Jamaah Islamiyah Bubar

Sabarno Menyerah Setelah 10 Tahun Jadi Buron Densus 88 Antiteror

Sabarno alias Pak Sabar memutuskan menyerahkan diri k Densus 88 Antiteror lewat perantara para senior JI. Ia menyerah setelah mendengar JI bubar

Editor: Fatkhul Alami
Trinunnews.com
Sabarno alias Pak Sabar memutuskan menyerahkan diri keaparat Densus 88 Antiteror lewat perantara para senior JI. Ia menyerah setelah mendengar JI bubar atau membubarkan diri 

Sabarno alias Amali, eksprajurit Jamaah Islamiyah, menyatakan syok saat pertama mendengar organisasi yang diikutiya bubar.
Pak Sabar, begitu ia senang disapa, sekira 10 tahun terakhir berstatus buron atau masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) Densus 88 Antiteror Polri.

Dia tidak pernah tertangkap selama masa itu, dan bergerak terus, bertahan hidup bersama keluarganya, dengan bekerja apa saja, termasuk berdagang ban bekas dan bakso.

Pertama mendengar JI bubar, Sabarno tengah berada di Madiun.
Sabarno termasuk sosok penting dan punya rekam jejak panjang di gerakan Jamaah Islamiyah.

Ia pernah mengikuti semacam kursus singkat perang di sarang kelompok Moro atau MILF di Pulau Mindanao, Filipina. Lalu terjun di konflik Ambon, dan masuk ke medan perang Suriah.

“Saya ya sempats yok saat pertama mendengarnya. Lalu saya berusaha tabayun, dan mendapatkan penjelasan lengkap. Pada akhirnya saya bisa menerima, dan menyerah kandiri pada penegak hukum,” kata Sabarno.

Kata ‘menyerahkan diri’ ini masih dalam tanda kutip, karena terjadi satu atau dua bulan sebelum Deklarasi Sentul 30 Juni 2024.
Sabarno memilih kooperatif dan kemudian dipertemukan dengan tim Densus 88 yang merespon secara bijak pula penyerahandiri itu.

Penyerahan diri Sabarno diikuti tindakan koperatif lain seperti mengajak buronan lain turut menyerahkan diri, dan juga menyerahkan‘albas’ alias alat bahan senjata yang mereka dikuasai.

Lewat Sabarno dan kawan-kawan, tim Densus 88 Antiteror menyita bahan peledak dan senjata organik M-16 warisan konflik Ambon, yang dibawa balik anggota JI ke sekitar Solo.

Senjata itu ditemukan di aliran Bengawan Solo beberapa minggu lalu, setelah dibuang anggota JI yang menyimpannya.

Ustad Hasan, yang dijebloskan ke penjara karena aktivitasnya di Jamaah Islamiyah, juga mengatakan kini dirinya lega. Ia berharap bisa kembali kehabitatnya sebagai pendakwah.

Juga ia berharap bisa kembali hidup normal di tengah masyarakat, seperti warga negara Indonesia lainnya.
Keputusan yang telah diambil, yaitu bubarnya organisasi yang diikutinya, merupakan keputusan terbaik yang diambil oleh para tetua atau senior, dengan landasan yang dinilainya benar.

Ustad Mustaqim Safar, ketua sebuah yayasan yang membawahi Pondok Pesantren Darusy Syahadah, Simo, Boyolali, mengamini keputusan dan Deklarasi Sentul.

Pondok pesantren ini berafiliasi dengan Jamaah Islamiyah, dan kerap disangkutpautkan dengan deretan aksi teror yang dilakukan alumni, dan bahkan dulu guru yang mengajar di pondo kini.

Satu nama yang paling tenar dan terkait dengan Ponpes Darusy Syahadah ini adalah Gempur Budi Angkoro alias Urwah.
Urwah yang asal Madiun itu tewas bersama Noordin Mohd Top yang berhasil diendus keberadaannya di sebuah rumah kontrakan di Kampung Kepuh Sari RT 03 Mojosongo, Solo, pada 16 September 2009.

Empat orang komplotan Noordin Mohd Top tewas saat pasukan Densus 88 Antiteror menggempur rumah tersebut hingg ahancur lebur.

Halaman
1234
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved