SURYA Kampus
Kisah Alumni S2 Kampus Top di Inggris Penerima Beasiswa LPDP, Lulus Kuliah Pilih Jadi Guru SD
Galih Sulistyaningra, alumni S2 kampus top di Inggris sekaligus penerima beasiswa LPDP memilih jadi guru SD. Ini kisahnya
Penulis: Arum Puspita | Editor: Adrianus Adhi
“Karena mereka sudah terbiasa baca buku, mereka sudah terbiasa melihat kalau kita baca buku kan baik itu fiksi atau non-fiksi, kita membaca kalimat, kita terpapar dengan banyak vocabularies gitu ya, kosa kata, dan kita terpapar juga dengan berbagai sudut pandang” tutur Galih.
Kekayaan informasi dan wawasan dari membaca buku ini membantu anak-anak berpendidikan di sana untuk mudah berargumen di muka umum.
Inilah yang sebenarnya cocok dengan kurikulum Merdeka Belajar di Indonesia.
Di Merdeka Belajar terdapat Profil Pelajar Pancasila yang salah satunya terdapat dimensi bernalar kritis. Artinya, karakter nalar kritis ini diharapkan ada di anak-anak Indonesia.
Masalahnya, bagaimana bisa menghasilkan karakter bernalar kritis pada anak didik apabila dari pendidiknya belum berada di level yang setara. Hal-hal seperti ini pula yang sebenarnya tidak bisa didapatkan hanya dengan mengajar. Perlu kemauan mandiri untuk untuk terus mengembangkan diri dan membaca buku.
“Bernalar kritis itu erat hubungannya dengan literasi. Guru-guru juga perlu punya literatur yang banyak, perlu punya perbandingan teori pendidikan, metode pendidikan, dan sebagainya yang mana menurut saya, bukannya S1 itu tidak cukup, tapi ketika kita punya pengalaman S2. Di sana kita belajar untuk bisa memformulasikan opini” jelas Galih.
Tingginya wawasan dan pengetahuan guru juga bisa dipakai untuk memahami dan mengenalkan kepada anak didik terkait emosi dan kekerasan. Galih melihat fenomena bullying, diskriminasi, dan kekerasan anak terjadi dan kian parah bermuara dari gagalnya mengidentifikasi dan mengenalkan permasalahan tersebut.
“Jadi pertama, mengenali dan mengidentifikasi emosi, lalu yang kedua, bagaimana kemudian mengolah emosi, khususnya emosi-emosi negatif, itu seperti apa. Dan yang ketiga, saya juga mengenalkan jenis-jenis kekerasan."
"Sehingga juga mereka paham bahwa tidak semua candaan yang mereka anggap lucu itu dianggap lucu oleh orang lain, bisa jadi itu menyakitkan."
"Dan itu ada hubungannya juga dengan regulasi emosi.” tutur Galih dalam menerapkan pendidikan di kelasnya.
Inisiator Bekal Pendidik
Pergulatan Galih dalam memikirkan pedagogi di Indonesia dilampiaskan pula dengan membentuk komunitas bernama Bekal Pendidik yang targetnya adalah para calon guru atau guru-guru muda sejawat.
Bekal Pendidik muncul di masa pandemi saat perjumpaan daring sedang marak. Sejumlah praktisi pendidikan tercatat pernah diundang Galih untuk diajak berdiskusi mulai dari pejabat Kemendikbud, dosen, antropolog, dan lainnya.
Bekal Pendidik juga berkembang sebagai platform mentorship beasiswa khusus untuk rekan-rekan dari jurusan S-1 Pendidikan yang ingin melanjutkan ke S-2 Pendidikan juga.
“Seperti paradigma tentang Merdeka Belajar itu seperti apa, filosofi-filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara itu bagaimana, dan banyak sekali teori maupun metode pendidikan yang menurut saya justru saya pelajari itu bukan di Indonesia. Itu jadi satu kekhawatiran dan keresahan yang menurut saya menggugah untuk bisa saya tularkan ke teman-teman calon pendidik.” ujar Galih.
Sidang Terbuka Doktor Pertama di UC Surabaya, Bahas Jejak Warisan Perusahaan Keluarga Tionghoa |
![]() |
---|
UPN Veteran Jatim Resmikan Sub-Unit Layanan Disabilitas Bela Negara |
![]() |
---|
Untag Surabaya Kukuhkan Dua Guru Besar Baru Bidang Hukum dan Teknologi Digital |
![]() |
---|
Unusa Terima 210 Guru TK dan SD Program Pemenuhan Kualifikasi Akademik |
![]() |
---|
Pakar Pendidikan UM Surabaya : TKA Dorong Murid Asah Diri di Luar Nilai Rapor |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.