SURYA Kampus

Sosok Fendryan Gabriel, Anak Pekerja Migran yang Berhasil Lulus S1 UGM Berkat Beasiswa Afirmasi

Fendryan Gabriel (25), berhasil meraih gelar sarjana di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. Begini kisah perjuangannya

Penulis: Arum Puspita | Editor: Musahadah
UGM
MAHASISWA BERPRESTASI - Fendryan Gabriel, meraih gelar sarjana di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. 

SURYA.CO.ID - Besar di tanah perantauan dengan keterbatasan ekonomi tak membuat Fendryan Gabriel (25), menyerah untuk menggapai mimpi bisa kuliah. 

Pemuda yang akrab disapa Fendi ini berhasil meraih gelar sarjana di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta,

Dia bersama 1.408 lulusan Sarjana dan Sarjana Terapan lainnya yang diwisuda, Rabu (26/2/2025), di Grha Sabha Pramana UGM.

Bagaimana kisah Fendi? Berikut selengkapnya dikutip SURYA.CO.ID dari laman UGM. 

Terbiasa Berpindah-pindah

Fendi berasal dari Nusa Tenggara Timur. Namun, dia tumbuh besar di Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan. 

Sejak kecil dirinya sudah berpindah-pindah tempat tinggal.

Dia menyelesaikan sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP) di Sekolah Indonesia Kota Kinabalu (SIKK), Malaysia.

Kemudian, melanjutkan pendidikan menengah atas di SMKN 2 Simpang Empat, Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.

Meski telah kembali ke tanah air, Fendi merasa seperti orang asing di negeri sendiri ketika itu.

“Bahkan imigrasi sempat mendatangi (keluarga) kami karena ada laporan bahwa kemungkinan ada imigran gelap di sekitar,” kenangnya.

Tetap Semangat

Fendi terlahir dari orang tua yang hanya lulusan SMP dan SD. 

Kendati begitu, dia tak membiarkan impiannya terkubur begitu saja.

Baca juga: Sosok Hayya Raisa, Wisudawan Termuda UGM yang Lulus di Usia 20 Tahun dan Dapat IPK 3,76

Beruntung, Fendi mendapat motivasi dari guru di SMK-nya.

Akhirnya, dia mantap memilih UGM.

“Bagai katak di bawah tempurung, saya hanya mendapatkan sedikit sekali informasi perihal jenjang kuliah saat itu di tempat saya,”ujarnya.

Titik balik kehidupan Fendi terjadi pada 2019, saat dinyatakan lolos Program Studi Sastra Inggris, Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UGM, melalui jalur afirmasi bagi anak-anak TKI.

Tak hanya itu, Ia juga berhasil mendapatkan beasiswa Afirmasi Dikti (ADik) oleh Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia.

Meski begitu, berbagai tantangan tentu dihadapi untuk beradaptasi di lingkungan baru di Yogyakarta.

Namun, hal itu tidak membutuhkan waktu lama baginya untuk bisa merasa nyaman.

Berkat dukungan teman-teman asrama, yang sebagian besar juga perantau, proses adaptasi berjalan dengan lancar. 

Rasa kebersamaan ini membantu Fendi merasa seperti di rumah, jauh dari tempat asalnya di Kalimantan Selatan. 

Suara gamelan yang sering berkumandang di lingkungan asrama Darmaputera Baciro juga menjadi salah satu kenangan awal yang membuatnya merasa betah.

“Petanda yang baik, bukan?” katanya.

Ikut Pertukaran Mahasiswa

Di awal kuliah, Fendi hanya fokus menjalani kewajiban sebagai mahasiswa. 

Kemudian pada 2022, ia mulai aktif di berbagai kegiatan kampus. 

Pencapaian terbesar Fendi adalah menjadi angkatan pertama yang mengikuti program pertukaran mahasiswa Kampus Merdeka ke Universitas Al-Washliyah, Medan.

“Dengan segala kendala dan kondisi COVID-19, puji Tuhan saya bisa menyelesaikannya, Program ini membawa saya pada pengalaman baru yang memperkaya wawasan, baik akademik maupun non-akademik,” ujarnya.

Kegiatan lain yang juga membentuk karakter kepemimpinannya adalah pengalaman Kuliah Kerja Nyata (KKN), yang mengajarkannya pentingnya inisiatif untuk memulai percakapan dengan orang-orang baru.

Melalui KKN, ia mengatakan, ia bisa belajar bagaimana membangun relasi sosial yang kuat, hal yang sangat penting untuk kesuksesan di masa depan.

Menyelesaikan skripsi juga menjadi salah satu tantangan terbesar yang dihadapi Fendi.

Sempat mengganti judul setelah seminar proposal di semester 6, ia mengaku butuh dua tahun lebih untuk menyelesaikan skripsi.

Baginya, butuh waktu cukup lama untuk menyadari bahwa ia takluk pada karakternya sendiri.

Ketika ia akhirnya berani untuk membuka komunikasi dengan dosen pembimbing skripsinya, segalanya mulai berjalan lebih lancar.

Hingga di Semester 11, ia lulus dengan nilai B+ dan dengan judul skripsi ‘Teknik Penerjemahan Nomina Majemuk Bahasa Indonesia pada Artikel Berita Daring Antara News.’

“Saya percaya pentingnya peran dosen dalam proses ini. Diskusi, kritikan, masukan, dan deadline dari dosen pembimbing, itulah bensin yang paling lambat habisnya,” katanya.

===

Kami mengajak Anda untuk bergabung dalam Whatsapp Channel Harian Surya. Melalui Channel Whatsapp ini, Harian Surya akan mengirimkan rekomendasi bacaan menarik Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Persebaya dari seluruh daerah di Jawa Timur.  

Klik di sini untuk untuk bergabung 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved