Putusan MK Ketinggalan, Sudah Banyak Sekolah Berbasis Pesantren di Bangkalan Beri Pendidikan Gratis

Sejak berdiri 2003 silam, pihak yayasan menggratiskan biaya pendidikan bagi sekitar 800 siswa mulai jenjang tsanawiyah, aliyah SMP, SMA, SMK.  

Penulis: Ahmad Faisol | Editor: Deddy Humana
Surya/Ahmad Faisol (Ahmad Faisol)
PESANTREN SUDAH GRATIS - Pengasuh PP At Ta’awun sekaligus Ketua Yayasan Sabilush Sholihin, H Mohammad Mansur (tengah) bersama kepala SMP dan SMA Sabilush Sholihin dalam kegiatan pembagian rapor kepada wali murid di Bangkalan beberapa waktu lalu. 


SURYA.CO.ID, BANGKALAN – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai sekolah gratis jenjang SD-SMP, bukan sesuatu yang mencengangkan lembaga pendidikan swasta berbasis pesantren di Bangkalan.

Karena sejak lama lembaga-lembaga pendidikan swasta berbasis pesantren di Bangkalan sudah menerapkan pendaftaran siswa tanpa dipungut biaya.

MK menetapkan putusan Nomor 3/PUU-XXII/2024 tentang hasil pengujian Pasal 32 Ayat (2) Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) yang berbunyi, “Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya”. 

Dalam sidang yang digelar pada 27 Mei 2025 itu, MK memutuskan bahwa pendidikan dasar harus diselenggarakan tanpa biaya, tidak hanya di sekolah negeri tetapi juga sekolah swasta. 

Meski putusan itu sudah berjalan satu bulan, mayoritas pimpinan lembaga pendidikan swasta di Bangkalan belum sepenuhnya mengetahui.

“Kami sejak awal memang sudah menggratiskan untuk biaya pendaftaran. Kami hanya menyuruh beli seragam, seperti seragam olahraga, seragam khas, topi, dasi, dan atribut lain yang berkisar Rp 350.000, hanya itu yang menjadi kewajiban orangtua,” ungkap Pengasuh PP At Ta’awun sekaligus Ketua Yayasan Sabilush Sholihin, Jalan Raya Pedeng, Desa/Kecamatan Socah, H Mohammad Mansur kepada SURYA, Senin (30/6/2025).

Setelah mengetahui putusan MK itu, Mansur menegaskan, memang patut menjadi suatu keharusan untuk menggratiskan sebagaimana yang menjadi rumusan peraturan perundang-undangan.

Karena pendidikan, lanjut Mansur, merupakan hak semua anak. Artinya semua lembaga pendidikan setelah ada kebijakan pendidikan dasar12 tahun, memang harus digratiskan. Namun sebelum ada putusan MK itu, lembaga pendidikan di Sabilush Sholihin sudah gratis sejak awal.

“Operasionalnya dari swadaya yayasan, di samping ada sebagian kecil dari BOS. Di situ ada aturan diperbolehkan untuk honor guru dan operasional lainnya,” pungkas Mansur.    

Hal senada disampaikan Ketua Yayasan Ponpes Al Anwar, Desa Patereman, Kecamatan Modung, KH Muchlis Muhsin. Sejak berdiri tahun 2003 silam, pihak yayasan telah menggratiskan biaya pendidikan bagi sekitar 800 siswa mulai jenjang tsanawiyah, aliyah SMP, SMA, SMK.  

“Bahkan sebelum ada kebijakan BOS, kami sudah menggratiskan kecuali untuk pembelian seragam kebutuhan siswa. Total ada sekitar 800 siswa, termasuk mereka yang belajar di perguruan tinggi,” ungkap Kyai Muhlis.  

Ia mengapresiasi putusan MK karena sudah sepantasnya demikian. Beban biaya pendidikan disebut Kiai Muhlis selama ini sangat dirasakan masyarakat yang ekonominya berada di bawah garis  kemiskinan.

“Memang berharap (gratis) begitu, banyak anak yang mau melanjutkan sekolah tetapi akhirnya berangkat merantau ke Jakarta untuk bekerja. Nasib teman-teman di sekitar sini yang mempunyai anak usia SMP, banyak yang menjadi buruh seperti tukang tusuk sate,” beber Kiai Muhlis.  

Berangkat dari itulah, Yayasan Ponpes Al Anwar selalu menggratiskan biaya pendidikan dengan harapan bisa mengakomodir anak-anak yang mempunyai tekad untuk terus melanjutkan sekolah ke jenjang pendidikan berikutnya.

“Kami diperkuat lebih dari 100 tenaga pengajar. Urusan operasionalnya seperti penyedian kebutuhan kegiatan belajar mengajar sudah kami persiapkan dari donatur, termasuk urusan gaji para guru,” jelas Kiai Muhlis.

Ia menyambut baik putusan putusan MK karena nantinya diprediksi ada alokasi anggaran dari pemerintah untuk lembaga-lembaga pendidikan swasta. Sehingga anggaran yang selama ini berasal dari sejumlah donatur bisa dialokasikan untuk keperluan pengembangan infrastruktur.

“Tidak mungkin menggratiskan kalau tidak ada biaya dari pemerintah. Kami menyambut baik karena anggaran yayasan selama untuk menopang gaji guru, bisa dialihkan untuk peningkatan infrastruktur,” pungkas Kiai Muhlis.

Sementara Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bangkalan, H Moh Yakub mengungkapkan, pihaknya hingga saat ini belum melangkah berkaitan putusan MK yang meminta pemda menggratiskan sekolah negeri dan swasta jenjang SD-SMP.

“Kami terserah kebijakan pimpinan. Jadi sebenarnya berdasarkan kemampuan keuangan daerah, kalau kami tidak masalah, menyambut baik. Namun mungkin tidak dengan kondisi sekarang. Kami belum menganggarkan atau belum melangkah,” jelas Yakub. *****

Sumber: Surya
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved