Berita Ponorogo

Harga Cabai Selangit, Ini Siasat Penjual Ceker di Ponorogo Agar Pedasnya Selalu Membara

Prinsipnya, ia tidak mengubah bahan baku. Di mana tetap menggunakan cabai fresh mulai cabai kecil, cabai rawit dan cabai keriting.

Penulis: Pramita Kusumaningrum | Editor: Deddy Humana
surya/pramita kusumaningrum
Khoirunnissa, penjual ayam ceker pedas di Ponorogo menjamin menu tetap pedas meski harus sedikit menghindari cabai yang semakin mahal. 


SURYA.CO.ID, PONOROGO - Rakyat Indonesia sedang menangis akibat kepedasan harga cabai rawit yang sudah tak terjangkau belakangan ini. Termasuk di Ponorogo, harga cabai Pasar Songgolangit tetap melangit sampai Rp 100.000 per KG, yang memaksa para pelaku kuliner memutar otak agar jualannya tetap pedas tanpa membuat pelanggan kabur.

Usaha yang mengandalkan cabai sebagai bahan utama adalah ceker pedas. Usaha ini ditekuni Khoirunnissa, yang sekarang juga merasakan kejamnya harga cabai rawit.

Tetapi wanita cantik ini menyiasati harga mahal itu dengan mengganti rasa pedas dari cabai rawit dengan bumbu lain yaitu lada. Tetapi dengan porsi lebih banyak.

SURYA mencoba mengintip dapur Khoirunnissa saat menyiapkan bahan jualannya. Semua yang digunakan cabai fresh, tetapi ada lada yang bukan buatan pabrik.

“Cabainya tetap fresh dan saya tidak mengganti dengan cabai kering. Tetapi dikurangi cabainya, ditambah ladanya. Biar tetap nampol,” terang Nisa, sapaan Khoirunnisa, Jumat (8/12/2023).

Nisa memilih menggunakan cabai fresh untuk menjaga rasa. Di mana ceker pedas buatannya juga dikonsumsi pribadi dan keluarganya. “Kalau diganti cabai kering jadi tidak enak rasanya. Saya konsumsi sendiri juga. Sama-sama menjaga termasuk menjaga yang beli,” kata Nisa, Jumat (8/12/2023).

Nisa memperbanyak lada agar rasanya tetap pedas. Namun lada yang digunakan bukan yang kemas halus produksi pabrik. Nisa memilih lada yang dihaluskan sendiri. “Jadi pedasnya tetap ada dan alami walaupun diganti lada,” kata Nisa.

Selain itu, kata Nisa, harga ceker pedas miliknya sudah tinggi. Di mana setiap biji ceker dijual dengan harga Rp 2.500. “Ya mungkin untungnya tidak sebanyak biasanya. Juga saya ganti ceker ukuran sedang, bukan yang besar,” beber warga Kelurahan Nologaten ini.

Prinsipnya, ia tidak mengubah bahan baku. Di mana tetap menggunakan cabai fresh mulai cabai kecil, cabai rawit dan cabai keriting. “Mengatasi harga bahan-bahan mahal sudah siap. Biasanya naik turun kan biasa kan? Untung sedikit tidak papa,” urainya.

Kendati disiasati dengan memperbanyak lada, pelanggannya tidak kemudian kabur. Nisa mengaku bahwa pelanggan tetap berdatangan.

“Omzetnya tetap di kisaran Rp 400.000 hingga Rp 800.000 per hari. Jadi Alhamdulillah masih stabil. Nanti kalau harga cabai kembali murah, (porsinya) kami kembalikan lagi,” pungkasnya. ****

 

Sumber: Surya
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved