Pendidikan

Wacana Penghapusan Zonasi PPDB, Dindik Jatim : Zonasi Menghapus Sekolah Favorit

Penerapan sistem zonasi di Jawa Timur masih berjalan cukup baik. Bahkan Jawa Timur mendapat penghargaan terbaik dalam pelaksanaan PPDB oleh pemerintah

Penulis: Sulvi Sofiana | Editor: Wiwit Purwanto
SURYA.CO.ID/Bobby Constantine Koloway
Ilustrasi pendaftaran PPDB SMP negeri di Dinas Pendidikan Surabaya. 

SURYA.CO.ID SURABAYA - Penerapan sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di Jawa Timur dianggap telah mampu menghapus paradigma sekolah favorit.

Hal ini diungkapkan Kepala Dinas Pendidikan (Dindik) Jatim, Aries Agung Paewai menanggapi wacana penghapusan sistem zonasi dalam PPDB yang sedang dikaji dan dipelajari Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Prof Abdul Mu’ti.

Aries mengungkapkan penerapan sistem zonasi di Jawa Timur masih berjalan cukup baik. Bahkan Jawa Timur mendapat penghargaan terbaik dalam pelaksanaan PPDB oleh pemerintah.

“Kalau ini sudah baik mungkin regulasinya sistemnya yang diperbaiki. Ini pemerataan pendidikan. Kalau zonasi hilang berarti ada sekolah tertentu menjadi unggulan,"tegasnya, Jumat (20/12/2024) dikonfirmasi SURYA.CO.ID.

Menurutnya, penghapusan sistem zonasi akan membuat siswa yang kehilangan kesempatan masuk sekolah di sekitar tempat tinggalnya karena harus bersaing dengan siswa yang memiliki nilai lebih unggul.

Terpisah, Prof Tuti Budirahayu Dra MSi pakar sosiologi pendidikan Universitas Airlangga (Unair) mengungkapkan persoalan mendasar dari sistem zonasi berakar pada ketimpangan kualitas dan distribusi sekolah di Indonesia. 

"Selama ini, kualitas sekolah seringkali ditentukan oleh kemampuan dan harapan kelompok masyarakat," ujarnya.

Sehingga secara sosiologis, sekolah berkualitas cenderung tumbuh di lingkungan masyarakat strata menengah-atas yang memiliki sumber daya lebih besar. 

Sebaliknya, masyarakat menengah-bawah sering kali harus menerima sekolah yang minim fasilitas, baik dalam hal sarana-prasarana maupun mutu tenaga pengajar.

Ketimpangan itu, menurut Prof Tuti, telah membentuk dikotomi yang tajam. Anak-anak dari sekolah dengan fasilitas seadanya tidak dituntut mencapai prestasi akademik tinggi, sementara sekolah unggulan menjadi eksklusif bagi kelompok tertentu. 

"Implementasi zonasi justru menjadi tantangan besar karena memaksa semua pihak untuk menghadapi kenyataan ketimpangan ini secara langsung,"lanjutnya.

Meski zonasi bertujuan mulia, yaitu pemerataan akses pendidikan, pelaksanaannya sering memunculkan polemik. Prof Tuti menekankan bahwa kembali ke sistem rayonisasi akan menghilangkan semangat pemerataan pendidikan. 

"Jika kita kembali ke rayonisasi, kita mundur dalam upaya memberikan akses pendidikan yang adil dan merata," jelasnya.

Namun, Prof Tuti juga mengakui bahwa sistem zonasi memerlukan penyempurnaan. Salah satu solusi yang ia usulkan adalah peningkatan kualitas sekolah di seluruh wilayah. 

"Negara harus berpihak pada peningkatan kualitas sekolah dan guru," tegasnya.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved