Berita Viral

Sosok Anggota DPR yang Ungkap Duduk Perkara Jaksa Muda Jovi Andrea Bachtiar Dipecat dan Dituntut

Sosok seorang anggota DPR jadi sorotan setelah mengungkap duduk perkara kasus Jaksa Muda Jovi Andrea Bachtiar dipecat dan dituntut.

kolase Tribunnews dan Tribun Medan
Ahmad Sahroni (kanan), Anggota DPR yang Ungkap Duduk Perkara Jaksa Muda Jovi Andrea Bachtiar (kiri) Dipecat dan Dituntut. 

SURYA.co.id - Sosok seorang anggota DPR jadi sorotan setelah mengungkap duduk perkara kasus Jaksa Muda Jovi Andrea Bachtiar dipecat dan dituntut.

Dia adalah Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni.

Awalnya, ia merasa heran kenapa ada seorang jaksa muda di Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kajati Sumut) yang sampai ditangkap polisi, lalu kini diadili 

Dia menyebut sudah bertemu langsung dengan kepala kejaksaan tinggi Sumut Idianto dan menerima penjelasan duduk perkaranya.

Katanya, ada faktor tertentu yang membuat Kejati mengadili anggotanya.

"Tadi saya bertanya kepada Kejaksaan tentang viral anggota kejaksaan sendiri yang sudah disampaikan dan saya paham 'oh maksud dan tujuan kejaksaaan menyidangkan anak buahnya karena ada faktor yang sangat berat," kata Sahroni, di Polda Sumut, Jumat (15/11/2024), melansir dari Tribun Medan.

Sahroni mengatakan, Komisi III mendorong supaya Kejati menyelesaikan kasus ini lebih cepat.

Yang jelas, semua diproses sesuai aturan dan mekanisme yang ada.

"Jadi untuk itu kejaksaan saya sampaikan lebih cepat lebih baik untuk bersikap agar tidak berlama-lama. Karena mekanisme ada aturannya ada maka mekanismenya itulah proses untuk menyidangkan dari staff kejaksaan,"

Lantas, seperti apa sosok Ahmad Sahroni?

Melansir dari Wikipedia, Ahmad Sahroni lahir 8 Agustus 1977.

Ia adalah seorang pengusaha dan politisi Indonesia dari Partai NasDem.

Ia merupakan anggota DPR RI dua periode sejak tahun 2014 dari daerah pemilihan DKI Jakarta III.

Saat ini, ia menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi III DPR RI periode 2019–2024.

Pada November 2021, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menunjuknya sebagai Ketua Pelaksana Formula E 2022.

Di Partai NasDem, ia menjabat sebagai Bendahara Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) sejak 2019 sampai sekarang.

Sebelumnya, ia merupakan pengurus di Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) DKI Jakarta dengan jabatan sebagai Bendahara DPW (2013–2014) dan Ketua DPW (2014–2015).

Ahmad Sahroni, akrab disapa Roni, lahir di Kebon Bawang, Tanjung Priok, Jakarta Utara pada 8 Agustus 1977.

Ia merupakan putra dari sebuah keluarga sederhana yang berprofesi sebagai penjual nasi Padang di Pelabuhan Tanjung Priok.

Roni menempuh pendidikan dasar dan menengahnya di Tanjung Priok.

Ketika itu, ia telah mulai mencari penghasilan sendiri dengan menjadi tukang semir sepatu dan ojek payung.

Roni masuk SMA Negeri Baru Cilincing (kini SMA Negeri 114 Jakarta). Ketika duduk di kelas dua, ia menjadi Ketua OSIS.

Tamat SMA, ia langsung bekerja dan tidak meneruskan pendidikannya ke bangku kuliah.

Ia menyelesaikan S-1 di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Pelita Bangsa pada 2009 dan S-2 di Stikom InterStudi pada 2010.

Sebelum terjun ke dunia politik, ia pernah menekuni berbagai macam pekerjaan.

Ia semula menjadi supir di sebuah perusahaan yang bergerak di bidang pengisian bahan bakar minyak.

Seiring waktu, ia dipercaya menjadi staf operasional di perusahaan tempat ia bekerja.

Kariernya terus menanjak hingga menjadi direktur utama dan mengembangkan bisnis sendiri.

Ia memulai karier politiknya dengan bergabung ke Partai NasDem pada 2013.

Pada pemilihan umum legislatif 2014, Ahmad Sahroni terpilih sebagai anggota DPR RI dari daerah pemilihan DKI Jakarta III dengan perolehan 60.683 suara. Di DPR RI, ia awalnya bertugas di Komisi XI.

Pada 2016, ia dipindahkan ke Komisi III yang menangani masalah hukum dan HAM.[9] Sejak 2019, ia dipercaya menjabat Wakil Ketua Komisi III DPR RI.

Pada pertengahan 2020, ia menjadi Ketua Panitia Khusus dari RUU Pengesahan Perjanjian tentang Bantuan Hukum Timbal Balik Dalam Masalah Pidana antara Indonesia dan Konfederasi Swiss (Mutual Legal Assistance/MLA). RUU ini disahkan pada Juli tahun yang sama.

Pada Maret 2021, Ahmad Sahroni menyuarakan revisi UU Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika karena 50 persen penghuni lapas berasal dari narapidana kasus narkotika.

Menurut Sahroni, penyalahguna narkotika sapatutnya memperoleh hak rehabilitasi sedangkan hukuman penjara maupun hukuman mati hanya untuk produsen serta bandar narkotika.

Sahroni ikut mendukung disahkannya RUU PKS sebagai payung hukum untuk tindakan kekerasan seksual yang belum diatur pada UU KUHP, UU KDRT, UU Pernikahan, dan UU lainnya.

Pada Oktober 2021, ia mengomentari laporan Project Multatuli yang menyebut adanya penghentian pemeriksaan oleh polisi terhadap dugaan kasus pelecehan seksual di Luwu Timur, Sulawesi Selatan.

Ia meminta Kapolres Luwu Timur dan Kapolda Sulawesi Selatan untuk mengusut kembali kasus tersebut.

Diketahui, seorang jaksa di Kejaksaan Negeri Tapanuli Selatan bernama Jovi Andrea Bachtiar dituntut 2 tahun saat sidang tuntutan di Pengadilan Negeri Padangsidimpuan.

Dia didakwa dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal, dengan maksud supaya diketahui masyarakat umum dalam bentuk Informasi Elektronik atau dokumen elektronik yang dilakukan melalui sistem elektronik.

Selain dituntut 2 tahun penjara, ia juga didenda Rp 100 juta, apabila tidak dibayar diganti kurungan enam bulan penjara.

"Oleh karena itu dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun dikurangkan dengan masa penangkapan dan penahanan dan dengan perintah agar terdakwa tetap ditahan dan denda sebesar Rp. 100 juta. Dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan."

Sebelumnya, seorang jaksa yang bertugas di Kejaksaan Negeri Tapanuli Selatan Jovi Andrea Bachtiar, 28 tahun dipenjarakan Polres Tapanuli Selatan.

Jovi ditangkap setelah adanya laporan polisi dari seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Kejari Tapsel bernama Nella Marsela, 26, adanya dugaan pencemaran nama baik yang dilakukan Jovi terhadapnya.

Laporan tersebut dilaporkan dengan bukti laporan LP/ B/177/V/2024/ SPKT / POLRES TAPSEL/ POLDA SUMUT tanggal 25 MEI 2024.

Kapolres Tapanuli Selatan AKBP Yasir Ahmadi mengatakan, setelah menerima laporan pihaknya melakukan penyelidikan dan penyidikan.

Namun saat dipanggil sebanyak dua kali sebagai saksi, katanya Jovi mangkir.

Pada Rabu 21 Agustus lalu sekira pukul 11:00 WIB, penyidik mendatangi tempat tinggal Jovi dan langsung dibawa ke Polres Tapsel.

"Penyidik mendapatkan informasi JAB yang sebelumnya dipanggil 2 kali untuk diperiksa sebagai saksi tapi tidak hadir tanpa alasan. Saat dia berada di kosan nya dilakukan penjemputan sesuai surat perintah membawa,"kata Kapolres Tapanuli Selatan AKBP Yasir Ahmadi, dalam keterangan tertulisnya yang diterima, Selasa (27/8/2024).

Yasir menambahkan, pada pukul 13:00 WIB, setelah tiba di Polres Tapsel, jaksa muda tersebut langsung diperiksa masih sebagai saksi.

Hasil pemeriksaan, ia mengakui perbuatannya dan seluruh unggahan di akun Instagram dan tik tok pribadinya.

Setelah memeriksanya sebagai saksi, pada pukul 20:00 WIB, penyidik satuan reserse kriminal (Sat Reskrim) melakukan gelar perkara.

Dalam gelar perkara Polisi menyimpulkan Jovi layak ditetapkan sebagai tersangka, berdasarkan 3 alat bukti diantaranya keterangan saksi, ahli bahasa, ahli Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), ditambah handphone serta jepretan layar.

Satu jam kemudian, tepatnya pada pukul 21:00 WIB, penyidik melanjutkan pemeriksaan terhadap Jovi.

Tapi kali ia diperiksa sebagai tersangka, bukan lagi sebagai saksi seperti siang harinya.

Begitu selesai diperiksa, Polres Tapsel langsung menerbitkan surat perintah penangkapan terhadap Jovi.

"Selesai pemeriksaan diberikan surat perintah penangkapan kepada JAB atas perkara yang dipersangkakan,"kata Yasir.

Keesokan harinya, pada Kamis 22 Agustus 2024 pukul 22:00 WIB jaksa yang kerap mengunggah kritik terhadap Kejaksaan Negeri Tapanuli Selatan itu resmi ditahan selama 20 hari ke depan.

"Tersangka dilakukan penahanan selama 20 hari kedepan atas perkara dan ditahan di rumah tahanan Polres Tapsel."

AKBP Yasir Ahmadi menerangkan, pihaknya telah memeriksa pelapor yakni Nella Marsela.

Mereka juga sempat memediasi keduanya tapi tak berhasil karena diduga pelapor ngotot ingin memenjarakan Jovi.

Selain itu, mereka juga mengaku telah mengirim surat izin dan mendapatkan izin pemeriksaan terhadap Jovi dari Kejaksaan Agung sesuai surat Kejaksaan Agung RI Nomor B-410/C/CP.2/07/2024, tanggal 05 Juli 2024.

Setelah menangkap Jovi, penyidik Polres Tapsel sudah mengirimkan berkas perkara ke jaksa penuntut umum (JPU) dan saat ini masih menunggu penelitian dari jaksa supaya bisa mengirim tersangka dan barang bukti.

>>>Update berita terkini di Googlenews Surya.co.id

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved