Ketahanan Pangan Jatim

Abon Sapi Bu Sarti Khas Surabaya Bertahan 29 Tahun, Habiskan 720 Kilogram Daging Tiap Hari

Sesuai namanya, usaha ini awalnya didirikan oleh Sarti, seorang perempuan di kawasan ini yang melihat besarnya animo masyarakat terhadap abon.

surya.co.id/bob
Tak hanya produsen daging segar, Surabaya juga menjadi ekosistem tumbuhnya berbagai produk olahan daging siap santap. 

SURYA.CO.ID SURABAYA - Tak hanya produsen daging segar, Surabaya juga menjadi ekosistem tumbuhnya berbagai produk olahan daging siap santap.

Di antaranya, "Abon Sapi Bu Sarti" di kawasan Jalan Patmosusastro, Darmo, Kecamatan Wonokromo, Surabaya yang telah berdiri sejak 1995 silam.

Sesuai namanya, usaha ini awalnya didirikan oleh Sarti, seorang perempuan di kawasan ini yang melihat besarnya animo masyarakat terhadap abon.

"Dulu, ibu saya yang memulai usaha ini dengan menjualnya di sekitar rumah saja," kata Sumarji, putra kedua Bu Sarti yang kini menjalankan usaha ini, ketika dikonfirmasi di sela produksi usahanya.

Dalam memproduksi abon, Bu Sarti banyak melibatkan masyarakat di sekitarnya. Mulai dari penyiapan bahan, pengolahan, pengemasan, hingga distribusi ke pasar.

"Abon Sapi Bu Sarti" di kawasan Jalan Patmosusastro, Darmo, Kecamatan Wonokromo, Surabaya yang telah berdiri sejak 1995 silam. (surya.co.id/bob)

Dari sana, Bu Sarti juga berhasil melahirkan produsen abon baru sehingga kawasan Patmosusastro, yang dekat dengan Gelora Pancasila tersebut, menjadi salah satu sentra abon di Surabaya.

"Dulu, sampai ada 6 UMKM yang memproduksi abon. Dulu, awalnya mereka juga bekerja dengan ibu," kata pria 48 tahun ini.

Sumarji mengakui, tidak semua produsen abon di kawasan ini bisa bertahan lama. Satu di antara tantangannya adalah menjaga loyalitas pelanggan.

"Kami diajarkan oleh Ibu untuk selalu menjaga kepercayaan dari konsumen," katanya.

Kepada Harian Surya, ia mengungkapkan startegi untuk menjaga eksistensi di tengah persaingan pasar. Di antaranya, menjaga kualitas produk dengan tetap mengandalkan harga yang bersaing.

Dalam menjaga kualitas, abon buatannya menggunakan daging sapi pilihan. Yakni, hanya menggunakan bahan daging dari bagian sepasang kaki belakang sapi.

"Abon kami tanpa campuran. Asli daging sapi pilihan. Ini yang berbeda dengan abon lainnya, khususnya yang berasal dari luar kota," katanya.

Dalam sehari, pihaknya yang memiliki 3 rumah produksi bisa menghabiskan sekitar 720 kg daging. Dari 240 kg bahan baku di tiap unitnya, pihaknya bisa menghasilkan sekitar 200 kg abon.

"Untuk mendapatkan bahan, kami menjadi pelanggan RPH (Perusahaan Daerah Rumah Potong Hewan). Sebab selain untuk menjaga kualitas, kami juga kesulitan mendapatkan bahan sebanyak itu kalau membeli di pasar. Apalagi, kami hanya memilih bagian dua kaki sapi saja," katanya.

Proses produksi juga dilakukan secara tradisional dengan mengandalkan tenaga manusia. Memperkerjakan sekitar 45 orang, lama proses produksi bisa mencapai 12 jam.

Proses produksi diawali dengan penyiapan bahan melalui perebusan daging dalam air mendidih. Untuk bisa melunakkan daging, lama perebusan membutuhkan waktu hingga 8 jam.

Selesai bahan siap digunakan, daging didinginkan menjelang diolah. Proses pengolahan diawali dengan merebus daging kembali selama 3 jam.

"Fungsinya, agar daging mudah dalam proses penumbukan. Sebab, menumbuk daging nggak kuat kalau nggak dalam kondisi panas," katanya.

Selesai direbus, daging kemudian ditiriskan, ditumbuk hingga daging berbentuk lembut. Setelah ditumbuk, daging ditumis bersama santan dan bumbu (digongso) hingga kering, baru kemudian digoreng menggunakan minyak goreng, dan selanjutnya ditakar dan dikemas.

"Ini merupakan resep dari ibu yang menjadi ciri khas abon di sini. Lama pengerjaan untuk pengolahan saja membutuhkan 4 jam di luar merebus," katanya.

Abon lantas dikemas dengan dua ukuran, 100 gram dan 250 gram tiap bungkusnya. Kemasan kecil dihargai Rp25 ribu dan untuk kemasan besar senilai Rp62.500.

"Kami juga menyiapkan harga yang bersaing dengan mengambil keuntungan yang tidak besar. Sebab, pelanggan kami juga merupakan agen, toko-toko, dan pusat oleh-oleh," katanya.

Tak hanya Surabaya, Abon Sapi Bu Sarti pun kini bisa dijumpai di berbagai wilayah di seluruh Indonesia.

Bahkan, beberapa di antaranya dapat dijumpai di marketplace. "Dari total penjualan, sebanyak 80 persen di antaranya merupakan toko offline. Sisanya, baru dijual secara online," katanya.

Produsen ini pun tidak hanya menjadi penghidupan bagi keluarganya maupun warga sekitar, namun juga menjadi tempat penelitian sejumlah mahasiswa.

"Biasanya, mahasiswa di sini meneliti kandungan gizi hingga meneliti proses produksinya," katanya.

Ke depan, pihaknya masih berharap untuk meningkatkan kapasitas produksi. Kepada pemerintah, ia bermimpi adanya bantuan penyediaan alat penumbuk daging.

"Kami sudah pernah menyampaikan kepada pemerintah. Apabila ada alat tersebut, harapannya produksi bisa semakin efisien," katanya. 

Tak hanya produsen daging segar, Surabaya juga menjadi ekosistem tumbuhnya berbagai produk olahan daging siap santap.

Di antaranya, "Abon Sapi Bu Sarti" di kawasan Jalan Patmosusastro, Darmo, Kecamatan Wonokromo, Surabaya yang telah berdiri sejak 1995 silam.

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved