Pilkada 2024

Wacana Pilkada Lewat DPRD Terus Dihembuskan, Cawali/Cabup Butuh 70 Miliar, Cagub Bisa 1,7 Triliun

Sedangkan untuk calon Bupati/Wali Kota harus memiliki modal sekitar Rp10 miliar sampai Rp 70 miliar.

surya/Bobby Constantine Koloway (Bobby)
Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri), Bima Arya Sugiarto memberikan arahan di depan para staf Pemkot Surabaya, Kamis (19/12/2024). 

SURYA.CO.ID, KOTA SURABAYA - Wacana yang dilempar Presiden Prabowo Subianto agar Pilkada lima tahun mendatang dilakukan lewat DPRD alias tidak secara langsung, terus dihembuskan di daerah.

Salah satu alasannya, sistem pemilihan langsung dirasakan boros anggaran. Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri), Bima Arya Sugiarto pun mengungkapkan besarnya modal yang dibutuhkan untuk maju dalam pencalonan di pilkada.

Berbicara saat memberikan arahan di depan para staf Pemkot Surabaya, Kamis (19/12/2024), Bima Arya mengungkapkan bahwa revisi sistem Pilkada masuk dalam prioritas pemerintah pusat. 

Mengutip arahan Presiden Prabowo, kebutuhan anggaran untuk Pilkada secara langsung yang cukup besar menjadi salah satu pertimbangannya.

"Bapak Presiden (Prabowo Subianto) melihat Pilkada ini mahal. Boros," kata Bima Arya di hadapan pegawai pemkot yang turut dihadiri Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi ini.

Bima mencontohkan anggaran yang harus dikeluarkan kandidat di pemilihan langsung. Mulai dari modal calon legislatif (caleg) DPRD tingkat kabupaten/kota saja mencapai Rp 500 juta sampai Rp 1 miliar.

Sedangkan untuk calon Bupati/Wali Kota harus memiliki modal sekitar Rp10 miliar sampai Rp 70 miliar. "Sedikit berbeda kalau yang maju adalah incumbent (petahana). Mungkin tidak banyak. Sebab sudah memiliki modal sosial," kata mantan Wali Kota Bogor dua periode ini.

Angka yang lebih fantastis harus dikeluarkan seseorang ketika maju di pemilihan Gubernur. Bima mengungkapkan, Calon Gubernur harus menyiapkan di angka ratusan miliar hingga triliunan.

"Untuk (calon) gubernur, ini yang ngeri. Minimal, Rp 400 miliar. Bahkan ada yang sampai Rp 1,7 triliun," ungkapnya.

Menurut Bima, besarnya modal tersebut membuka potensi penyimpangan oleh kepala daerah. Kepala daerah terpilih akan berupaya untuk mengembalikan modal yang dikeluarkan.

"Pertanyaannya, uangnya dari mana? Dan balik modalnya bagaimana? Makanya nggak beres ini. Nggak beres," kata mantan Ketua Asosiasi Pemerintahan Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) ini.

Sehingga, pemerintah bersama DPR sepakat untuk melakukan pembahasan revisi pelaksanaan Pilkada mulai 2025. Bersama Komisi II DPR RI, pemerintah akan mencari opsi penyempurnaan pelaksanaan Pilkada.

Menurutnya, ada dua alternatif yang disiapkan dalam penyempurnaan sistem Pilkada tersebut. Pertama, Pilkada tetap langsung namun dengan perbaikan sistem untuk mencegah politik uang.

Kedua, Pilkada akan dikembalikan DPRD. Dengan kata lain, kepala daerah akan kembali dipilih DPRD Provinsi, kabupaten/kota.

"Ini masih akan dibahas. Tahun depan akan masuk pembahasan di Komisi II karena revisi UU Pilkada masuk dalam Prolegnas (Program Legislasi Nasional)," kata politisi Partai Amanat Nasional (PAN) ini.

Halaman
12
Sumber: Surya
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved