Citizen Reporter

Sekolah Ramah Anak dari Merdeka Belajar Membuat Siswa Lebih Antusias dan Bebas Perundungan

Program Merdeka Belajar membawa perubahan besar pada sekolah. Termasuk di SDN Jabon 1 Kabupaten Mojokerto yang menerapkan sekolah ramah anak.

Editor: Musahadah
istimewa
Penerapan Sekolah Ramah Anak dari Program Merdeka Belajar di SDN Jabon 1 Kabupaten Mojokerto. 

SURYA.CO.ID - Program Merdeka Belajar dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek) membawa perubahan besar pada sekolah-sekolah.

Salah satu program Merdeka Belajar yang menjadi prioritas di SDN Jabon 1 Kabupaten Mojokerto adalah penerapan lingkungan belajar menyenangkan melalui sekolah ramah anak

Menurut Kepala SDN Jabon 1, Drs Hariyono, terdapat lima perubahan besar di sekolahnya sejak diterapkannya sekolah ramah anak.

Pertama, pembelajaran lebih berpihak pada anak, dengan pendekatan berfokus pada kebutuhan, potensi, minat, bakat serta sesuai kodrat alam dan kodrat zaman.

“Pendidikan yang berpihak pada peserta didik menghadirkan model dan metode belajar yang menggali motivasi untuk menjadikan pembelajar sepanjang hayat dan selalu ingin tahu terhadap informasi dan pengetahuan,” terang Hariyono kepada Tim Salipan (Saling Liputan) ke Sekolah Balai Besar Penjaminan Mutu (BBPMP) Provinsi Jawa Timur pada Rabu, (15/11/2023).

Kedua, lingkungan sekolah menjadi lebih aman, nyaman dan menyenangkan agar anak dapat belajar lebih efektif dan efisien.

“Ruang kelas yang bersih dan teratur dapat membantu anak lebih fokus dalam pembelajaran. Fasilitas sanitasi yang baik, seperti toilet yang bersih serta tempat cuci tangan yang memadai dapat mengurangi resiko penyakit,” terangnya.

Selain itu, adanya kebijakan kesehatan dan kebersihan yang diterapkan secara konsisten, seperti menjaga kesehatan kantin dan makanan yang sehat, juga berkontribusi pada kesehatan anak secara keseluruhan.

Ketiga, pembelajaran berdiferensiasi dapat diterapkan secara lebih mudah karena para guru semakin kreatif dan inovatif memahami karakter peserta didik.

“Para pendidik memanfaatkan sistem pembelajaran digital, membuat media pembelajaran yang menarik, berorientasi pada high order thinking skill (HOTS) dan adanya kolaborasi antara guru dan peserta didik,” ujarnya.

Keempat, tidak ada tindak-tindak/perilaku-perilaku kekerasan (3 dosa besar) pendidikan yaitu perundungan, kekerasan seksual dan intoleransi di sekolah.

Kelima, belajar tidak hanya dibatasi oleh kotak bernama kelas.

Menurut Hariyono, dengan lingkungan sekolah yang ramah anak, belajar bisa dimana pun dan sumber belajar bisa diperoleh oleh siswa darimana saja, seperti di lingkungan sekolah atau di luar sekolah.

Kelebihan belajar di luar dibanding belajar di dalam kelas, yakni dapat memberi pengalaman langsung di lapangan tidak sebatas retorika dan teori seorang pendidik saja.

Berikutnya, proses belajar menjadi lebih cepat dipahami karena dilakukan uji coba, diperagakan dan dipraktekkan.

“Peserta didik juga dapat mempelajari sesuatu dari tempat atau sumber asalnya.Misalnya di sawah, pasar, di lingkungan sekolah begitu seterusnya, sehingga belajar lebih mudah, praktis dan menyenangkan,” ujarnya.

Hariyono juga mengakui, sebelum mengimplementasikan program Sekolah Ramah Anak, pembelajaran cenderung lebih berpusat pada guru.

"Siswa kurang aktif, cenderung sebatas mendengarkan dan mengerjakan tugas dari guru," ujarnya.

Diakuinya, siswa juga kurang antusias sehingga bakat dan minat anak belum tersalurkan secara maksimal.

Kemudian, lanjutnya, lingkungan sekolah kurang aman dikarenakan lingkungan sekolah berada pada jalan raya yang sangat ramai sehingga keselamatan anak–anak terancam dan rawan kecelakaan.

"Lingkungan sekolah juga kurang nyaman karena ketertiban kantin dan penjual di kantin kurang mematuhi peraturan sekolah, fasilitas cuci tangan belum maksimal tidak seperti saat ini," tuturnya.

Sebelum adanya pembelajaran berdiferensiasi, siswa diperlakukan sama, jadi pemetaan kesiapan belajar belum terlaksana, sehingga anak–anak yang memiliki kelebihan tertentu belum tersalurkan.

Selain itu, perundungan antar siswa didik juga masih ditemui meskipun ringan, seperti mengolok-olok nama orang tua, mengumpat, atau berkata kasar.

Pembelajaran pun sebagian besar cenderung dilakukan di dalam kelas dan kurang memanfaatkan lingkungan sekolah.

Dengan diterapkannya Sekolah Ramah Anak, Hariyono menegaskan, hal-hal tersebut tak lagi ditemukan di sekolah ini.

Ia juga merasa senang karena program ini mendapat dukungan penuh dari Dinas Pendidikan setempat.

"Sangat mendukung sekali, dukungan Dinas Pendidikan setempat terhadap pelaksanaan program tersebut di sekolah saya yaitu masalah berat pada anak yang tidak dapat diselesaikan di sekolah bisa dikonsultasikan melalui DP2KBP2 yang bekerja sama Dinas Pendidikan Kabupaten Mojokerto," ungkapnya.

Guru tersebut pun memberikan tips untuk rekan-rekan sesama kepala sekolah dan guru agar antusias dan optimal menyambut serta melaksanakan program Merdeka Belajar, yang saat ini tengah digiatkan.

"Bisa dengan menambah wawasan belajar dari berbagai sumber dan berkolaborasi dengan teman sejawat dari berbagai lintas sekolah," katanya.

"Kemudian, mengimplementasikan ilmu yang didapat, baik dalam pembelajaran maupun dalam kolaborasi dengan teman sejawat," tukasnya.

Penulis:

Bagus Priambodo
Pengolah Data dan Informasi Balai Besar Penjaminan Mutu Pendidikan (BBPMP) Provinsi Jawa Timur

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved