Opini

Membangun Ekosistem Koperasi Unggul : Kolaborasi Desa/Koperasi Merah Putih, Akademisi dan Negara

Koperasi desa, jika dikembangkan berbasis potensi lokal dan dihubungkan dalam jejaring koperasi nasional,

|
Istimewa/Dokumen Pribadi
Prof Dr Murpin Josua Sembiring S.E.,M.Si, Ketua Umum Koperasi Sekunder Binaan Profesor Indonesia, Gurubesar Universitas Ciputra Surabaya. 

Melalui sinergi antara Koperasi Merah Putih dan akademisi yang terhimpun dalam Persatuan Guru Besar Indonesia (PERGUBI), kami membangun Koperasi Sekunder Nasional Binaan Profesor. Ini adalah ekosistem koperasi modern yang didukung oleh kekuatan riset, inovasi, dan jaringan nasional.

Akademisi bukan lagi hanya pengamat, melainkan aktor perubahan koperasi berbasis keunggulan lokal dan daya saing global.

Kritik Terhadap Model Lama Koperasi

Banyak koperasi di Indonesia masih terjebak dalam pola lama: bergantung pada bantuan pemerintah, kurang inovasi, dan mengabaikan teknologi. Akibatnya, koperasi sulit bersaing di era globalisasi dan digitalisasi.

Jika pola ini terus dipertahankan, koperasi hanya akan menjadi instrumen politik sesaat, bukan kekuatan ekonomi sejati.

Koperasi modern harus mengadopsi digitalisasi — membangun platform e-commerce koperasi, menggunakan sistem pembayaran digital, serta menerapkan manajemen keuangan berbasis teknologi real time.

Kita perlu belajar dari suksesnya model koperasi konsumen di Jepang, koperasi pekerja Mondragón di Spanyol, dan koperasi sumber daya alam di Swedia. Mereka menunjukkan bahwa koperasi dapat menjadi kekuatan utama industri dan pemerataan ekonomi.

Solusi Konkrit untuk Revitalisasi

1. Penguatan Koperasi Desa Berbasis Produk Unggulan Lokal.
Fokus pada pengembangan produk khas daerah yang memiliki nilai tambah ekonomi.

2. Digitalisasi Operasional Koperasi.
Membangun koperasi berbasis platform digital untuk meningkatkan efisiensi dan akses pasar.

3. Pembentukan Jejaring Koperasi Nasional.
Koperasi desa harus terhubung dalam koperasi sekunder nasional untuk memperluas pasar dan memperkuat daya tawar.

4. Pendampingan Berkelanjutan oleh Akademisi.
Membentuk "laboratorium koperasi hidup" di perguruan tinggi yang mendampingi koperasi hingga mandiri. Kampus seharusnya segera bergegas mencetak Generasi Digital Native (era teknologi digital), Tech-Savvy Generation
(generasi yang sangat mahir dan nyaman menggunakan teknologi),   Generasi 5.0 atau Society 5.0 Youth.(mengacu pada konsep masyarakat masa depan berbasis integrasi manusia dan teknologi, diperkenalkan di Jepang) yang kesemuanya dipersembahkan untuk kemajuan Koperasi sebagai entitas bisnis yang menjanjikan “kekayaan” bagi generasi muda didalam Koperasi yang modern dan Generasi C (Connected, Communicating, Content-Centric, Computerized, Community-Oriented) (menggambarkan mereka yang sangat terkoneksi dan berbasis konten digital)

5. Reformasi Kebijakan Pemerintah.
Insentif harus diberikan kepada koperasi yang terbukti inovatif dan berkelanjutan, bukan sekadar kepada koperasi yang memenuhi administrasi.

6. Afirmasi Peran Koperasi dalam Belanja Pemerintah Daerah
Pemerintah daerah harus mengutamakan koperasi lokal dalam pengadaan barang dan jasa.
Menatap Masa Depan

Jika koperasi mampu bertransformasi, kontribusinya terhadap PDB Indonesia dapat ditingkatkan menjadi 6–7 persen pada tahun 2030. Lebih dari itu, koperasi akan menjadi instrumen utama dalam pemerataan ekonomi yang inklusif, adil, dan berkelanjutan.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Publikasikan Karya di Media Digital

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved