Berita Surabaya

Sosok Ketua Majelis Hakim Sidang Kasus Dwi Kurniawati, Buruh Asal Surabaya Masuk Bui Usai Tanya UMK

Taufan Mandala merupakan ketua majelis hakim sidang kasus Dwi Kurniawati (41), buruh asal Surabaya yang dibui usai tanyakan UMK.

Tangkap layar YouTube
Dwi Kurniawati, Buruh Asal Surabaya Masuk Bui Usai Tanya UMK. Inilah sosok ketua majelis hakim yang pimpin sidangnya. 

SURYA.co.id - Kasus Dwi Kurniawati (41), buruh asal Surabaya yang dibui usai tanyakan UMK masih ramai jadi sorotan publik.

Dwi terakhir kali menjalani sidang di Pengadilan Negeri Surabaya pada Kamis (21/3/2024) lalu dengan agenda pembacaan amar dakwaan.

Sosok ketua majelis hakim yang memimpin sidang tersebut, Taufan Mandala, turut jadi sorotan.

Pria kelahiran Kediri itu merupakan hakim bergolongan Pembina Utama Madya (IV/d) di PN Surabaya.

Menurut penelusuran SURYA.co.id, Taufan sempat menjadi hakim ketua pada kasus caleg Perindo David H Rahardja.

Baca juga: Sosok Pengacara yang Ikut Bela Dwi Kurniawati, Buruh Asal Surabaya Masuk Bui Usai Tanyakan UMK

Waktu itu David didakwa melakukan pelanggaran Pemilu karena membagi-bagikan minyak goreng kepada warga.

Selain menangani kasus pidana, Taufan juga sempat menangani gugatan cerai yang sempat menjadi sorotan publik.

Taufan ditunjuk sebagai hakim anggota perceraian Mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

Seperti diketahui, nasib buruh di Surabaya bernama Dwi Kurniawati sungguh miris.

Dia dijebloskan ke penjara setelah bertanya soal UMK di tempatnya bekerja.

Dalam persidangan, si buruh perempuan ini didakwa memalsukan surat lamaran kerja  . 

Hal ini terungkap ketika Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Negeri Surabaya, Darwis membacakan amar dakwaan terhadap Dwi Kurniawati, di ruang Candra Pengadilan Negeri Surabaya, Kamis (21/3/2024).

Baca juga: Profil LBH Surabaya yang Ikut Perjuangkan Kasus Dwi Kurniawati, Buruh Masuk Bui Usai Tanyakan UMK

Terdakwa yang merupakan buruh asal Sumber Welut, Surabaya, itu dianggap telah memalsukan surat pengalaman kerja untuk bisa bekerja sebagai staff accounting di PT Mentari Nawa Satria atau yang biasa dikenal dengan sebutan Kowloon Palace Internasional Club.

Sidang berlangsung secara daring. Terdakwa menghadapi sidang dari Rutan Medaeng.

Di depan majelis hakim yang diketuai Taufan Mandala, Darwis menjelaskan  terdakwa memalsukan berkas pengalaman kerja yang dikeluarkan Koperasi Karyawan (Kopkar) Rumah Sakit William yang ditandatangani oleh Sunali, selaku Ketua Pengurus.

Dengan surat tersebut terdakwa bisa bekerja di sebagai staff accounting sejak 28 November dengan masa percobaan selama 6 bulan sampai 28 Mei 2023.

"Pemalsuan itu terungkap pada 11 Mei 2023 lalu. Saat itu terdakwa tidak masuk kerja dan tidak bisa dihubungi. Ketika dilakukan pengecekan dan evaluasi kinerja didapatkan temuan terdakwa sering melakukan kesalahan terhadap perhitungan kerja karyawan," kata Darwis.

Mengetahui hal itu, Eko Purnomo bersama Fransisca selaku General Affair, dan Galuh sebagai HRD melakukan pengecekan data lamaran kerja terdakwa.

Kemudian para saksi ini curiga terhadap salah satu berkas lamaran kerja terdakwa yang dikeluarkan Kopkar Rumah Sakit William Booth.

Baca juga: KISAH Lengkap Dwi Kurniawati Buruh Asal Surabaya yang Masuk Bui Usai Tanyakan UMK

Selanjutnya saksi melakukan pengecekan di rumah sakit tersebut. Diketahui, jika lembar fotocopy surat keterangan kerja yang dikeluarkan Rumah Sakit William Booth adalah palsu. Supali sebagai Kepala Koperasi Karyawan Rumah Sakit William Booth pada tahun 2013 sampai dengan tahun 2017 tidak pernah bertanda tangan dalam surat pengalaman kerja milik terdakwa.

Namun, terdakwa Dwi Kurniawati memang pernah bekerja sebagai kontrak di Koperasi Karyawan Sejahtera Rumah Sakit William Booth sebagai staff administrasi.

Kurang lebih sejak tahun 2005 sampai dengan 2014. Ia berhenti kerja dengan status Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). 

"Bahwa dengan menggunakan surat keterangan kerja yang tidak benar/palsu akhirnya Dwi Kurniawati bisa dapat diterima dan bekerja sebagai staf accounting di PT Mentari Nawa Satria," ucap Darwis.

Darwis melanjutkan seharusnya terdakwa saat itu tidak bisa diterima kerja sebagai accounting.

Karena yang dibutuhkan adalah seorang yang berpengalaman.

Hingga akhirnya terbukti ketika terdakwa berkerja tidak cakap dalam menjalankan tugas, yaitu salah dalam menghitung gaji karyawan.

Tempat usaha hiburan malam di Jalan No 31-37 Surabaya akibatnya mengalami kerugian kisaran Rp24 juta.

Rinciannya gaji selama 6 bulan dikali Rp3 juta yaitu Rp18 juta. Lalu, kelebihan bayar karyawan atas nama Sasongko dan Massun sebesar Rp4,7 juta.

Ditambah lagi, Tunjungan Hari Raya (THR) yang diterima terdakwa senilai Rp1,5 juta.

Baca juga: BUNTUT Aksi Aiptu FN Tusuk dan Tembak Debt Collector, Sejumlah Warga Malah Dukung Sang Polisi

Dwi Kurniawati Sangkal Dakwaan

Taufan Mandala, sebagai ketua majelis hakim setelah mendengar amar dakwaan lantas bertanya kepada Dwi Kurniawati,  "Apakah terdakwa jelas dan memahami atau tidak," tanyanya.

Perempuan usia 41 tahun itu langsung menjawab secara lugas bahwa dakwaan "cukup jelas,' ucapnya.

Namun, ia melanjutkan kalau menurutnya amar dakwaan yang disusun oleh jaksa dari Kejaksaan Negeri Surabaya itu tidak sesuai kenyataan. Ia pun meminta izin untuk bercerita.

Ketua majelis hakim pun meminta terdakwa untuk menahan diri. Pembelaan atau eksepsi bisa diajukan pada sidang selanjutnya.

Wakil Tuhan itu ingin terlebih dahulu memastikan, apakah pada sidang berikutnya akan mengajukan eksepsi atau memasrahkan sepenuhnya kepada penasihat hukum.

Terdakwa pun kemudian memberi jawaban "langkah selanjutnya dipasrahkan kepada penasihat hukumnya," ucapnya.

Baca juga: AKHIR Nasib Penganiaya Santri Banyuwangi hingga Tewas: Sudah Minta Maaf, Dituntut Hukuman Maksimal

Di momen itu tim penasihat hukum terdakwa langsung menimpali "Kami akan mengajukan eksepsi Yang Mulia," tandasnya.

Dwi Kurniawati ditahan di Rutan Medaeng sejak 5 Maret lalu. Kasus buruh asal Surabaya ini ternyata disoroti sekumpulan profesi pengacara.

Dwi mendapat bantuan dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Tim Advokasi Buruh Peduli Anak Negeri (Tabur Pari). Menurut pandangan LBH tersebut 

Dwi sebagai korban yang tidak mendapatkan hak ketenagakerjaan, namun perusahaan justru menjadikannya korban kembali dengan cara melakukan pelaporan di Kepolisian Sektor Genteng Surabaya

Achmad Roni, salah seorang pengacara dari LBH tersebut menjelaskan, mulanya Dwi kerja sebagai accounting di  PT Mentari Nawa Satria atau yang lebih dikenal Diskotik Kowloo.

Dwi mulanya dikontrak kerja selama 6 bulan, dan dijalani selama 3 bulan. Bulan pertama Dwi mendapat gaji Rp 1,2 juta, bulan kedua Rp 1,5 juta, dan ketiga Rp 2,3 juta.

"Selain gaji di bawah UMK, Bu Dwi juga tidak didaftarkan BPJS dan akta kelahiran ditahan. Berawal dari situ, dia mengadu ke Disnaker Kota Surabaya dan diarahkan kasus perselisihan hak pidana diarahkan ke Disnaker Provinsi Jatim. Nah karena tidak ada tindak lanjut, Dwi melaporkan ke Polda Jatim," ucapnya.

Kepolisian ternyata menghentikan kasus tersebut. Namun, tiba-tiba Dwi dilaporkan di Polsek Genteng. 

"Yang melaporkan karyawan bernama Eko Purnomo. Dia bukanlah pemegang saham melaporkan nama perwakilan perusahaan. Anehnya lagi, menjelang pemanggilan tersangka keterangan mewakili  perusahaan dihilangkan. Laporan menjadi atas nama pribadi Eko," ujar Roni.

Roni dan kawan-kawannya beranggapan perkara ini tidak bisa dipisahkan karena Dwi Kurniawati memperjuangkan hak mendapat upah sesuai UMK.

"Singkatnya ada kriminalisasi, Bu Dwi masuk Bui usai tanya UMK," jelasnya.

Tribunjatim sudah berupaya melakukan konfirmasi terhadap PT Mentari Nawa Satria dengan cara menghubungi nomor kontak yang tertera di akun Instagram Kowloon.

Semula ketika disapa hallo direspon. Namun, saat disinggung tentang kasus tersebut tidak ada tanggapan.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved