Berita Viral

Sebut Larangan Study Tour Dedi Mulyadi Berdampak Besar hingga ke PKL, Asita Mau Lapor DPRD Jabar

Larangan sekolah menggelar study tour yang diputuskan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi, masih menjadi perdebatan. 

Editor: Musahadah
kolase tribun jabar/nazmi abdurrahman/pemprov jabar
EFEK DOMINO - Diskusi ilmiah dengan tema "Pentingnya Pendidikan Luar Kelas bagi Pelajar di Jawa Barat", yang digelar di Jalan Surapati, Kota Bandung, Kamis (6/3/2025). Diskusi ini membahas tentang larangan study tour yang diputuskan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi (kiri). 

SURYA.co.id - Larangan sekolah menggelar study tour yang diputuskan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi, masih menjadi perdebatan. 

Ketua Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (Asita) Jawa Barat (Jabar), Daniel Guna Nugraha menyebut larangan study tour itu akan menimbulkan efek domino yang besar di beberapa sektor. 

Daniel menyatakan hal itu dalam diskusi ilmiah dengan tema "Pentingnya Pendidikan Luar Kelas bagi Pelajar di Jawa Barat", yang digelar di Jalan Surapati, Kota Bandung, Kamis (6/3/2025).

Selain Asita, acara ini juga menghadirkan sejumlah akademisi dari Poltekpar NHI, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), dan perwakilan dari Dinas Pendidikan (Disdik) dan Dinas Budaya Pariwisata (Disparbud) Jabar. 

"Pariwisata itu kan sudah menjadi industri, banyak yang terlibat, sektornya, subsektornya banyak. Tidak hanya perjalanannya, transportasinya, destinasinya, hotel, restoran, dan catering, tetapi ternyata pedagang kaki lima juga terkena imbas," ujar Daniel Guna Nugraha. 

Baca juga: Berani Sebut Larangan Study Tour Dedi Mulyadi Sebagai Musibah, Ini Alasan Kadisbudpar Kota Cirebon

Dikatakan, larangan study tour ini didasarkan pada Surat Edaran Gubernur Jawa Barat, SE Nomor: 64/PK.01/Kesra tentang Study Tour pada Satuan Pendidikan Tahun 2024.

Daniel menambahkan, kebijakan ini juga mendapatkan respons dari wilayah wisata lainnya, seperti Jawa Tengah dan Jawa Timur.

"Dari grafik kuesioner, rata-rata sekolah menawarkan destinasinya ke luar wilayah Jawa Barat. Dan pada saat Jawa Barat ditutup kerananya, ke sebelah timur atau barat, pasti akan berdampak pada UMKM di sana, kepada tour creator. Itu sudah pasti, domino ini pasti berdampak," tegasnya.

Sebagai pelaku industri perjalanan wisata di Jabar, Daniel merasa penting bagi ASITA untuk merumuskan solusi alternatif dari sudut pandang akademik.

"Kami selaku pelaku industri perjalanan wisata di Jabar, merasa penting untuk merumuskan bersama solusi alternatif dari sudut pandang akademik," ujar Daniel.

Dari diskusi tersebut, kata dia, dihasilkan sejumlah usulan agar study tour tidak serta-merta dihilangkan, tapi dilakukan evaluasi agar mendapatkan solusi alternatif.

"Esensi study tour bagi pelajar kita banyak yang harus dievaluasi, konten kesesuaian mata pelajaran di sekolah dengan tema study tour, tata kelola persiapan dan pelaksanaan perjalanan," katanya.

Sebab, jika langsung dihilangkan maka akan ada efek domino yang besar. Tidak hanya perusahaan perjalanan wisata, tapi dampaknya bisa sampai ke pelaku usaha kecil.

 "Pariwisata itu kan sudah menjadi industri, banyak terlibat, sektornya, subsektornya banyak. Tidak hanya perjalanannya, transportasinya, destinasinya, hotel, restoran, dan catering, tapi ternyata pedagang kaki lima juga terkena imbas," katanya. 

Sehingga, kata dia, solusi yang ditawarkan salah satunya adalah study tour dilakukan di dalam Provinsi Jabar. 

"Contohnya tadi di Bekasi ada wisata industri yang juga bagus untuk pelajar SMK teknik, kemudian di Cirebon kita punya Batik Trusmi, Keraton Kasepuhan atau Kanoman yang bisa juga dikunjungi. Itu jadi objek pengganti selain Yogyakarta bagi teman-teman pelajar yang berasal, misalnya, dari daerah seperti Cianjur, Bogor, yang tidak ada kerajaan kita bawa ke situ atau dari Bandung bisa," ucapnya.

"Orang Cirebon diajak ke Bogor, Sukabumi atau daerah lainnya. Kemudian, pemilihan konten, tadi kan sudah ketahuan, kontennya selama ini kan tidak sesuai dengan sekolah, operator dengan destinasi sekolah juga tidak nyambung," tambah dia.

Hasil diskusi ini, lanjut Daniel, akan disampaikan kepada Pemerintah dan DPRD Jabar yang memiliki kewenangan dalam aturan dan kebijakan.

"Ini harus disampaikan kepada eksekutif dan legislatif karena mereka yang punya kuasa atas semua kebijakan dan aturan," tegasnya. 

Di sisi lain, Daniel mengakui bahwa keluarnya Surat Edaran tentang study tour ini menjadi kritik bagi semua pihak, khususnya bagi dunia industri wisata.

Ia menyoroti masih banyaknya travel di luar keanggotaan ASITA yang belum berlisensi.

"Kita sebagai asosiasi harus bersuara dan bersikap. Ini travel banyak yang tidak diurus. Banyak yang masih bodong, belum resmi, dan belum berafiliasi," pungkasnya.

Sementara itu, Kepala Bidang Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus Dinas Pendidikan Provinsi Jabar, AI Nur Hasan, menegaskan bahwa larangan study tour ini bukan berarti melarang masyarakat untuk berwisata. 

"Yang kita larang adalah study tour yang berlabel sekolah. Jika anak-anak ingin wisata, silakan saja, bisa dilakukan di hari libur dengan orang tua, tetapi tidak di lembaga sekolah dan tidak menjadi rangkaian pembelajaran. Prinsipnya adalah menghindari pembebanan biaya kepada orang tua," tuturnya.

Disbudpar Kota Cirebon Anggap Musibah

Sebelumnya, Kepala Disbudpar Kota Cirebon, Agus Sukmanjaya, bahkan menyebut kebijakan tersebut ibarat musibah bagi pelaku usaha pariwisata.

Meski demikian, larangan itu juga membuka peluang evaluasi dan pengembangan potensi wisata lokal.

"Ya, bagi para pelaku tour and travel di Cirebon khususnya merupakan sebuah tsunami atau musibah ya (dengan adanya Inpres Nomor 1 Presiden dan imbauan Gubernur soal larangan studi tour) itu."

Baca juga: Balasan Menohok Dedi Mulyadi usai Ditipu Titin Pedagang Pasar Ciamis Ngaku Kios Ludes: Mempermalukan

"Tapi kan di balik itu ada banyak peluang yang justru kita bisa evaluasi, bagian juga dari potensi," ujar Agus saat diwawancarai di kantornya, Selasa (4/3/2025).

Agus mengatakan, larangan studi tour juga berdampak pada kunjungan wisata dari luar daerah.

Bahkan, sejumlah agen perjalanan dari Jawa Tengah dan Jawa Timur mulai membatalkan perjalanan ke Jawa Barat.

Untuk menghadapi situasi ini, Disbudpar Kota Cirebon berencana memperkuat promosi wisata berbasis kolaborasi antarwilayah se-Cirebon Raya yang meliputi Cirebon, Kuningan, Majalengka.dan Indramayu.

"Strategi kita adalah sekarang kita tinggal ayo kita kuatkan apa yang kita punya."

"Artinya, ini momentum untuk bagaimana masing-masing kabupaten dan kota itu egosektoral kita turunkan," ucapnya.

Agus juga menyoroti pentingnya standardisasi perusahaan tour and travel guna meningkatkan kualitas dan keamanan layanan.

"Ini juga saatnya kita buat semacam kompetensi dari masing-masing tour and travel, juga harus kita mulai standardisasi."

"Kan banyak ternyata kejadian kasus-kasus kecelakaan karena bisnisnya tidak tersertifikasi," jelas dia.

Sebagai langkah awal, Disbudpar Kota Cirebon akan menggelar forum diskusi bersama asosiasi tour and travel dalam waktu dekat. 

Forum tersebut diharapkan menjadi wadah aspirasi sekaligus perumusan strategi penguatan sektor pariwisata di Cirebon.

Balasan Menohok Dedi Mulyadi 

DEDI MULYADI DIDUKUNG - Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi usai mengikuti pelantikan Kepala Daerah di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Kamis (20/2/2025). Dedi Mulyadi Tak Gentar Dicaci Maki Usai Copot Siti Faizah.
DEDI MULYADI DIDUKUNG - Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi usai mengikuti pelantikan Kepala Daerah di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Kamis (20/2/2025). Dedi Mulyadi Tak Gentar Dicaci Maki Usai Copot Siti Faizah. (Tribunnews/Taufik Ismail)

Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menjawab kritikan yang dilayangkan kepadanya terkait kebijakan pelarangan sekolah melakukan study tour ke luar Jawa Barat 

Pada awalnya Dedi Mulyadi mengucapkan terimakasih pada pihak yang mengkritik kebijakannya, karena itu bagian demokrasi. 

Namun, khusus kritikan yang disampaikan pengusaha tour and travel, Dedi memberikan jawaban yang menohok. 

"Saya tegaskan, travel, penyelenggara kegiatan perjalanan wisata. Kenapa harus obyeknya anak sekolah?," tanya Dedi dalam video yang diunggah di youtube Kang Dedi Mulyadi Channel pada Rabu (26/2/2025). 

Menurut Dedi, kalau menjadikan obyek anak sekolah, berarti telah melakukan eksploitasi terhadap proses pendidikan. Mengubah dari pendidikan yang punya karakter menjadi komersial. 

Baca juga: Dampak Dedi Mulyadi Larang Sekolah Study Tour, Ramai-ramai Cancel, Kunjungan Wisata Lokal Turun

"Kalau jadi penyelenggara tour and travel obyeknya anak sekolah, gak usah belajar marketing. 
Itu cukup bertemu dengan kepala sekolah, kasih diskon yang cukup jadi deh barang. Meskipun kualitas penyelenggaraannya misalnya buruk, dan busnya mengalami kecelakaan seperti terjadi di siswa SMK di Depok, di Ciater," kata Dedi yang merekam videonya saat masih mengikuti retreat kepala daerah di Magelang. 

Terkait tudingan bahwa soal kemiskinan tugas gubernur, menurut Dedi, justru kegiatan yang dilakukan dalam rangka menurunkan angka kemiskinan. 

Alasannya, orangtua yang berpenghasilan pas-pasan, dengan mengikuti kegiatan-kegiatan di sekolah yang menghabiskan anggaran 4-5 juta, hal itu itu bisa berdampak pada menurunnya angka kualitas hidupnya. 

Orangtua akan mencari pinjaman, baik ke rentenir, pinjaman online hingga bank keliling. 

Akhirnya hal ini menjadi pembebanan ekonomi dan angka kemiskinan semakin meningkat. 

"Sedangkan pembebasan mereka dari kewajiban untuk melakukan pembayaran di luar kebutuhan dasarnya, itu ikhtiar untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Mendidik masyarakat untuk investasi," katanya. 

Menurut Dedi, negara telah mensubsidi pendidikan triliunan rupiah agar beban orangtua menurun, bahkan hingga zero.

Tetapi kalau masih ada kegiatan pungutan in, maka subsidi pendidikan tidak ada arti. 

"Kalau tidak ada arti, lebih baik sekolah bayar saja, uang puluhan triluan untuk kepentingan, investasi, infrastruktur dan kegiatan lain yang bermanfaat bagi publik," selorohnya. 

Dedi mencontohkan, jika jumlah seluruh siswa SMA/SMK kelas 3 di Jawa Barat ada 800.000 orang, jika semuanya diminta membayar Rp 4 juta untuk study tour, maka diperlukan dana Rp 3,2 triliun. 

"Dana Rp 3,2 T itu lari kemana-mana. Kalau Rp 3,2 T didorong untuk investasi, persiapkan masuk Perguruan Tinggi, bekerja, mengikuti pelatihan yang bermanfaat, ini sangat berarti. Untuk itu mari kita bersama-sama membangun negeri ini dengan cara berpikir dan cara berpandangan rasional," katanya. 

Dedi tidak melarang siswa kelas 3 untuk membuat kegiatan kreatif yang berkesan dengan budget minim, seperti kegiatan seni saat perpisahan atau foto kenangan yang dikoordinir OSIS. 

"Yang dilarang itu kegiatan yang melibatkan sekolah, mengumpulkan uang, memobilisasi siswa demi kepentingan yang sifatnya sekedar hura-hura," tegasnya. 

Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul Ada Efek Domino Larangan Study Tour, Asita Jabar: Perlu Evaluasi dan Solusi Alternatif

>>>Update berita terkini di Googlenews Surya.co.id

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved