Telkom University Surabaya Kembangkan Budidaya Kepiting Berbasis IoT untuk Tingkatkan Ukuran

Telkom University Surabaya mengembangkan inovasi dalam bidang Smart Urban Farming berfokus pada sektor perikanan, yaitu Smart Crabs House.

Penulis: Sulvi Sofiana | Editor: irwan sy
Telkom University
SMART CRABS HOUSE - Direktur Telkom University Surabaya, Prof Dr Tri Arief Sardjono ST MT, dan anggota tim peneliti dari COE, Muhammad Dwi Haryanto melihat kepiting dalam kontainer mini yang digunakan dalam sistem budidaya kepiting berbasis Internet of Things (IoT). Sistem ini memungkinkan pemantauan kualitas air secara otomatis untuk meningkatkan pertumbuhan dan ketahanan hidup kepiting. 

SURYA.co.id | SURABAYA – Telkom University Surabaya mengembangkan inovasi dalam bidang Smart Urban Farming berfokus pada sektor perikanan, yaitu dengan membuat Smart Crabs House.

Smart Crabs House adalah sistem budidaya kepiting berbasis Internet of Things (IoT) yang memungkinkan pemantauan kualitas air secara otomatis untuk meningkatkan pertumbuhan dan ketahanan hidup kepiting.

Direktur Telkom University Surabaya, Prof Dr Tri Arief Sardjono ST MT, menjelaskan bahwa kampusnya sedang mengembangkan lahan rooftop sebagai area bisnis berbasis Smart Urban Farming.

Konsep pertanian modern ini mencakup perkebunan buah, budidaya ikan nila, dan inovasi budidaya kepiting dengan sistem pintar.

"Kami ingin menjadikan hasil penelitian tim akademik sebagai prototipe yang bisa dihilirisasi. Dengan adanya Center of Excellent (COE), penelitian yang dilakukan dosen dan mahasiswa dapat diterapkan langsung ke masyarakat dan industri," ungkap Tri, Senin (24/3/2025).

Salah satu anggota tim peneliti dari COE, Muhammad Dwi Haryanto, menjelaskan bahwa penelitian Smart Crabs House berfokus pada peningkatan berat dan ukuran kepiting dengan pemantauan kualitas air berbasis IoT.

"Budidaya kepiting menghadapi tantangan besar, terutama dalam pemantauan kualitas air yang masih dilakukan secara manual. Keterlambatan dalam mendeteksi perubahan lingkungan bisa menyebabkan penurunan kualitas hidup kepiting, meningkatkan risiko kematian, serta menghambat produktivitas budidaya," jelasnya.

Menurutnya, teknologi IoT diterapkan dalam sistem pemantauan air di akuarium dan dilengkapi dengan sensor oksigen terlarut serta TDS meter untuk mengukur kadar garam dalam air.

"Kami menggunakan TDS meter karena kadar garam sangat berpengaruh pada pertumbuhan kepiting. Kepiting hanya membutuhkan kadar garam antara 15-20 ppm. Jika lebih dari itu, kepiting bisa mengalami gangguan pertumbuhan hingga mati," terangnya.

Dalam penelitian ini, tim membeli kepiting pada usia tiga minggu dan membudidayakannya hingga mengalami proses ganti kulit untuk meningkatkan berat tubuhnya.

"Saat pertama dibeli, satu kilogram berisi tiga ekor kepiting. Setelah 1,5 hingga 2 bulan dibudidayakan dengan sistem ini, kepiting bisa tumbuh hingga tiga kali lipat. Satu ekor yang awalnya hanya sekitar 150-170 gram bisa mencapai berat 500 gram," ungkapnya.

Selain faktor suhu dan kadar garam, pemberian pakan juga menjadi faktor penting dalam budidaya kepiting ini.

Tim peneliti memberikan pakan berupa usus ayam yang dicacah sebanyak dua kali sehari.

"Dalam budidaya kepiting, kita harus memperhatikan jadwal pemberian pakan, kadar oksigen terlarut dalam air, serta kadar garam. Semua faktor ini sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan kepiting," tambahnya.

Metode Smart Crabs House dikatakannya mampu memperpanjang masa hidup kepiting dalam kondisi segar.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved