Berita Viral 

Rekam Jejak Hetifah Sjaifudian, Anggota DPR yang Kritik Putusan MK Soal Gratiskan Sekolah Swasta

Inilah sosok Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian,  yang mengkritik putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang sekolah gratis. 

Penulis: Arum Puspita | Editor: Musahadah
Kolase Kompas.com Nicholas Ryan Aditya/SURYA.CO.ID Mohammad Romadoni
SEKOLAH GRATIS - (kiri) Ketua Komisi X DPR, Hetifah Sjaifudian ditemui di kawasan Tanjung Duren, Jakarta Barat, Senin (21/4/2025). (kanan) Ilustrasi murid sekolah menengah pertama (SMP) 

SURYA.CO.ID - Inilah sosok Hetifah Sjaifudian,  yang mengkritik putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang sekolah gratis. 

Diketahui, MK mengabulkan sebagian permohonan uji materi Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).

MK mengabulkan sebagian gugatan terhadap Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), terutama frasa "wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya".

Gugatan terhadap Pasal 34 ayat (2) UU Sisdiknas dilayangkan Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), yang dikabulkan MK dalam putusan Nomor 3/PUU-XXIII/2025.

"Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian," ujar Ketua MK Suhartoyo membaca putusan, Selasa (27/5/2025).

Dalam pertimbangan hukum, MK berpandangan bahwa frasa "wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya" dalam Pasal 34 ayat (2) UU Sisdiknas hanya berlaku terhadap sekolah negeri.

Hal tersebut tentu menimbulkan kesenjangan akses pendidikan dasar bagi peserta didik yang terpaksa bersekolah di sekolah dasar swasta akibat keterbatasan kuota di sekolah negeri.

Karenanya, frasa "tanpa memungut biaya" memang dapat menimbulkan perbedaan perlakuan bagi peserta didik antara sekolah negeri dengan swasta.

"Dalam hal ini, norma Pasal 31 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 harus dimaknai sebagai pendidikan dasar baik yang diselenggarakan oleh pemerintah (negeri) maupun yang diselenggarakan oleh masyarakat (swasta)," ujar Enny.

Enny menambahkan, salah satu aspek krusial dalam implementasi ketentuan tersebut adalah negara harus memastikan bahwa anggaran pendidikan benar-benar dialokasikan secara efektif dan adil.

Terkait hal tersebut, Hetifah menilai, sekolah swasta yang memberikan layanan pendidikan premium harus dikecualikan.

Baca juga: Sekolah Swasta Bingung Putusan MK, Pendidikan Harus Gratis, Siapa yang Tanggung Biaya Operasional?

Sebab, menurutnya, tidak semua sekolah swasta berada dalam kategori yang sama.

“Ada sekolah-sekolah swasta yang betul-betul ada karena tidak bisa pemerintah hadir di sana, jadi mereka betul-betul mengisi kekosongan," katanya.

Kendati begitu, ada pula sekolah swasta yang memang secara khusus menawarkan layanan pendidikan dan fasilitas berstandar tinggi.

Kondisi ini akhirnya membuat biaya pendidikan di sekolah swasta menjadi lebih mahal.

"Tapi ada juga sekolah swasta yang memberikan pelayanan premium atau pelayanan khusus,” tambah Hetifah.

“Kalau sekolah negeri mungkin tanpa AC, dia menggunakan AC dan mungkin banyak hal lain yang membuat sekolah swasta ini memungut iuran yang relatif tinggi,” sambungnya.

Di samping itu, banyak pula orang tua yang memang secara sadar memilih menyekolahkan anaknya di sekolah swasta premium, karena menginginkan kualitas layanan yang berbeda.

“Jadi bukan karena tidak kebagian sekolah negeri. Tapi memang dia ingin mendapatkan pelayanan yang berbeda, yang tadi premium atau khusus tadi,” ucap Hetifah.

Baca juga: Cita-cita Mulia Argo Ericko Mahasiswa UGM yang Tewas Ditabrak BMW, Perjuangannya Totalitas

Menurut Hetifah, tidak masuk akal jika masyarakat yang secara sukarela menyekolahkan anak di sekolah swasta premium, juga menginginkan seluruh biayanya ditanggung negara.

“Jadi kan itu tidak mungkin (digratiskan),” tegasnya.

Siapa sosok Hetifah Sjaifudian?

Baca juga: Kisah Pak Budi, Warga Darmo Surabaya Tinggal Sebatang Kara di Rumah Mewah Tanpa Listrik dan Air

Hetifah Sjaifudian lahir pada 30 Oktober 1964 silam.

Dia memiliki suami bernama Siswanda Harso Sumarto.

Dari pernikahan itu, keduanya dikaruniai empat putri, di antaranya Amirah Kaca, Amanda Kistilensa, Asanilta Fahda, dan Nahla Tertrimulya.

Saat ini Hetifah menjabat sebagai Ketua Komisi X DPR RI.

Hetifah merupakan mantan aktivis kampus dan lama bergelut dalam berbagai organisasi civil society.

Ia pernah menjadi Ketua Himpunan Mahasiswa serta Ketua Ikatan Alumni Planologi ITB, dan merupakan salah satu pendiri AKATIGA Pusat Analisis Sosial, Perkumpulan Inisiatif, serta B-Trust Advisory Group untuk Reformasi Kebijakan Publik dan Tata Pemerintahan.

Latar belakang pendidikan Hetifah adalah bidang Perencanaan Kota dan Wilayah di Institut Teknologi Bandung.

Kemudian, melanjutkan studi untuk Master in Public Policy dari National University of Singapore, dan meraih gelar PhD dari School of Politics and International Relations, Flinders University Adelaide Australia.

Disertasi yang ditulisnya berjudul “New Voices of the Community? Citizen Forums in Reformasi Era Indonesia” menelaah bagaimana cara warga dan kelompok-kelompok marjinal mempengaruhi kebijakan publik di daerah.

Hetifah telah banyak menerbitkan artikel, laporan, dan buku. Hetifah adalah penulis buku “Inovasi, Partisipasi, dan Good Governance: 20 Prakarsa Inovatif dan Partisipatif di Indonesia” yang menjadi salah satu referensi penting dalam praktek tata kelola pemerintahan partisipatif.

Saat ini Hetifah mendedikasikan dirinya menjadi politisi dari Partai Golkar, dan pada tahun 2009 terpilih menjadi anggota DPR RI dari Daerah Pemilihan Kalimantan Timur.

Pada awal pengabdiannya di DPR RI (2009-2014), Hetifah berkiprah di Komisi X bidang pendidikan, kebudayaan, kepemudaan, olah raga, dan pariwisata. Kemudian menjadi anggota Komisi V bidang infrastruktur, perhubungan, perumahan, dan pembangunan daerah tertinggal. pada periode keduanya (2014-2019), Hetifah dipercaya untuk bertugas di Komisi II yang membidangi dalam negeri, sekretariat negara, dan pemilu.

Periode ketiga (2019-2024), Hetifah aktif sebagai Wakil ketua Komisi X DPR RI. Periode Keempatnya (2024-2029) di dapuk sebagai Ketua Komisi X DPR RI dengan bidang kerja, pendidikan, sains, teknologi, pemuda dan olahraga, literasi, reset dan inovasi serta statistik.

Hetifah adalah Ketua Umum DPP Pengajian Al-Hidayah, Wakil Ketua Umum Partai Golkar (2019-2024), Wasekjen Persatuan Insinyur Indonesia (PII) dan pengurus Ormas MKGR.

Juga aktif di Dewan Pimpinan Kongres Wanita Indonesia (KOWANI) sebagai Ketua Bidang Pendidikan, IPTEK, dan Seni Budaya.

Ia aktif di Kaukus Perempuan Parlemen Republik Indonesia (KPPRI). Ia saat ini tengah giat mendorong partisipasi perempuan dalam politik dan peningkatan kapasitas perempuan di berbagai wilayah/daerah di Indonesia.

Hetifah meraih berbagai macam penghargaan bergengsi, Wakil Rakyat Paling Berpengaruh dari Newstara (2017), Tokoh Penggerak Pembangunan dan Kepedulian Tinggi di Dapil dari DPRD Balikpapan (2021).

Anggota DPR RI dengan Program Paling Kreatif dari Kemenparekraf RI (2022), Tokoh Penggerak Pengembangan Pemuda dari Kemenpora RI (2022), Ganesha Wirya Jasa Adiutama dari ITB (2022), Honorary Fellow Awards dari AFEO-ASEAN (2022).

Mahkamah Kehormatan Dewan Awards dari MKD DPR RI (2023), 'Legislator Informatif di Media Sosial' dalam ajang KWP Award (2023), dan Tokoh Cermat Berbahasa Indonesia dari Kemendikdasmen RI (2024).

===

Kami mengajak Anda untuk bergabung dalam Whatsapp Channel Harian Surya. Melalui Channel Whatsapp ini, Harian Surya akan mengirimkan rekomendasi bacaan menarik Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Persebaya dari seluruh daerah di Jawa Timur.  

Klik di sini untuk untuk bergabung 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved