Berita Surabaya

Ada Penurunan Daya Beli Masyarakat, PT Suparma Tetap Optimistis Capai Penjualan Rp 2,7 Triliun 2024

PT Suparma Tbk mencatatkan kinerja positif di 2024, bahkan optimistis hingga akhir tahun bisa mencapai target penjualan Rp 2,7 triliun.

Penulis: Sri Handi Lestari | Editor: irwan sy
sri handi lestari/surya.co.id
Direktur PT Suparma Tbk, Hendro Luhur (kedua dari kanan), saat hadir bersama direksi lainnya dalam public expose kinerja hingga kuartal III tahun 2024 yang optimis capai target penjualan hingga akhir tahun. 

SURYA.co.id | SURABAYA – Produsen aneka kertas dan tissue, PT Suparma Tbk, mencatatkan kinerja positif di 2024, bahkan optimistis hingga akhir tahun bisa mencapai target penjualan Rp 2,7 triliun.

Direktur PT Suparma Tbk, Hendro Luhur, menjelaskan kondisi ekonomi memang kurang bagus.

"Hal ini akibat menurunnya daya beli masyarakat akibat melambatnya pertumbuhan ekonomi. Disisi lain, isu akan kenaikan PPN menjadi 12 persen tahun 2025 membuat banyak kalangan yang bersikap wait and see," kata Hendro, saat media briefing public expose secara online di Surabaya, Senin (25/11/2024).

Namun pihaknya tetap optimis karena penjualan hingga September 2024 atau akhir Kuartal III, emiten berkode SPMA ini telah mencapai 72,7 persen atau senilai Rp 1,96 triliun.

“Selanjutnya dihitung hingga Oktober, penjualan kami telah mencapai 81,6 persen dari target senilai Rp 2,2 triliun. Jadi kami sangat optimis target tahun ini sebesar Rp 2,7 triliun akan terlampaui,” jelas Hendro.

Beberapa strategi juga telah disiapkan. Diantaranya dengan memperkuat pasar di segmen hotel, restaurant dan kafe (Horeka).

Pasar di segmen ini merupakan pasar paling utama Perseroan terutama untuk produk kertas tissue.

"Saat ini kondisi pasar Horeka tetap menjanjikan. Banyak hotel, restaurant dan kafe baru yang buka dan semua ramai," ungkap Hendro.

Selain itu, pihaknya juga tetap menggarap segmen UMKM terutama untuk produk kertas LWK.

Kertas ini memang banyak dikonsumsi pelaku UMKM terutama untuk bungkus makanan.

“Musim Pilkada dampaknya terhadap produk kami juga cukup bagus meskipun tidak secara langsung. Sebab banyak kegiatan tentu banyak pula memerlukan kertas LWK dan juga kertas tissue,” lanjut Hendro.

Dia mengakui selama sembilan bulan ini laba SPMA mengalami penurunan 20,1 persen menjadi Rp 114,9 miliar.

Hal ini disebabkan peningkatan beban pokok penjualan Rp 46,2 miliar yang menyebabkan penurunan laba kotor Rp 36,6 miliar dan penurunan margin laba kotor menjadi 16,3 persen.

Harga jual rata-rata kertas selama sembilan bulan ini juga turun 3,5 persen menjadi Rp 11.939 per kilogram (kg), tapi secara kuantitas, penjualan kertas SPMA naik sebanyak 7.300 MT atau 4,6 persen menjadi 164.295 MT.

Untuk itu, pihaknya juga terus melanjutkan investasi seperti investasi mesin Steam boiler dengan kebutuhan belanja modal sebesar USD 10 juta.

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved