Berita Surabaya

WK Komisi IX DPR RI Melkiades Laka Lena: Overtreatment dan Fraud Layanan Kesehatan Itu Korupsi

KPK menyebut overtreatment dan kecurangan (fraud) dalam layanan medis sebagai korupsi.

Penulis: Sri Handi Lestari | Editor: irwan sy
sri handi lestari/surya.co.id
Founder Yayasan Orangtua Peduli, dr Purnamawati Sujud SPA(K) MMPAED, saat memberikan paparan dalam kegiatan diskusi Investortrust Power Talk bertema 'Fraud di Layanan Kesehatan, Bagaimana dengan Perlindungan Konsumen/Pasien' yang digelar di Vasa Hotel, Surabaya, Rabu (14/8/2024). 

SURYA.co.id | SURABAYA - Pemberian perawatan kesehatan berlebihan namun tak memberikan efek medis berarti atau overtreatment telah menjadi persoalan klasik dalam praktik pemberian layanan kesehatan di Indonesia. 

Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Melkiades Laka Lena, mengungkapkan KPK menyebut overtreatment dan kecurangan (fraud) dalam layanan medis sebagai korupsi, lantaran membuat pengobatan justru tak menyembuhkan, tapi malah menimbulkan penyakit baru atau keluhan yang tidak perlu.

“Kita mengenal skema pengobatan yang rasional, yang sesuai dengan penyakitnya. Sayangnya kita ini belum bisa melakukan pengobatan rasional dengan berbagai alasan, salah satunya adalah ketika layanan kesehatan masuk ke industri, tak mudah memadukan antara pengobatan yang rasional dengan kepentingan ekonomi,” kata Melkiades, saat menjadi narasumber diskusi Investortrust Power Talk bertema 'Fraud di Layanan Kesehatan, Bagaimana dengan Perlindungan Konsumen/Pasien' yang digelar di Vasa Hotel, Surabaya, Rabu (14/8/2024).

Kerap terjadinya overtreatment, tak heran membuat asyarakat Indonesia terdorong untuk mencari fasiltias layanan kesehatan di luar negeri yang dinilai lebih proporsional dan tidak membebani pasien secara finansial.

Melki juga mengingatkan bahwa overtreatment merupakan fenomena gunung es, yang berisiko mengganggu kelangsungan berjalannya program jaminan kesehatan nasional.

"Pembayaran klaim yang terlalu besar akibat overtreatment ini  akan berpotensi  memberikan beban yang terlalu besar bagi negara, karena dana pembayaran klaim  jaminan kesehatan berasal dari APBN," jelas Melki.

Dalam kesempatan yang sama,  dr Purnamawati Sujud SPA(K) MMPAED, pegiat layanan kesehatan  layak dan tepat buat publik, yang juga founder Yayasan Orangtua Peduli, menyampaikan masyarakat bisa berperan aktif untuk mencegah terjadinya overtreatment, yang juga berpotensi pada terjadinya fraud pada layanan kesehatan.

‘’Supaya tak terkena praktik fraud, dan overtreatment, pasien harus bertanya. Seperti panduan yang disampaikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tanpa informasi, satu obat semahal apapun jangan diperlakukan sebagai obat," ujar dr Purnamawati.

Dan informasinya bukan sekadar jawaban mengenai khasiat obat itu, tapi pertama-tama tanya  soal kandungan aktifnya untuk mencegah potensi mendapatkan kandungan aktif yang sbai merugikan tubuh dalam jangka panjang.

Ditegaskan pula bahwa semakin banyak obat yang diberikan, dipastikan pula bahwa  efek samping yang timbul juga akan semakin besar.

Untuk itu dr Wati, panggilan akrabnya, meminta publik sebagai pasien untuk memperhatikan efek samping jangka panjang dari obat, dan semakin banyak resep yang diberikan oleh dokter tak berarti baik bagi tubuh.

“Posisikan diri anda sebagai konsumen kesehatan, dan punya tanggung jawab untuk menjaga kesehatan. Di sisi lain asuransi juga harus kuat, punya rambu yang salah satu rambunya formularium, dan lembaga  akreditasi tak cuma memberikan akreditasi sekadar paper work dan dokumentasi, tapi juga sebuah acuan untuk menjalankan layanan kesehatan yang layak dan tepat,” benernya.

Sepakat dengan dr Wati, pegiat literasi kesehatan serta motivator hidup sehat yang pernah mengecap pengelaman sebagai praktisi medis, dr Handrawan Nadesul menyampaikan, terjadinya overtreatment pada pasien oleh oknum petugas layanan kesehatan biasanya diakibatkan oleh competency gap.

"Artinya pengetahuan dokter dan paseian jauh sekali gap-nya. Jadi apa yang disampaikan oleh dokter,  apapun akan diikuti oleh pasien,” kata dr Handrawan.

Gap kompetensi ini juga diakui Handrawan kerap dimanfaatkan oleh sejumlah praktisi medis untuk kepentingan pribadi mereka.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved