Pemkot Surabaya Akan Ajukan Pinjaman Rp 5 Triliun untuk Bangun Infrastruktur

Pemerintah Kota Surabaya berencana menambah alternatif pembiayaan pembangunan infrastruktur melalui pinjaman keuangan. 

Penulis: Bobby Constantine Koloway | Editor: Cak Sur
SURYA.CO.ID/Bobby Constantine Koloway
Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi. 

SURYA.CO.ID, SURABAYA - Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya berencana menambah alternatif pembiayaan pembangunan infrastruktur melalui pinjaman keuangan. 

Bekerja sama dengan PT Sarana Multi Infrastruktur (PT SMI) sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang pembiayaan infrastruktur, Pemkot Surabay akan mengajukan pinjaman senilai Rp 5 triliun.

Saat ini, Pemkot Surabaya tengah mematangkan detail kerja sama antara kedua belah pihak. 

"Saat ini kami masih hitung-hitungan dengan SMI," kata Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi, Jumat (3/1/2025).

SMI dipilih sebagai mitra kerja sama dalam pembiayaan, karena memperhitungkan nilai pinjaman. 

Menurut Wali Kota Cak Eri, tidak banyak perusahaan keuangan dalam negeri yang bisa menyiapkan pinjaman dalam nominal besar seperti SMI.

Selain mempertimbangkan nominal, Cak Eri mengaku juga tengah membahas besaran bunga yang nantinya dibayarkan. 

PemkotSurabaya  mengusulkan agar bunga pinjaman tidak lebih dari 5 persen per tahun.

"Kalau dari SMI, mintanya 6 persen. Sedangkan kami (Pemkot Surabaya) minta di 4-5 persen. Ini yang kemudian tengah dihitung," jelas mantan Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya ini.

Apabila SMI tidak bisa menurunkan bunga pinjaman, maka Pemkot Surabaya membuka peluang untuk meminjam di tempat lain dengan bunga yang relatif lebih rendah. Misalnya, di kumpulan perbankan yang bisa memberikan pinjaman hingga Rp 2 triliun.

"Kalau bunga di SMI bisa turun, maka kami akan pinjam full di situ. Kalau tidak, maka sebagian (pinjaman) akan kerja sama dengan pihak lain yang memiliki bunga lebih rendah," tutur Cak Eri.

Menurutnya, alternatif pembiayaan diperlukan untuk mendukung pembangunan di Surabaya

Berdasarkan perhitungan saat ini, proses pembangunan tidak bisa optimal apabila hanya mengandalkan APBD yang baru mencapai Rp 11 triliun.

"Untuk pendidikan seperti sekolah gratis, kesehatan seperti iuran BPJS dan kebutuhan wajib lainnya mencapai Rp 8,3 triliun (APBD). Kalau (APBD) sekitar Rp 10 triliun, kami cuma punya anggaran sekitar satu koma sekian triliun untuk penyelesaian banjir dan sebagainya," beber Cak Eri.

"Makanya, kalau tidak (menyiapkan alternatif pembiayaan), pembangunan nggak selesai-selesai," tambah Ketua Ikatan Keluarga Alumni IKA Institut Teknologi 10 November (ITS) Jatim ini.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved