SURYA Kampus

Kisah Inspiratif Anak Buruh Tani Kuliah S2 di UI dengan Beasiswa LPDP, Dulu Tinggal di Panti Asuhan

Kisah inspiratif datang dari anak buruh tani di Kecamatan Cikalong, Tasikmalaya, Jawa Barat. Begini ceritanya

Penulis: Arum Puspita | Editor: Musahadah
KOLASE LPDP
Anak buruh tani yang kini menempuh S2 di UI 

"Mereka rawan mengalami penyalahgunaan atau dimanfaatkan oleh perusahaan maupun oknum pemberi kerja ketika di Malaysia."

"Bahkan dalam proses sebagai korban seringkali telah melanggar prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia” tutur Anas.

Ketertarikan Anas pada topik buruh migran juga didasari oleh daerah asalnya.

Mulai dari buruh tani seperti ibunya, buruh yang merantau di kota besar, dan buruh migran.

Mereka yang memilih menjadi TKI rata-rata didominasi perempuan.

Banyak perempuan yang menjadi ibu meninggalkan anaknya dan akhirnya cenderung terlantar dalam kubangan kemiskinan dan rendahnya literasi pengetahuan.

Anak sulung dari tiga bersaudara ini juga hampir ditinggal ibunya menjadi TKI saat ia masih di bangku kelas 4 Sekolah Dasar.

Untungnya, hal itu tak terjadi karena ibunya belum tega meninggalkan Anas dan dua adiknya yang masih kecil.

Ditambah, ia punya sahabat yang ditinggal ibunya bekerja di Arab Saudi.

Kehidupannya menjadi tidak terurus, sekolah tidak pernah belajar, tidak mendapat pengasuhan yang layak, hingga kiriman uang yang tak kunjung memakmurkan.

Tantangan dan perjuangan terus mengiringi jejak langkah seorang Anas. Saat sedang mengikuti perlombaan, mengerjakan skripsi, membantu adik-adiknya dan berbagai pikiran lainnya, ia diserang penyakit Bell’s Palsy pada tahun 2018. 

“Imun saya turun dan akhirnya saya mengalami kelumpuhan di bagian wajah sebelah kiri saraf nomor tujuh” ujar Anas."

"Praktis, ia harus berobat dan tentunya membutuhkan biaya. Untuk menambah biaya pengobatan, Anas melakoni pekerjaan sampingan sebagai tukang bersih-bersih rumah kos dengan upah Rp25.000 per kamar.

Akibat harus membagi waktu dengan bekerja untuk berobat inilah membuat proses kelulusannya menjadi molor dan tak sesuai target semula terencana tepat delapan semester.

Mau tak mau agar tak berlarut ia mengakhiri pekerjaan sampingannya itu agar bisa fokus melanjutkan skripsi dan lulus.

Lanjut S2 dengan Beasiswa LPDP

Selepas lulus sarjana, Anas sempat melakukan pengabdian ke panti asuhan yang telah menampungnya dan turut membiayai kehidupannya itu.

Kegiatannya adalah mengajar di Madrasah Aliyah menjadi guru pelajaran sejarah dan sejarah kebudayaan Islam serta turut memobilisasi untuk berbagai kegiatan di panti asuhan selama Juli 2020 hingga Desember 2021.

Di tahun-tahun setelahnya, Anas mencoba peruntungannya untuk mendaftar beasiswa LPDP.

Bukan hal yang tiba-tiba, sebenarnya sedari 2017 Anas sudah mengincar untuk dapat melanjutkan kuliahnya.

Lalu pada 2022, Anas dengan dibantu orang-orang baik di sekitarnya memberanikan diri untuk mendaftar.

Walaupun track record prestasinya tak diragukan, Anas sadar dia memiliki kekurangan khususnya di Bahasa Inggris.

Anas akhirnya diterima di Universitas Indonesia melalui program Beasiswa Prasejahtera dari LPDP yang sengaja dipilihnya.

Minatnya meneruskan studi sejarah lantaran ingin menjadi sejarawan di bidang politik Islam, migrasi, dan ketenagakerjaan.

Kini penelitian tesis yang sedang dikerjakannya adalah sejarah politik Islam dengan subjek gerakan Darul Islam.

Ia tertarik dengan topik ini karena gerakannya yang memiliki akar dari peristiwa masa lalu baik lokal dan global, serta dampaknya yang paling ekstrim terhadap aksi-aksi teror di tanah air.

Anas mengkaji posisi para ajengan atau kiai di masa pergerakan DI/TII di Jawa Barat kurun waktu 1949 sampai 1962.

Kala itu para ajengan menghadapi dilema posisi, antara diminta bergabung ke gerakan DI/TII untuk memberikan masukan terkait penegakan hukum Islam, namun takut ditangkap oleh Tentara Republik Indonesia karena dianggap memberontak.

“Pada prosesnya, ajengan ini terbagi-bagi, ada ajengan yang pada akhirnya mereka pro mendukung gerakan DI/TII, ada ajengan yang tidak mendukung. Dia lebih bergabung dengan tentara, dengan pemerintah Indonesia. Ada juga yang netral, dia memilih bersembunyi, tidak ke DI/TII juga tidak ke pemerintah Indonesia” tutur pria yang bercita-cita ingin melanjutkan studi S2 kembali di bidang politik di Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) ini.

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved