Kaum Gay Mulai Berani Eksis, Akademisi Jombang Ajak Bentengi Moral Dengan Pendidikan dan Pesantren
Namun di tengah hiruk-pikuk opini, suara dari dunia akademik turut mewarnai diskursus yang berkembang.
Penulis: Anggit Puji Widodo | Editor: Deddy Humana
SURYA.CO.ID, JOMBANG - Munculnya komunitas gay atau penyuka sesama jenis yang semakin berani belakangan ini, menuai reaksi dari masyarakat.
Bahkan kelompok menyimpang dengan ribuan anggota yang bak ujung gunung es itu, ditemukan lewat media sosial (medsos) di tengah masyarakat Jombang yang dikenal agamis.
Di tengah era keterbukaan informasi, ekspresi identitas yang sebelumnya tabu kini semakin mudah ditemukan di ruang digital, menandai perubahan sosial yang tidak bisa dielakkan.
Respons publik atas fenomena ini tidak seragam. Sebagian warga merasa cemas atas eksistensi kelompok yang dianggap bertentangan dengan nilai-nilai lokal.
Namun di tengah hiruk-pikuk opini, suara dari dunia akademik turut mewarnai diskursus yang berkembang.
Salah satu yang menyoroti fenomena ini adalah Abdullah Aminuddin Aziz, akademisi Universitas Hasyim Asy'ari (UNHASY) Tebuireng.
Menurut Aziz, dinamika ini merupakan gejala sosial yang memerlukan kajian komprehensif, bukan sekadar kecaman sepihak.
“Gejala ini tidak bisa disederhanakan. Perlu dibedakan mana fakta, mana persepsi. Kita tidak bisa menutup mata terhadap realitas sosial di era digital,” ucap Amin Zein, sapaan akrabnya, saat dikonfirmasi melalui sambungan seluler, Minggu (13/7/2025).
Sebagai Wakil Rektor II Unhasy Tebuireng Jombang, ia menegaskan pentingnya pendekatan edukatif dan dialogis.
Menurutnya masyarakat memang memiliki hak untuk menjaga nilai budaya dan religiusitas, namun respons terhadap fenomena LGBT harus dilandasi pemahaman, bukan ketakutan.
Amin juga menggarisbawahi peran institusi pendidikan dan pesantren dalam membangun ketahanan moral generasi muda.
Langkah preventif seperti penguatan pendidikan kharakter, nilai agama, hingga pendampingan psikologis dinilai lebih efektif ketimbang pendekatan represif.
“Larangan bukan satu-satunya jalan. Justru dialog yang inklusif bisa menjadi jalan tengah dalam mengurai kompleksitas persoalan ini,” tandasnya.
Lebih lanjut, Zain mengajak semua pihak menjadikan isu ini sebagai pemantik refleksi bersama. Bukan untuk saling menyalahkan, tetapi untuk merumuskan kebijakan yang berkeadilan dan mendorong kehidupan sosial yang harmonis.
“Riset ilmiah, kebijakan yang cermat, dan keteladanan dari semua elemen sangat dibutuhkan untuk menjaga jati diri daerah seperti Jombang,” pungkas mantan asisten pribadi mendiang KH Salahuddin Wahid (Gus Solah) itu.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/surabaya/foto/bank/originals/fenomena-komunitas-gay-Jombang.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.