkap veteran militer Israel yang bepergian ke luar negeri.

Seorang mantan perwira dilaporkan menjadi target langsung selama kunjungan dinasnya ke Eropa.

Kebocoran ini menambah daftar panjang serangan siber terhadap infrastruktur penting Israel. Sebelumnya, Weizmann Institute of Science juga menjadi korban peretasan.

Lembaga keamanan seperti Check Point mencatat lonjakan serangan spear-phishing yang menargetkan elit politik dan militer Israel.

Sebagai respons, pemerintah Israel menerbitkan regulasi darurat terkait keamanan siber, yang mewajibkan platform rekrutmen dan penyimpanan data untuk mengikuti protokol keamanan baru.

Namun, kritik tajam muncul terkait keterlambatan pemerintah dalam memperkuat pertahanan digital.

“Perlindungan data di Israel sangat tertinggal dibandingkan kecepatan ancaman siber yang berkembang,” ujar seorang analis keamanan.

Kena Serangan Rudal Houthi

Sebelumnya, Houthi meluncurkan rudal balistik untuk menggempur Israel.

Serangan tersebut diklaim sebagai serangan balas dendam atas perang Gaza.

Diketahui, Kelompok Houthi di Yaman kembali melancarkan serangan ke Israel dengan menembakkan rudal balistik pada Sabtu (28/6/2025).

Aksi ini diklaim sebagai respons atas serangan Israel terhadap warga sipil Palestina selama konflik di Jalur Gaza.

Juru bicara militer Houthi, Yahya Saree, mengatakan pihaknya telah menyerang "target musuh Israel yang sensitif" di wilayah pendudukan Beersheba menggunakan rudal balistik jenis Dhu al-Fiqar.

“Serangan ini merupakan tanggapan atas kejahatan musuh kriminal terhadap warga sipil di Jalur Gaza,” ujar Saree dalam pernyataan resmi, dikutip dari AFP via Kompas.com.

Di pihak Israel, sirene peringatan sempat berbunyi di beberapa wilayah sebagai tanda ancaman serangan.

Militer Israel kemudian mengonfirmasi bahwa rudal yang diluncurkan tersebut kemungkinan besar telah berhasil dicegat sebelum mencapai sasaran.

Serangan ini menjadi yang pertama diluncurkan oleh Houthi sejak gencatan senjata antara Israel dan Iran pada 24 Juni 2025, menyusul konflik bersenjata yang berlangsung selama 12 hari.

Kelompok Houthi yang didukung Iran telah berulang kali melancarkan serangan rudal dan drone ke wilayah Israel sejak Hamas, sekutu mereka melancarkan serangan pada Oktober 2023.

Aksi tersebut memicu pecahnya perang di Gaza. Selama gencatan senjata dua bulan yang berlangsung hingga Maret 2025, Houthi menghentikan serangan mereka.

Namun, serangan kembali dilanjutkan begitu Israel kembali melancarkan operasi militernya.

Sebagai balasan, Israel telah meluncurkan sejumlah serangan udara ke wilayah Yaman, menargetkan pelabuhan dan bandara yang berada di bawah kendali Houthi, termasuk di ibu kota Sanaa.

“Operasi dukungan kami akan terus berlanjut hingga agresi terhadap Gaza dihentikan dan pengepungan dicabut,” tegas Saree.

>>>Update berita terkini di Googlenews Surya.co.id

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved