Pilpres 2024

Alasan PDIP Usulkan Hak Angket Bukan untuk Memakzulkan Jokowi, Megawati Tak Ingin Pemerintahan Goyah

PDI Perjuangan memastikan hak angket kecurangan Pilpres 2024 yang akan diusung di DPR RI tidak dimaksudkan untuk memakzulkan Presiden Jokowi. 

Editor: Musahadah
Kolase Surya.co.id
Megawati dan Jokowi. Terbaru, PDIP memastikan hak angket kecurangan pilpres yang akan diusung di DPR tidak dimaksudkan untuk memakzulkan Presiden Jokowi. 

Akan tetapi, proses pemakzulan Presiden membutuhkan proses yang panjang dan melibatkan banyak pihak.

Mengacu Pasal 7A UUD 1945, Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam situasi tertentu, yakni:

  • Apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya;
  • Melakukan perbuatan tercela;
  • Apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.

Sementara, proses pemakzulan terhadap Presiden diatur dalam Pasal 7B konstitusi, yakni:

  • Diajukan oleh DPR kepada MPR dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada MK untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum.
  • Pengajuan permintaan DPR ke MK hanya dapat dilakukan dengan dukungan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPR yang hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPR.
  • Apabila MK memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum, DPR menyelenggarakan sidang paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden ke MPR.
  • MPR wajib menyelenggarakan sidang untuk memutuskan usul DPR itu paling lambat tiga puluh hari sejak MPR menerima usul tersebut.
  • Keputusan MPR atas usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden harus diambil dalam rapat paripurna MPR yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3/4 dari jumlah anggota dan disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang hadir, setelah Presiden dan/atau Wakil Presiden diberi kesempatan menyampaikan penjelasan dalam rapat paripurna MPR.

Agus melanjutkan, hak angket dan pemakzulan berada di ranah berbeda. Hak angket berada di ranah hukum, sementara pemakzulan Presiden masuk ke aspek hukum dan politik.

“Pertanyaannya, kalau hak angket itu kegiatan eksekutif atau kebijakan eksekutif yang melanggar peraturan perundang-undangan, aspek mana yang bisa nyambung dengan syarat yang ditentukan di konstitusi tadi? Itu sesuatu yang berbeda,” kata Agus.

“Salah satu syarat untuk pemakzulan itu kan mesti disambungkan dulu apakah ada hubungannya dengan syarat-syarat yang dicantumkan di konstitusi,” tuturnya.

Mahfud MD dan Yusril Kompak 

Mahfud MD dan Yusril Ihza Mhaendra sepemikiran soal hak angket tak ubah hasil pemilu.
Mahfud MD dan Yusril Ihza Mhaendra sepemikiran soal hak angket tak ubah hasil pemilu. (kolase kompas TV/tribunnews)

Mahfud MD akhirnya memiliki pemikiran serupa dengan ahli hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra terkait wacana hak angket DPR untuk memeriksa kecurangan pemilu 2024. 

Mahfud MD yang juga calon wakil presiden nomor urut 3 menegaskan bahwa hak angket ini tidak akan mengubah hasil pemilu.  

Dijelaskan Mahfud, hak angket itu urusan DPR dan partai politik. 

Dan pihak yang bisa diangket adalah pemerintah menyangkut terkait kebijakan-kebijakannya. 

"Bukan hasil pemilunya. Hak angket itu tidak akan mengubah keputusan KPU.

Baca juga: Beda Ganjar dan Mahfud MD Soal Hak Angket Kecurangan Pilpres, Bendahara Nasdem: Tak Ditentukan Anies

"Tidak akan mengubah keputusan MK nantinya, itu jalur tersendiri," tegas Mahfud MD ditemui di Sleman, Yogyakarta seperti dikutip dari Kompas TV, Senin (26/2/2024). 

Diuraikan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini, hak angket menurut konstitusi adalah hak yang dipunyai DPR untuk melakukan angket atau pemeriksaan dan penyelidikan dalam cara tertentu terhadap kebijakan pemerintah.

Kebijakan pemerintah ini bisa berupa penggunaan anggaran dan wewenang-wewenang. 

Halaman
1234
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved