Demo Tolak UU TNI di Surabaya

5 Fakta Demo Tolak UU TNI di Surabaya: Diwarnai Pelemparan Bom Molotov, 3 Mahasiswa Diamankan

Terungkap sederet fakta mengenai demo tolak Undang-Undang (UU) TNI di Surabaya, Jawa Timur. 

Penulis: Arum Puspita | Editor: Adrianus Adhi
Surabaya.tribunnews.com/Habibur Rohman
POLISI AMANKAN DEMONSTRAN - Foto sejumlah aparat kepolisian mengamankan seorang demonstran, saat penyampaian penolakan pengesahan UU TNI di depan Gedung Grahadi, Surabaya, Jawa Timur pada Senin (24/3/2025) 

SURYA.CO.ID - Terungkap sederet fakta mengenai demo tolak Undang-Undang (UU) TNI di Surabaya, Jawa Timur. 

Diketahui, ratusan massa menggelar aksi menolak UU TNI di Gedung Grahadi, Jalan Gubernur Suryo, Surabaya, Senin (24/3/2025). 

Demonstrasi diwarnai pelemparan beberapa bom molotov, bebatuan, dan petasan

Kericuhan pecah setelah massa aksi puas melakukan orasi seraya memblokade akses jalan di sana.

Pelemparan Molotov

Terpantau, ada sekitar 5-6 botol molotov yang dilempar dan meletus ke arah pagar utama Gedung Grahadi yang dijaga ratusan orang personel kepolisian.

Akibatnya, beberapa ornamen bangunan di depan pagar gedung terbakar, juga menyambar pohon di depan pagar.

Kemudian, terpantau barikade kawat berduri tampak diseret menjauh dari barisan pasukan petugas kepolisian di depan pagar gedung.

Lalu, beberapa orang massa aksi melakukan aksi pelemparan batu, petasan ledak, dan tongkat kayu ke arah pasukan kepolisian yang berjaga.

Baca juga: Fakta Lengkap Demo Anarkis Tolak UU TNI di Surabaya: Penyusup Dihajar, 25 Diangkut, 15 Polisi Luka

Beberapa massa aksi juga melempar bebatuan, vas bunga, bahkan kayu ke arah, deretan pasukan bertameng yang mengambil alih barisan pengamanan area Gedung Grahadi Surabaya.

Mobil Kuning Dirusak

Sebuah mobil Toyota Agya nopol AG 1630 ZJ rusak diduga akibat aksi demo tolak UU TNI yang berlangsung anarkis di depan Gedung Grahadi, rumah dinas Gubernur Jatim di Kota Surabaya, Senin (24/3/2025).

Massa yang awalnya berkumpul di sekitar SMAN 6 Surabaya itu sempat membakar water canon dan merusak mobil Agya yang masuk kategori mobil LCGC tersebut.

Aksi anarkis meluas hingga ke depan Delta Plaza di Jalan Pemuda.

Polisi kemudian melakukan tindakan penangkapan terhadap sejumlah massa yang sebagian besar mengenakan pakaian hitam.

Mereka dikumpulkan dan diidentifikasi di Gedung Grahadi.
 
Pasca kerusuhan, halaman Gedung Grahadi tampak porak-poranda.

Puing-puing bata merah dan besi berserakan.

Baca juga: AJI Surabaya Kecam Kekerasan dan Intimidasi Polisi terhadap Jurnalis saat Liputan Demo UU TNI 

Billboard di Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) depan Grahadi juga terkena semprotan water canon.

3 Orang Ditangkap

Dalam aksi tersebut, polisi mengamankan sejumlah peserta demo.

Terpantau ada beberapa orang peserta yang diseret dari area kerumunan massa untuk dibawa ke dalam area halaman Gedung Grahadi Surabaya.

Beberapa orang petugas menyeret peserta massa aksi yang berhasil ditangkap, seraya digelandang memasukki area halaman dalam Gedung Grahadi, para petugas berusaha melayangkan tendangan dan pukulan.

"Ampun pak," pekik teriak peserta aksi yang diseret oleh beberapa orang petugas kepolisian berpakaian sipil.

Andri, salah satu peserta aksi menyebutkan, terdapat tiga orang peserta aksi yang dibawa oleh beberapa anggota kepolisian berseragam sipil.

Pihaknya berupaya melobi beberapa petugas kepolisian yang menemui mereka agar segera membebaskan peserta aksi yang dibawa.

"Semua organisasi, iya 3 orang. Salah satunya dari Unair. Iya ini mau negosiasi untuk dikeluarkan," perwakilan massa aksi dari Unair (Universitas Airlangga) Surabaya, Andri.

Polisi Bubar Paksa

Pihak kepolisian mulai membubarkan paksa massa aksi demo dengan mengerahkan pasukan ke luar gedung, dan menangkap peserta aksi yang dinilai sebagai provokator dan memicu tindakan anarkis. 

Water cannon juga terus ditembakkan ke arah massa, sehingga memukul mundur dan membubarkan aksi demonstrasi. 

Tampak lebih dari 5 mahasiswa yang diamankan petugas. Mereka yang ditangkap dibawa ke dalam Gedung Grahadi untuk dilakukan penanganan lebih lanjut.

Jelang azan magrib, massa aksi mulai bubar, sementara petugas memblokasi kawasan Gedung Grahadi untuk mencegah massa kembali melakukan demonstrasi.

AJI Kecam Kekerasan dan Intimidasi Polisi 

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya mengecam tindakan intimidasi dan kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian terhadap dua jurnalis yang tengah meliput aksi demo menolak revisi Undang-Undang TNI di depan Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Senin (24/3/2025). 

Dua jurnalis yang menjadi korban kekerasan tersebut adalah Wildan Pratama dari Suara Surabaya dan Rama Indra dari Beritajatim.com. 

Mereka mengalami intimidasi, pemukulan, serta pemaksaan untuk menghapus hasil liputan yang telah mereka dokumentasikan. 

Menurut laporan yang diterima AJI Surabaya, insiden bermula ketika Wildan Pratama masuk ke Gedung Negara Grahadi sekitar pukul 19.00 WIB untuk memastikan jumlah demonstran yang ditangkap oleh aparat. 

Saat ia mengambil foto sekitar 25 orang pendemo yang ditahan di area pos satpam, seorang polisi mendatanginya dan memerintahkan untuk menghapus foto tersebut hingga ke folder sampah. 

Sementara itu, Rama Indra mengalami tindakan kekerasan saat merekam aksi polisi yang menganiaya dua demonstran di Jalan Pemuda, sekitar pukul 18.28 WIB. 

Baca juga: Foto Aksi Demo Tolak UU TNI di Surabaya Jatim Sampai Malam, Beberapa Orang Diamankan Polisi

Dia  dihampiri oleh sekitar 4-5 polisi, lalu diseret, dipukul di kepala, serta dipaksa menghapus rekaman videonya. 

Meskipun telah menyatakan dirinya sebagai jurnalis, aparat tetap mengintimidasi dan bahkan mengancam membanting telepon genggamnya. 

Kekerasan baru berhenti setelah beberapa jurnalis dari Detik.com dan Kumparan.com datang menolong. 

Ketua AJI Surabaya, Andre Yuris, mengecam tindakan kepolisian yang dianggap sebagai pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. 

“Tindakan polisi tersebut membuktikan bahwa mereka tidak memahami tugas jurnalis. Ini adalah bentuk pelanggaran terhadap kebebasan pers yang dijamin dalam Pasal 4 ayat (3) UU Pers, di mana jurnalis memiliki hak untuk mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan informasi,” ujar Yuris. 

Ia juga mengingatkan bahwa Pasal 18 UU Pers mengatur sanksi pidana bagi siapa saja yang menghambat atau menghalangi jurnalis dalam menjalankan tugas jurnalistik, dengan ancaman hukuman 2 tahun penjara atau denda hingga Rp 500 juta.

Menanggapi insiden ini, AJI Surabaya menyatakan sikap: 

  1. Mendesak Kapolrestabes Surabaya dan Kapolda Jawa Timur untuk segera mengusut kasus kekerasan dan intimidasi terhadap jurnalis.
  2. Mengingatkan semua pihak, terutama aparat kepolisian, untuk menghormati kebebasan pers dan tidak menghalangi kerja-kerja jurnalistik.
  3. Mendesak perusahaan media untuk memastikan keselamatan jurnalis dan memberikan perlindungan hukum, ekonomi, serta psikologis bagi jurnalis yang menjadi korban kekerasan. 

AJI Surabaya menegaskan bahwa kebebasan pers adalah pilar demokrasi yang harus dilindungi dan segala bentuk kekerasan terhadap jurnalis harus dihentikan.

(Luhur Pambudi/Tony Hermawan/Fatimatuz Zahro/Pipit Maulidiya)

===

Kami mengajak Anda untuk bergabung dalam Whatsapp Channel Harian Surya. Melalui Channel Whatsapp ini, Harian Surya akan mengirimkan rekomendasi bacaan menarik Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Persebaya dari seluruh daerah di Jawa Timur.  

Klik di sini untuk untuk bergabung 

 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved