Hasto Kristiyanto Tersangka

Rekam Jejak Alexander Marwata, Eks Pimpinan KPK yang Tertawa Namanya Disebut di Sidang Hasto

Sosok hingga rekam jejak Alexander Marwata, mantan pimpinan KPK, jadi sorotan usai namanya disebut-sebut dalam sidang Hasto Kristiyanto.

Tribunnews
SIDANG HASTO KRISTIYANTO- Wakil Ketua KPK Alexander Marwata memberikan keterangan terkait penetapan Ketua KPK Firli Bahuri di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (23/11/2023). 

SURYA.co.id - Sosok hingga rekam jejak Alexander Marwata, mantan pimpinan KPK, jadi sorotan usai namanya disebut-sebut dalam sidang Hasto Kristiyanto.

Ia bahkan tertawa saat dimintai respon terkait hal ini.

Diketahui, Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rossa Purbo Bekti, mengungkap adanya dugaan perintangan penyidikan dalam kasus Harun Masiku oleh pimpinan KPK di periode sebelumnya.

Hal itu diungkapkan Rossa saat menjadi saksi sidang perkara perintangan penyidikan kasus suap Harun Masiku dengan terdakwa Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto pada Jumat (9/5/2025).

Dalam berita acara pemeriksaan (BAP), Rossa menyebut perintagan termasuk wewenang Nawawi Pomolango, Nurul Ghufron, Alexander Marwata, dan Lili Pintauli Siregar selaku pimpinan KPK pada saat itu.

Merespon hal ini, Alexander Marwata cuma tertawa saat diminta respons soal eks pimpinan KPK yang disebut merintangi penyidikan kasus Harun Masiku.

"Komentar saya ini saja mas: (emoji tertawa)," kata Alex saat dikonfirmasi wartawan, Sabtu (10/5/2025), melansir dari Kompas.com.

Saat kembali diminta memberikan tanggapannya sebagai penegasakan, eks Wakil Ketua Komisi Antirasuah ini lagi-lagi merespons hal yang sama yakni tertawa.

“Tulis saja saat dikonfirmasi Alex membalas dengan tertawa terbahak-bahak,” ujarnya.

Diketahui, dalam kesaksiannya, Rossa menyatakan bahwa eks pimpinan KPK melakukan perintangan penyidikan lantaran tidak menetapkan Hasto Kristiyanto sebagai tersangka dalam kasus Harun Masiku.

Hal tersebut tertuang dalam berita acara pemeriksaan (BAP) Rossa yang dibacakan oleh kuasa hukum Hasto, Maqdir Ismail, dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (9/5/2025).

“Perintangan itu termasuk wewenang Nawawi Pomolango, Nurul Ghufron, Alexander Marwata, dan Lili Pintauli Siregar selaku pimpinan KPK pada saat ekspose merintangi dan menggagalkan Hasto Kristiyanto menjadi tersangka,” kata Maqdir membacakan BAP Rossa.

“Pernah diperiksa enggak mereka?” tanya Maqdir kemudian.

Rossa kemudian menjelaskan bahwa ekspose atau gelar perkara hasil operasi tangkap tangan (OTT) kasus Harun Masiku pada 8 Januari 2020 direkam.

Penyidik yang menangani perkara perintangan ini kemudian menyita rekaman tersebut dan mendapati pimpinan KPK saat itu, yakni Nawawi, Ghufron, Alex, dan Lili, tidak setuju Hasto ditetapkan sebagai tersangka.

Sementara itu, Firli Bahuri yang saat itu menjabat sebagai ketua KPK tidak mengikuti gelar perkara tersebut.

Maqdir lantas menanyakan, jika memang para pimpinan KPK merintangi penyidikan, kenapa mereka tidak diperiksa.

Di sisi lain, Rossa baru melakukan pemeriksaan terkait dugaan perintangan yang menjerat Hasto pada Januari 2025, untuk peristiwa 2020.

“Bahkan pimpinan KPK saat itu masih ada di situ, makanya saya tanya, mengapa ketika orang-orang itu masih ada di situ, mereka tidak diperiksa sebagai saksi atau dilaporkan sebagai tersangka perintangan penyidikan?” cecar Maqdir.

Rossa kemudian menjelaskan bahwa pihaknya ditugaskan melalui Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) tambahan pada 2023.

Pihaknya juga menggelar beberapa kali ekspose.

“Salah satu pimpinan mengatakan bahwa, jangan ada pengembangan penyidikan lagi intinya di situ,” kata Rossa.

Maqdir kemudian melihat, Rossa menyimpulkan pimpinan KPK telah melakukan perintangan penyidikan dengan perintah untuk tidak membuka perkara baru terkait Harun Masiku.

Dia lantas meminta Rossa kembali menjelaskan kenapa para pimpinan KPK saat itu tidak diperiksa.

“Kenapa Saudara tidak lapor bahwa ini ada perintangan yang dilakukan pimpinan KPK termasuk Firli Bahuri, begitu juga pimpinan KPK lain seperti Nawawi Pomolango dan lain-lain, kenapa itu tidak dilakukan?” tanya Maqdir.

“Belum kami lakukan pemanggilan memang, jawabannya di situ,” jawab Rossa.

Rekam Jejak Alexander Marwata

Melansir dari Tribunnewswiki, Alexander Marwata merupakan satu dari Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2015-2019.

Alexander Marwata lahir di Klaten, Jawa Tengah pada 26 Februari 1967.

Alexander Marwata memiliki seorang istri yang berasal dari daerah Boyolali, Jawa Tengah. (1)

Alexander Marwata merupakan petahana yang tersisa dalam seleksi Calon Pimpinan (Capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2019-2023.

Dalam tes wawancara dan uji publik seleksi Capim KPK di Gedung Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta Pusat, Selasa (27/8/2019) Alexander Marwata menyatakan dirinya bukan titipan pihak siapapun.

Alexander Marwata mengungkap jarang melakukan komunikasi dengan pejabat negara, anggota DPR RI, partai politik maupun kelompok atau tokoh kepentingan manapun.

Alexander Marwata juga menyatakan bahwa selalu menghabiskan waktu bersama keluarga dan kawan alumni semasa SMA ketika setelah pulang bekerja di KPK.

Alexander Mawarta mengenyam pendidikan dasar di SD Plawikan I Klaten (1974-1980).

Setelah itu Alexander Mawarta melanjutkan pendidikan ke SMP Pangudi Luhur Klaten (1980-1983).

Selanjutnya Alexander Marwata  melanjutkan pendidikan ke SMAN 1 Yogyakarta (1983-1986).

Setelah lulus, Alexander Marwata  menjadi mahasiswa D IV di Jurusan Akuntansi Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) Jakarta.

Pada 1995 Alexander Marwata  melanjutkan S1 Ilmu Hukum di Universitas Indonesia. (5)

Pada 5 Oktober 2017 Alexander Marwata lulus Magister Hukum Unika Atma Jaya Jakarta.

Sebelum menjabat sebagai Komisioner KPK 2015-2019 dan menjadi Capim KPK periode 2019-2023, Alexander Marwata mengawali kariernya sebagai auditor pada 1987.

Pada 1987-2011 Alexander Marwata berkarir di Badan Pengawas Keuangan Pembangunan (BPKP) sebagai auditor.

Pada 2010 Alexander Marwata dipercaya menjadi kepala divisi Yankum dan HAM, Kantor Wilayah Hukum dan HAM Yogyakarta.

Pada 2012 Alexander Marwata dipercaya untuk menjabat sebagai kepala divisi pelayanan Hukum dan HAM di Kantor Wilayah Hukum dan HAM Sumatera Barat.

Pada tahun yang sama Alexander Marwata ditunjuk sebagai Direktur Penguatan HAM di Direktorat Jenderal HAM Kementerian Hukum dan HAM hingga tahun 2014.

Alexander Marwata juga dikenal sebagai Hakim Adhoc Tindak Pidana Korupsi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Selama menjabat, Alexander Marwata tidak terlepas dari kontroversi karena sering memberikan pendapat berbeda atau dissenting opinion dengan putusan yang ringan bagi pelaku korupsi ketika menjadi hakim di pengadilan negeri Jakarta Pusat.

>>>Update berita terkini di Googlenews Surya.co.id

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved