Pilpres 2024

Alasan PDIP Usulkan Hak Angket Bukan untuk Memakzulkan Jokowi, Megawati Tak Ingin Pemerintahan Goyah

PDI Perjuangan memastikan hak angket kecurangan Pilpres 2024 yang akan diusung di DPR RI tidak dimaksudkan untuk memakzulkan Presiden Jokowi. 

Editor: Musahadah
Kolase Surya.co.id
Megawati dan Jokowi. Terbaru, PDIP memastikan hak angket kecurangan pilpres yang akan diusung di DPR tidak dimaksudkan untuk memakzulkan Presiden Jokowi. 

SURYA.co.id - PDI Perjuangan memastikan hak angket kecurangan Pilpres 2024 yang akan diusung di DPR RI tidak dimaksudkan untuk memakzulkan Presiden Jokowi

Bahkan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri tidak menginginkan pemerintahan yang dipimpin Presiden Jokowi goyah sebelum masa tugas berakhir. 

Hal ini diungkapkan Ketua Tim Demokrasi Keadilan (TDK) Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis dalam keterangannya pada Senin (26/2/2027). 

Lalu, apa alasan PDIP akan mengusulkan hak angket kecurangan Pilpres? 

Menurut Todung hak angket dimaksudkan untuk membongkar kecurangan dalam pemilihan umum (Pemilu) 2024.

Baca juga: Akhirnya Mahfud MD dan Yusril Sependapat Soal Hak Angket Tak Ubah Hasil Pemilu, Ini Kata Pengamat

"Proses pemakzulan itu terpisah dengan angket yang jalan sendiri, tetapi jika bahan hasil angket menjadi bahan untuk pemakzulan itu persoalan lain. Sekarang ini, hak angket tidak ada hubungannya dengan pemakzulan,” kata Todung dalam keterangannya, Senin (26/2/2024).

Dia juga menegaskan bahwa penekanan dari hak angket adalah mengungkap dugaan kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) pada masa sebelum pencoblosan, saat pencoblosan, dan setelah pencoblosan.

Sementara itu, dari sisi hukum, proses pemakzulan presiden terpisah dari hak angket yang akan digulirkan di DPR RI.

Todung menjelaskan, hak angket dilakukan untuk menemukan intervensi kekuasaan atau kecurangan TSM.

“Hak angket bukan untuk pemakzulan. Ibu Megawati juga tidak ingin pemerintahan goyah sampai 20 Oktober 2024, dan Ibu Megawati tidak memerintahkan para menteri dari PDI Perjuangan untuk mundur,” tegas Deputi Hukum Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud ini.

Todung menyebutkan, dugaan kecurangan Pemilu 2024 terjadi sejak masa pra pencoblosan hingga setelah pencoblosan.

Pada masa pra pencoblosan, intervensi membuat kekuasaan tidak netral.

Hal ini, menurut Todung, bisa dilihat di media massa dan media sosial.

Kemudian, politisasi bantuan sosial (bansos) begitu masif, padahal sebelumnya tidak pernah terjadi seperti pada Pemilu 2024.

Dia juga menyoroti nilai bansos yang dibagikan bukan dalam jumlah kecil, yakni Rp 496,8 triliun.

Halaman
1234
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved