Demo Tolak UU TNI di Surabaya

5 Fakta Demo Tolak UU TNI di Surabaya: Diwarnai Pelemparan Bom Molotov, 3 Mahasiswa Diamankan

Terungkap sederet fakta mengenai demo tolak Undang-Undang (UU) TNI di Surabaya, Jawa Timur. 

Penulis: Arum Puspita | Editor: Adrianus Adhi
Surabaya.tribunnews.com/Habibur Rohman
POLISI AMANKAN DEMONSTRAN - Foto sejumlah aparat kepolisian mengamankan seorang demonstran, saat penyampaian penolakan pengesahan UU TNI di depan Gedung Grahadi, Surabaya, Jawa Timur pada Senin (24/3/2025) 

Jelang azan magrib, massa aksi mulai bubar, sementara petugas memblokasi kawasan Gedung Grahadi untuk mencegah massa kembali melakukan demonstrasi.

AJI Kecam Kekerasan dan Intimidasi Polisi 

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya mengecam tindakan intimidasi dan kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian terhadap dua jurnalis yang tengah meliput aksi demo menolak revisi Undang-Undang TNI di depan Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Senin (24/3/2025). 

Dua jurnalis yang menjadi korban kekerasan tersebut adalah Wildan Pratama dari Suara Surabaya dan Rama Indra dari Beritajatim.com. 

Mereka mengalami intimidasi, pemukulan, serta pemaksaan untuk menghapus hasil liputan yang telah mereka dokumentasikan. 

Menurut laporan yang diterima AJI Surabaya, insiden bermula ketika Wildan Pratama masuk ke Gedung Negara Grahadi sekitar pukul 19.00 WIB untuk memastikan jumlah demonstran yang ditangkap oleh aparat. 

Saat ia mengambil foto sekitar 25 orang pendemo yang ditahan di area pos satpam, seorang polisi mendatanginya dan memerintahkan untuk menghapus foto tersebut hingga ke folder sampah. 

Sementara itu, Rama Indra mengalami tindakan kekerasan saat merekam aksi polisi yang menganiaya dua demonstran di Jalan Pemuda, sekitar pukul 18.28 WIB. 

Baca juga: Foto Aksi Demo Tolak UU TNI di Surabaya Jatim Sampai Malam, Beberapa Orang Diamankan Polisi

Dia  dihampiri oleh sekitar 4-5 polisi, lalu diseret, dipukul di kepala, serta dipaksa menghapus rekaman videonya. 

Meskipun telah menyatakan dirinya sebagai jurnalis, aparat tetap mengintimidasi dan bahkan mengancam membanting telepon genggamnya. 

Kekerasan baru berhenti setelah beberapa jurnalis dari Detik.com dan Kumparan.com datang menolong. 

Ketua AJI Surabaya, Andre Yuris, mengecam tindakan kepolisian yang dianggap sebagai pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. 

“Tindakan polisi tersebut membuktikan bahwa mereka tidak memahami tugas jurnalis. Ini adalah bentuk pelanggaran terhadap kebebasan pers yang dijamin dalam Pasal 4 ayat (3) UU Pers, di mana jurnalis memiliki hak untuk mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan informasi,” ujar Yuris. 

Ia juga mengingatkan bahwa Pasal 18 UU Pers mengatur sanksi pidana bagi siapa saja yang menghambat atau menghalangi jurnalis dalam menjalankan tugas jurnalistik, dengan ancaman hukuman 2 tahun penjara atau denda hingga Rp 500 juta.

Menanggapi insiden ini, AJI Surabaya menyatakan sikap: 

  1. Mendesak Kapolrestabes Surabaya dan Kapolda Jawa Timur untuk segera mengusut kasus kekerasan dan intimidasi terhadap jurnalis.
  2. Mengingatkan semua pihak, terutama aparat kepolisian, untuk menghormati kebebasan pers dan tidak menghalangi kerja-kerja jurnalistik.
  3. Mendesak perusahaan media untuk memastikan keselamatan jurnalis dan memberikan perlindungan hukum, ekonomi, serta psikologis bagi jurnalis yang menjadi korban kekerasan. 
Halaman
1234
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved