Besok KPK Periksa Khofifah, Guru Besar Unair Jelaskan Saksi Tidak Selalu Ikut Permufakatan Jahat

Tetapi kembali lagi yang ditekankan, tidak selalu yang diperiksa sebagai saksi adalah pihak yang terlibat dalam permufakatan jahat

Penulis: Fatimatuz Zahro | Editor: Deddy Humana
surya/Fatimatuz Zahro
PERMUFAKATAN JAHAT - Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Prof Dr Nur Basuki Minarno SH M Hum menegaskan bahwa KPK memeriksa Gubernur Jatim sebagai bagian dari upaya mengumpulkan keterangan untuk melengkapi proses penyidikan dugaan korupsi. 

SURYA.CO.ID, KOTA SURABAYA - Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Airlangga (Unair), Prof Dr Nur Basuki Minarno SH M Hum turut berkomentar terkait ramainya pemberitaan pemanggilan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa oleh KPK.

Khofifah diketahui dipanggil KPK untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi dana hibah untuk kelompok masyarakat (pokmas) yang bersumber dari APBD Jawa Timur tahun anggaran 2021–2022.

Prof Basuki menilai pemanggilan Gubernur Khofifah adalah sesuatu yang lumrah terutama karena kepala daerah adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. 

“Kepala daerah adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah. Jadi kalau gubernur dimintai keterangan itu sangat wajar. Tetapi yang perlu dicatat kalau seseorang diperiksa sebagai saksi, belum tentu mereka terlibat,” tegas Basuki, Rabu (9/7/2025).

Dikatakan Basuki, KPK dalam melakukan penyidikan tentu perlu memperoleh keterangan dari banyak sumber. Mulai saksi, ahli, atau keterangan tersangka. Pemeriksaan saksi ini sangat penting karena saksi inilah pihak yang mengetahui, mendengar, atau mengalami sendiri peristiwa. 

“Dan saksi itu pun tidak berdiri sendiri karena nantinya akan dicocokkan dan dilihat apakah memiliki kesesuaian, berelevansi dengan data yang lain,” ujarnya.

Terlebih kasus ini konteksnya adalah dugaan korupsi dana hibah untuk kelompok masyarakat (pokmas) yang bersumber dari APBD Jawa Timur

“Tetapi kembali lagi yang ditekankan, tidak selalu yang diperiksa sebagai saksi adalah pihak yang terlibat dalam permufakatan jahat,” imbuh Prof Basuki.

Lebih lanjut ia pun menegaskan ini adalah kasus dana hibah yang bersumber dari APBD Jawa Timur tahun anggaran 2021–2022. Yang mana kasusnya adalah terkait hibah pokok-pokok pikiran (pokir).

Dana hibah ini dialokasikan untuk menindaklanjuti pokir DPRD yang didapat dari hasil reses atau rapat dengar pendapat DPRD yang menjadi bahan pertimbangan atau dasar dalam perencanaan pembangunan daerah. 

Pokir menjadi mekanisme penyaluran dana APBD untuk mendukung kegiatan yang bermanfaat bagi masyarakat, berdasarkan usulan yang disampaikan anggota DPRD. 

“Dalam pemberian hibah pasti melibatkan eksekutif dengan legislatif mulai perencanaan dan penganggaran sampai ditetapkannya APBD. Kalau gubernur diperiksa menurut saya karena beliau pemegang kuasa anggaran, tetapi kalau jadi saksi kemudian dijudge terlibat, itu tidak begitu,” tegas Prof Basuki. 

Sebagaimana diketahui, dalam kasus ini KPK telah menetapkan 21 orang tersangka yang terdiri dari 4 penerima suap dan 17 pemberi suap.

Para tersangka penerima suap terdiri dari 3 orang penyelenggara negara dan 1 orang staf penyelenggara negara. Sementara dari 17 tersangka pemberi suap, 15 di antaranya adalah pihak swasta, sedangkan 2 orang lainnya adalah penyelenggara negara.

“Jika kemudian dalam pelaksanaannya ada pihak yang melakukan perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan wewenang yang mengakibatkan kerugian daerah, maka pihak itu yang harus bertanggung jawab,” urainya. 

Halaman
12
Sumber: Surya
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved