HGB di Atas Laut
SOSOK Sandi Martapraja Ketua LSM Beda Pemikiran Dengan Kholid, Sebut Tanggul Laut Swadaya Warga
JRP melalui koordinatornya bernama Sandi Martapraja menyebut pembangunan pagar laut sepanjang 30,16 kilometer itu dibangun secara swadaya
SURYA.CO.ID – Beragam komentar dan pendapat soal pagar laut di pesisir pantai utara Kabupaten Tangerang, Banten.
Pekan lalu, muncul sebuah LSM yang terkesan membela pembangunan pagar laut. Organisasi itu bernama Jaringan Rakyat Pantura (JRP).
JRP melalui koordinatornya bernama Sandi Martapraja menyebut pembangunan pagar laut sepanjang 30,16 kilometer itu dibangun secara swadaya (gotong royong) oleh warga setempat.
"Jadi kalau dibilang ini adalah pagar laut itu hoax, yang ada yaitu tanggul laut yang dibangun secara swadaya dan dampaknya berguna untuk menahan ombak laut, menghindari terjadinya abarasi," ujar Sandi Martapraja kepada awak media, Senin (13/1/2025).
"Seiring berjalannya waktu ternyata tanggal laut ini juga memberi keuntungan bagi melayan karena ditumbuhi kerang hijau, lalu diberi waring untuk bidudaya," sambungnya.
Baca juga: Siapa Pejabat Pemberi Sertifikat HGB dan SHM di Area Pagar Laut Tangerang? 2 Eks Menteri Cuci Tangan
Sandi Martapraja kembali jadi sorotan setelah muncul di sebuah acara televisi dengan pernyataan yang hampir sama.
Lalu siapa sebenarnya Sandi Martapraja?
Ternyata terdapat fakta yang cukup mengejutkan dari sosok Sandi Martapraja.
Sandi Martapraja sebelumnya mengatasnamakan sebagai mahasiswa Universitas Muhammadiyah Tangerang (UMT).

Namun ternyata dia telah didrop out dari kampusnya, sejak 2021 lalu.
Hal itu disampaikan Kepala Humas UMT, Agus Kristian saat dikonfirmasi, pada Selasa (21/1/2025).
"Menanggapi hal tersebut Kampus UMT membenarkan Saudara Sandi sudah tidak menjadi mahasiswa UMT sejak Tahun 2021," kata dia.
Baca juga: Kecurigaan Nelayan Kholid Terbukti? Pagar Laut Tangerang Ternyata Memiliki 263 Sertifilat HGB
Agus menjelaskan, berdasarkan data yang tercatat, koordinator Jaringan Rakyat Pantura itu sebelumnya merupakan mahasiswa di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisip).
"Seperti yang tercatat di data kami dia (Sandi) kuliah ilmu pemerintahan di FISIP UMT," paparnya.
Pukulan Telak Masyarakat?
Jaringan Rakyat Pantura (JRP) menyebut pembangunan tanggul laut yang berada di pesisir pantai utara Kabupaten Tangerang merupakan pukulan telak dari masyarakat.
Pasalnya keberadaan susunan bambu yang membentang sepanjang 30,16 kilometer itu dibangun secara swadaya oleh warga setempat.
Koordinator JRP, Sandi Martapraja mengatakan, tanggul laut tersebut dibangun oleh masyarakat sekitar untuk meminimalisir terjadinya bencana alam.
Baca juga: Duduk Perkara Pagar Laut Tangerang Viral Diungkap Nelayan Kholid, Geram Laporan Lamban Ditangani
"Jadi kalau dibilang ini adalah pagar laut itu hoax, yang ada yaitu tanggul laut yang dibangun secara swadaya dan dampaknya berguna untuk menahan ombak laut, menghindari terjadinya abarasi," ujar Sandi kepada awak media, Senin (13/1/2025).
"Seiring berjalannya waktu ternyata tanggal laut ini juga memberi keuntungan bagi melayan karena ditumbuhi kerang hijau, lalu diberi waring untuk bidudaya," sambungnya.
Kemudian ia menuturkan tingkat kesejahteraan masyarakat yang tinggal di pesisir Kabupaten Tangerang sangat memprihatinkan di era kemajuan teknologi yang sangat pesat sekarang ini.
Hal tersebut disampaikan dengan menilik fakta belum adanya kebijakan pemerintah pusat ataupun pemerintah daerah demi memajukan kesejahteraan masyarakat yang mayoritas bekerja sebagai nelayan.
"Sampai saat ini belum ada kebijakan yang bisa dirasakan secara signifikan oleh para nelayan Mau itu Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi Banten, Pemerintah Kabupaten Tangerang," ungkapnya.
"Jadi belum ada tindakan yang serius, yang memiliki dampak terhadap masyarakat di pesisir Kabupaten Tangerang yang bekerja sebagai nelayan ini," paparnya.
Menurutnya dengan dipasangnya tanggul laut tersebut seharusnya dapat dijadikan pelajaran berarti bagi pemerintah untuk segera menerapkan kebijakan yang berdampak langsung bagi warga sekitar.
Sebab tanggul laut yang dibangun menggunakan bahan bambu atau cerucuk bertinggi sekitar 6 meter itu terpampang meliputi enam kecamatan di Kabupaten Tangerang.
Mulai dari tiga desa di Kecamatan Kronjo, tiga desa di Kecamatan Kemiri, empat desa di Kecamatan Mauk, satu desa di Kecamatan Sukadiri dan tiga desa di Kecamatan Pakuhaji, serta dua desa di Kecamatan Teluknaga.
"Harusnya pemerintah malu bukan malah panik tidak karuan seperti ini, karena warga dengan inisiatif membangun pertahanan hidup secara alami meski di tengah kondisi kesejahteraan hidup yang apa adanya," ucapnya.
Kholid Sebut Tidak Masuk Akal Hasil Swadaya Warga, Butuh Miliaran
Apa yang diungkapkan Sandi bertolak belakang dengan Kholid yang mengaku pagar laut itu sudah diketahui dia dan para nelayan sejak lama, namun saat itu belum dikotak-kotak.
Dia juga pernah berbicara dengan pekerja yang diminta memasang pagar dari bambu tersebut.
Pekerja ini mengaku diperintah oleh sebuah korporasi yang cukup ternama di Jakarta.
Setiap hari, pekerja ini diberi upah Rp 100.000.
"Kalau dibilang pagar misterius begitu rumitnya, saya mah lucu aja. Gak misterius," katanya.
Kholid membantah pagar laut ini sengaja dibuat nelayan untuk mengatasi abrasi.
Menurutnya, alasan itu tidak masuk akal karena untuk membuat pagar laut sepanjang 30,16 km itu membutuhkan dana miliaran rupiah.
"Kalau misalnya swadaya masyarakat. Hampir 5 juta bambu. Kalau dikali 4 juta, berapa miliar itu. Tidak masuk, kalau dilakukan nelayan," tegasnya.
Menurut Kholid, seharusnya negara cepat hadir dengan fakta-fakta ini.
Apalagi, pihaknya juga sudah melaporkan hal ini ke DKP provinsi, dan mereka mengaku sudah tahu dan sudah menyidaknya.
Namun, baru-baru ini saja hal ini ramai dan ditindaklanjuti.
"Kok ini seperti negara sudah dicaplok korporasi. Takut amat gitu. Udah jelas ini adalah pelanggaran, kok masih disegel-segel. Nelayan salah sedikit aja di laut, udah ditangkap.
"Ini kaitannya dengan pemodal besar, kok seperti takut-takut. Cari apa lagi? Ini udah jelas melanggar, tangkap, cabut," tegasnya.
Diakui Kholid, dia begitu marah dan emosi karena tidak ingin dikelola oleh korporasi-korporasi.
"Kalau dikelola korporasi sampai kiamat kita akan miskin terus. Modelnya begini nih, bikin miskin," katanya.
Kholid bahkan siap memimpin masyarakat Banten untuk melawan korporasi tersebut.
"Kalau negara gak berani melayan korporasi, saya yang akan melawan, saya akan pimpin masyarakat Banten untuk melawan korporasi itu," serunya.
Sosok Kepala Kantor BPN Sidoarjo Muh Rizal yang Terimbas Polemik Sertifikat HGB di Atas Laut |
![]() |
---|
Hasil Investigasi BPN Terkait Lahan Bersertifikat HGB di Atas Laut Sidoarjo: Semula Berupa Tambak |
![]() |
---|
Pakar Kelautan Unair Surabaya: Pagar Laut HGB Berpotensi Merusak |
![]() |
---|
Duduk Perkara Sertifikat HGB di Laut Sidoarjo Ternyata Legal, Ini Alasan Menteri ATR/BPN Batalkan |
![]() |
---|
Temuan SHM di Laut Sumenep, DPRD Jatim Desak Investigasi Mendalam |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.