Rupiah Makin Anjlok Rp17.200 dari Dolar AS di April 2025, Astronacci Sudah Prediksi sejak Juni 2024

Nilai tukar Rupiah (IDR) di pasar luar negeri (Non Deliverable Forward/NDF) mendekati Rp17.200 per dolar AS setelah cuti Lebaran 2025.

Penulis: Sri Handi Lestari | Editor: irwan sy
Foto: Astronacci
RUPIAH JEBLOK - Dr Gema Goeyardi, Founder & CEO Astronacci, telah memprediksi potensi pelemahan Rupiah berdasarkan melemahnya kondisi fundamental ekonomi indonesia yang didukung dengan adanya pola CUP & HANDLE secara analisis teknikal yang mampu membuat harga rupiah terjadi pelemahan dengan signifikan. 

Panic Buying Dollar dan Masa Depan Rupiah
Gonjang-ganjing pasar rupiah tentu saja tidak sampai saat ini saja.

Isu pelemahan Rupiah hingga Rp 20.000 per dolar AS mulai ramai di masyarakat.

Berkaitan dengan hal tersebut Gema memberikan pandangannya untuk tetap berpikir realistis.

“Tekanan memang masih ada, tapi bukan berarti pasti menuju 20 ribu. Investor perlu rasional. Jangan membuat keputusan ekstrim hanya karena rumor. Fokus pada risk management dan tunggu sinyal teknikal yang jelas,” jelasnya.

Meski demikian, dia yang telah berkecimpung di dunia keuangan dan investasi selama lebih dari 20 tahun juga memberikan masukan kepada pemerintah.

Salah satunya pemerintah harus responsif.

Komunikasi fiskal dan moneter yang kuat, intervensi BI yang tepat waktu, dan menjaga kepercayaan investor menjadi kunci untuk meredam volatilitas ini.

Berkaitan dengan pelemahan nilai rupiah Gema memiliki pandangan yang serius.

“Kami melihat potensi tekanan masih ada, apalagi jika kondisi geopolitik dan inflasi global belum mereda. Namun kami akan terus memantau sinyal teknikal terbaru dengan metode Time Trading,” jelasnya.

Di mana untuk update terkini seputar Rupiah, saat ini Rupiah akan mulai masuk ke level Rp17.500 per dolar AS dan bertahan di level tersebut untuk beberapa waktu.

Tentunya BI akan mulai intervensi.

Target berikutnya akan sampai pada level Rp18.200 sesuai dengan target harmonic fibonacci dan pandangan secara makro ekonomi dari tariff war yang ada saat ini, termasuk adanya ancaman inflasi dunia yang akan semakin naik.

Fenomena panic buying dollar di tengah masyarakat juga menjadi hal yang patut diperhatikan, khususnya investor retail.

“Panic buying bukanlah strategi investasi yang sehat. Investor sebaiknya memahami tren pasar, bukan hanya ikut-ikutan. Jika ingin lindung nilai, lakukan secara terukur, bukan panik. Diversifikasi aset tetap penting — tidak hanya USD, tapi juga emas atau aset lain yang memiliki sifat lindung,” pungkas Gema.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved