Wawancara Eksklusif

Menjadi Politisi PDI Perjuangan, Novita Hardini Kampanyekan Program Prioritas Ganjar-Mahfud

Menjadi Caleg DPR RI dapil Jatim VII, Novita Hardini akan turut andil dalam pemenangan paslon Ganjar-Mahfud di dapilnya

Penulis: Yusron Naufal Putra | Editor: Cak Sur
SURYA.CO.ID
Talkshow bersama Novita Hardini, Istri Bupati Trenggalek Mochamad Nur Arifin yang juga maju nyaleg DPR RI dapil Jatim VII dari PDI Perjuangan tentang Para Istri Bupati Rame-rame Nyaleg. Talkshow digelar di studio Tribun Jatim Network. 

SURYA.CO.ID, SURABAYA - Novita Hardini, Istri Bupati Trenggalek Mochamad Nur Arifin sudah memantapkan niat untuk terjun ke politik dan saat ini menjadi Caleg DPR RI dapil Jatim VII.

Sama seperti sang suami, Novita menjadi politisi PDI Perjuangan.

Novita bercerita, akan turut andil dalam pemenangan paslon Ganjar-Mahfud di dapilnya yang meliputi Ngawi, Ponorogo, Trenggalek, Pacitan dan Magetan atau kawasan mataraman.

Dalam setiap kampanyenya, Novita turut sosialisasi program prioritas Ganjar-Mahfud.

Ulasan ini disampaikan saat hadir dalam Talkshow Politik Tribun Series bertajuk 'Istri Kepala Daerah Rame-Rame Ikut Nyaleg (Numpang Pamor, Mau Saingi Suami atau Panggilan Hati)' di Studio TribunJatim Network pada Rabu (17/1/2024).

"Saya tahu mengenal sekali bahwa Pak Ganjar dan Pak Mahfud ini adalah orang yang baik orang yang tepat dan pantas untuk rakyat Indonesia. Track record-nya kami paham, bahkan jauh sebelum Mas Ipin jadi Bupati," kata Novita.

Lantas seperti apa cara Novita kampanye di dapil, simak petikan wawancara berikut:

SURYA: Dapil Jatim VII ini kan cukup ketat, karena memperebutkan 8 kursi DPR RI. Bagaimana anda melihat persaingan. Apakah lebih berat pertarungan internal atau eksternal partai?

Novita Hardini: Pertama, terus terang ini pertama kali saya di kader ya oleh PDI Perjuangan mendengarkan pidato Ibu Megawati 3 jam lamanya tanpa teks dan tidak berhenti, itu yang menjadikan saya jatuh hati pertama kali.

Jadi saya memilih sebuah kendaraan berjuang saya itu, terus terang saya tidak langsung diberi komando oleh Mas Arifin atau siapa pun. Karena saya pun tipikal orang yang cukup kritis.

Ketika saya pertama kali diberi kesempatan untuk bertatap muka, 3 jam lamanya saya mendengar pidato Ibu Megawati.

Pada waktu itu, saya melihat bahwa Ibu Megawati benar-benar berpesan pada semua perempuan untuk uang ini daripada dibelikan baju gitu kita belikan untuk orang-orang yang nggak mampu.

Jadi pikiran-pikiran atau indikator sukses di dunia digital itu kan kalau kita lihat influencer dengan mobil baru, Ibu Mega disitu berbicara kenapa tidak menjadikan indikator sukses adalah semakin banyaknya orang yang kita bantu. Semakin banyaknya kehidupan-kehidupan yang sudah kita rubah. Nah di situ saya madep mantep menjatuhkan diri kepada PDI Perjuangan.
Kemudian, tugas saya pasti di Jatim 7, karena Mas Arifin di Trenggalek.

Ada beberapa nama besar yang bertarung. Tapi saya percaya gitu, bahwa saya punya kapabilitas yang mewakili suara rakyat.

Bahkan, saya sudah bekerja dulu sebelum saya jadi caleg. Saya sudah menanam benih. Itu modal saya.

Kedua, saya selalu bekerja berdasarkan data. Jadi data survei dari tahun ke tahun, bulan ke bulan, bahkan terakhir ini periode 25 Desember 2023-10 Januari saya termasuk 3 besar. Itu survei internal dan umum. Pertama memang Mas Ibas (Caleg Demokrat) kemudian tiga lainnya adalah PDI Perjuangan. Insya Allah bisa nambah kursi. Saya masuk agar PDI Perjuangan bisa menambah kursi.

SURYA: Apakah ada pembagian wilayah garapan antar caleg PDIP di dapil Jatim VII?

Novita Hardini: Jadi alasan kedua saya jatuh cinta kepada PDI Perjuangan adalah, karena dari semua partai, PDIP punya sistem yang sudah tertata.
Saya melihat PDI Perjuangan yang paling siap dan paling profesional mengolah sistem kader-kader yang ada di dalamnya. Nah termasuk pembagian wilayah atau beda dapil.

Dengan adanya beda dapil, bisa meminimalisir adanya konflik yang ada di internal dan alhamdulillah sih saya dengan Pak Kanang, Pak Johan Budi masih sejalan dan selaras tidak terjadi gesekan dan sebagainya.

Tugas kami juga yang pertama pasti memenangkan Pak Ganjar dan Pak Mahfud. Kemudian yang kedua adalah bagaimana kami menetralisir DPRD kabupaten agar tidak terjadi gesekan.

SURYA: Pemilu 2024 kan digelar serentak antara Pileg dan Pilpres. PDIP memberangkatkan calon yakni Ganjar-Mahfud. Bagaimana anda melihat ini, apakah menguntungkan untuk kampanye politik anda?

Novita Hardini: Kalau pertanyaan ini ditanyakan saya pada tahun 2019, akan lebih mudah menjawab.

Kalau pertanyaan ini ditanyakan pada tahun-tahun dengan kondisi politik seperti ini, variabelnya sudah berbeda.

Macam-macam sih kalau di Trenggalek sendiri, alhamdulillah suara PDI Perjuangan sudah berhasil menyalip PKB.

Nah ini pencapaian yang luar biasa. Elektabilitas Pak Ganjar dan Prof Mahfud MD itu ternyata juga 11-12 dengan Pak Prabowo dan Mas Gibran. Selisih sedikit dari Pak Prabowo dan Mas Gibran.

Kalau ditanya saya sendiri, saya malah semangat, karena barengan dengan Pilpres.

Pertama, sekalian anggarannya kan tidak boros. Terus juga menguntungkan bagi rakyat sebenarnya, bagi negara juga.

Kedua, saya tahu mengenal sekali bahwa Pak Ganjar dan Pak Mahfud ini adalah orang yang baik orang yang tepat dan pantas untuk rakyat Indonesia. Track record-nya kami paham, bahkan jauh sebelum Mas Ipin jadi Bupati.

SURYA: Sebelumnya DPP PDIP mengeluarkan edaran, intinya bahwa suara yang didapatkan di semua jenjang harus berbanding lurus dengan hasil suara capres-cawapres. Apakah ini beban bagi anda?

Novita Hardini: Itu bikin bangga. Karena itu salah satu bentuk dari gotong royong partai yang terbentuk sangat apik. Kedua, memang saya butuh gitu program-programnya Pak Ganjar ini yang akan meneruskan program-program Pak Jokowi.

Jadi kalau bisa dibilang kenapa Pak Ganjar ini adalah Pak Jokowi 4.0, karena pertama kami tahu, bahwa saya sendiri yang ada di lapangan, saya sering blusukan, sering turun menyapa masyarakat.

Masalah-masalah itu, tidak seperti bagaimana kita melihat bahwa hilirisasi ini menjadi pembahasan yang terus-menerus.

Pertama anak-anak gak bisa sekolah. Angka putus sekolah tinggi. Macam-macam karena ekonomi, karena sinyal yang tidak tercapai kemudian infrastruktur jalan yang berbahaya.

Saya melihat dari semua paparan capres cawapres, ini program-programnya Pak Ganjar ini yang akan melengkapi program Pak Jokowi.

Sehingga kalau ada surat edaran dari DPP ini menjadi tanggung jawab saya sebagai anak muda. Saya bukan kader PDI Perjuangan sekalipun saya pasti akan memperjuangkan program-program ini yang akan nanti dilanjutkan di tahun 2024.

Internet gratis, hanya dengan satu KTP bisa mengakses semua bantuan sosial itu, artinya kita menghemat banyak anggaran. Agar ada anggaran yang teralokasi untuk subsidi pupuk bagi petani nah ini yang benar-benar, saya sebagai anak muda, sebagai anak Indonesia tanpa ada surat edaran itu saya butuh programnya Pak Ganjar.

Kami butuh program itu. Adanya program prioritas Ganjar-Mahfud bukti nyata bahwa beliau terus turun ke masyarakat.

SURYA: Untuk bisa mengamankan kursi di dapil Jatim VII, proyeksi berapa suara?

Novita Hardini: Target di dapil ini tiga kursi. Bahkan kalau boleh berharap PDIP bisa dapat empat kursi. Nah, untuk bisa tiga kursi jadi masing-masing caleg harus mengantongi 150 ribu sampai 200 ribu suara itu aman.

SURYA: Bagaimana anda menyasar pemilih. Saat ini mayoritas pemilih di Pemilu 2024 didominasi oleh generasi z dan millenial?

Novita Hardini: Pertama di Kabupaten Trenggalek saya selalu petakan. Kapan agenda menyapa perempuan, anak-anak muda saya petakan.

Tapi untuk yang anak-anak muda di Kabupaten Trenggalek itu, masih menjadi tantangan kami untuk keberanian mereka bersuara apalagi membahas tentang politik.

Nah di Ponorogo juga sama, Magetan, Ngawi tapi memang dari survei gitu sekitar 18 persen anak muda itu sudah menggunakan hak pilih suaranya dan mereka memilih Ganjar-Mahfud. Sisanya undecided voters sekitar 60 persen.

Jadi mereka lebih cenderung memilih diam, mungkin karena intimidasi atau juga ketidakpastian. Tekanan-tekanan sosial yang mereka kan nggak paham, mereka tidak punya siapa yang mem-backup mereka. Jadi mereka takut untuk bersuara.

Tapi kami akan menghitung, kami akan mengukur perolehan berapa persen Gen-Z di Kabupaten Trenggalek nanti pada tanggal 14 Februari.

SURYA: Pemilu saat ini kan sudah kurang dari sebulan. Bagaimana anda memanfaatkan waktu yang tersisa ini?

Novita Hardini: Pertama, 25 hari ini saya akan manfaatkan bagaimana Pak Ganjar dan Pak Mahfud ini sudah tersosialisasikan sampai ke pelosok daerah yang ada di Kabupaten Trenggalek. Tinggal penguatan.

Kedua, melalui digital media sosial.

Kemudian yang ketiga melalui penguatan-penguatan pendataan yang sudah masuk pada kami.

Nah sebenarnya satu bulan terakhir ini adalah bagaimana membicarakan masalah teknis. Karena saya sendiri sudah berbasis Pemilu digital. Jadi pendataan saya tidak lagi pakai Excel saja tapi sudah ada aplikasi.

Jadi bahan-bahan dari siapa yang sudah kami data ini, menjadi bahan acuan ketika reses nanti. Datanya lengkap sampai isu perdapil.

Sampai hari ini, insya Allah sudah sekitar 145 ribu yang masuk di aplikasi ini. Tapi belum bonus-bonus suaranya yang memang tingkat ketersukaan pada saya tinggi. Jadi tinggal memberikan penguatan dan penambahan.

Saya sudah menggunakan aplikasi ini sudah sejak November, dan aplikasi ini diberikan oleh DPP PDI Perjuangan. Inilah kenapa saya sebut PDIP adalah partai politik yang paling siap bertransformasi digital.

SURYA: Kembali ke Pilpres. Bagaimana anda melihat sosok Pak Ganjar dan Pak Mahfud?

Novita Hardini: Pak Ganjar pertama orangnya merakyat. Pengalaman DPR RI 2 periode, gubernur 2 periode, saya selalu melihat beliau turun ke masyarakat.

Kemudian, kedua, kebijakan-kebijakan beliau terbukti mampu bermanfaat. Termasuk ketika beliau menjadi gubernur, beliau menjadi gubernur terbaik di Indonesia.

Kemudian beliau itu masih muda, ramah kalau ditanya, sopan dan juga ganteng. Saya bangga kalau punya presiden nanti dengan sosok Pak Ganjar.

Pak Ganjar adalah orang yang paling tepat meneruskan programnya Pak Jokowi.

Kenapa bukan Prabowo, karena Prabowo bukan Jokowi. Pak Prabowo enggak bisa blusukan seperti Pak Jokowi.

Prof Mahfud MD saya mengenal dari Mas Arifin, karena sudah mengenal beliau ketika mas Arifin waktu itu mendukung Pak Prabowo di 2014.

Mengenal Pak Mahfud sebagai bapak bagi kami. Beliau jujur dan berani. Beliau saya lihat dengan mata kepala saya sendiri sangat-sangat sederhana. Termasuk dari dua sosok ini yang paling saya lihat adalah sosok calon Ibu negaranya. Saya berharap Ibu Atikoh jadi Ibu negara. Beliau mudah membaur.

SURYA: Terakhir, anda ini kan dikenal sebagai sosok komplet. Ibu rumah tangga, punya aktifitas sebagai Ketua TP PKK Trenggalek dan aktivis perempuan. Selain itu juga pengusaha. Bagaimana anda membagi waktu.

Novita Hardini: Pertama sebagai perempuan ini, saya mendengar sebuah kajian ketika saya mengaji. Perempuan itu harus menyibukkan diri dengan ilmu pengetahuan.

Nah ini memang saya alami betul, ketika saya menganggur di rumah pikiran saya itu bisa dibawa ke mana-mana. Perempuan secara naturalnya mudah menggunakan emosinya. Sehingga kalau tidak didasari oleh ilmu pengetahuan yang baik, maka dia tidak tahu bagaimana menempatkan emosional ini di tempat yang pas.

Nah kenapa seharusnya sebagai perempuan itu harus bangga ketika punya banyak kesibukan. Karena dengan banyaknya kesibukan itu, tidak ada satu celah pikiran negatif, perbuatan negatif atau bahkan membiarkan hati kita itu merasakan sakit hati.

Apakah karena ketidaksempurnaan pasangan kita, ketidak sempurnaan keluarga kita atau mungkin ketidaksempurnaan sebuah kondisi yang memang kita alami setiap harinya. Jadi kalau sudah terbiasa menyibukkan diri, biasanya kita itu sudah punya pola dan sistem bagaimana setiap masalah itu fokusnya pada solusi. Jadi solusi oriented.

Cara membaginya pertama mulai dari yang sederhana. Kalau yang belum kuliah, maka kuliah. Dari kuliah kita mulai dibiasakan untuk kritis ada isu apa ya ini, kira-kira kenapa solusinya apa.

Setelah kuliah sudah selesai, coba aplikasikan melalui gerakan nyata. Ada organisasi apa itu, teman-teman kita bikin organisasi apa. Kemudian setelah organisasinya berjalan dikembangkan. Terus networking-nya dikembangkan. Nah sampai pada akhirnya perjuangan-perjuangan kita tuh menemukan polanya sendiri.

Pertama yang saya lakukan adalah time management, kalau memang tidak bisa dikerjakan satu waktu bersamaan, maka delegasi menjadi penting.

Apa yang harus didelegasikan dan ketika semua bersamaan, harus tahu skala prioritas.

Ketika anak sakit, saya harus prioritaskan mereka. Parenting jadi kualitas.

Kemudian yang kedua, saya selalu dari tujuh hari itu ya ada satu hari yang saya gunakan untuk organisasi dan pekerjaan. Sisanya untuk PKK, untuk masalah politik.

Sabtu Minggu saya gunakan untuk suami saya. Ketika itu saya gunakan untuk diskusi.

Kalau katanya Bung Karno, perempuan itu sama seperti sayap merpati. Perempuan dan laki-laki sama seperti sayap merpati. Jadi dua-duanya harus mengepak sama kuatnya dan seirama. Sehingga kalau salah satu sayap patah, maka merpati tidak bisa terbang. Jadi ada kesetaraan. Bagi saya, merpati semacam kebermanfaatan.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved