Berita Ponorogo

Dari Ide 1 Minggu 1 Telur, Dokter Pita Dorong Gerakan Lintas Sektoral Menekan Stunting di Ponorogo

yang paling penting adalah kesadaran lintas sektor terutama di wilayah Puskesmas Babadan untuk penanganan stunting.

Penulis: Pramita Kusumaningrum | Editor: Deddy Humana
surya/pramita kusumaningrum (pramita)
Kepala Puskesmas Babadan, dr Pita Nurhayani. 

SURYA.CO.ID, PONOROGO - Pencegahan dan pengentasan stunting bisa berjalan baik kalau setiap orang peduli. Seperti gagasan dokter Pita Nurhayani, Kepala Puskesmas Babadan Ponorogo yang memulai gerakan sederhana yaitu 1 Minggu 1 Telur sejak November 2022 lalu dan sekarang bisa menghasilkan magnitude luar biasa pada gerakan melawan stunting.

Awalnya dr Pita memang mencanangkan gerakan 1 Minggu 1 Telur untuk menangani stunting khusus wilayah kerja Puskesmas Babadan. Dokter kelahiran 1986 itu memulainya ketika baru memimpin Puskesmas Babadan pada November 2022.

Caranya memang simpel, memulai dari lingkungan Puskesmas sendiri, lalu disebarluaskan dan malah menjadi aksi gotong royong di masyarakat. Karena salah satu persoalan stunting memang dari makanan atau gizi.

Dan saat pembagian telur di Kelurahan Kertosari pekan ini, wartawan SURYA bisa berbincang dengan dr Pita. Sasaran pembagian telur itu adalah balita stunting, kurang gizi, gizi buruk dan ibu hamil di Kelurahan Kertosari, sedangkan semua telur dikumpulkan Puskesmas Babadan dan Kelurahan Kertosari.

Terlihat, setiap sasaran mendapatkan telur 1 KG. Senyum sumringah berkembang di bibir beberapa penerima. Maklum, telur bagi sebagian orang adalah barang istimewa yang tidak bisa setiap saat didapatkan atau dibeli oleh mereka yang tidak berkecukupan.

“Awalnya sederhana sebenarnya. Berangkat dari keprihatinan secara pribadi. Kenapa jika ada masalah stunting yang diubek-ubek adalah Dinkes (Dinas Kesehatan) dan Puskesmas,” kisah dr Pita membuka obrolan, Minggu (12/11/2023).

Padahal penanganan stunting merupakan tanggung jawab bersama banyak pihak. Ada intervensi sensitif maupun spesifik yang tidak hanya bisa dilakukan oleh Dinkes dan Puskesmas.

Ibu dua orang anak ini merinci bahwa Dinkes mempunyai tugas secara kesensitifan. Bagaimana cara mengatasi stunting pada anak, tetapi yang perlu ditekankan juga adalah tugas secara spesifik yang tidak bisa dilakoni oleh Dinkes.

“Seperti penyediaan air bersih, permukiman, pendapatan orangtua, juga jarak usia antar kakak dan adik. Semua itu bukan bagian Dinkes. Jadi sekali lagi, penanganan stunting adalah masalah bersama yang diselesaikan bersama,” tegasnya.

Karena itu, dr Pita mengaku membuat gerakan nyata dan berdampak dalam penanganan stunting. Lalu ia memperkenalkan kebijakan di mana satu karyawan Puskesmas Babadan harus membawa 1 butir telur setiap hari Jumat.

“Responsnya bagus. Karyawan di Puskesmas Babadan kadang membawa tidak hanya satu, ada yang bawa 1 KG hingga 2 KG," ungkap dr Pita.

Dan untuk pembagiannya, lulusan Universitas Brawijaya (UB) Malang ini menjabarkan bahwa wilayah kerja Puskesmas Babadan itu mencakup 8 kelurahan/desa. Sehingga pembagiannya dilakukan bergantuan setiap pekan.

“Kelurahan atau desa itu akan dapat dua bulan sekali. Sasarannya adalah balita stunting, balita kurang gizi, balita gizi buruk dan ibu hamil kekurangan energi kalori,” urainya.

Untuk memperluas kampanye kesehatan itu, dr Pita juga mencoba kekuatan media sosial. Ia mengupload program 1 minggu 1 telur itu ke InstaGram Puskesmas Babadan. Juga membuat status di WhatsApp (WA) pribadinya.

“Responsnya luar biasa karena setelah itu banyak donatur berdatangan. Saya juga coba sosialisasikan lintas sektor ke camat dan lurah bahwa gerakan yang kita buat diharapkan diikuti desa juga,” tegasnya.

Menurutnya, memang tidak semua bisa menjalankan program secara mandiri. Kecuali yang menjalankan bersama pihak kelurahan Kadipaten dan Kertosari.

“Pembagian telur di Kertosari bahkan bisa mencapa 1 kuintal, tidak hanya dari puskesmas trtapi warganya juga ikut gotong royong. Jangan ditanya bagaimana perasaan saya, tentu bahagia,” papar dr Pita.

Seperti rangkaian riak kecil yang membangun ombak besar, gerakan kecil itu kemudian dirasakan luas. Dampaknya luar biasa. Dari data pada 2023 ini, para Februari angka stunting di Puskesmas Babadan adalah 7,74 persen, lalu turun menjadi 7,16 persen pada Agustus 2023.

“Target Kang Giri (Bupati Ponorogo) angka stunting turun menjadi 7 persen pada 2023. Pada 2023 ini wilayah Puskesmas kami sudah bisa mencapai 7,16 persen.Akhir tahun saya rasa bisa 7 persen. Nasional pun targetnya 14 persen,” paparnya.

Gerakan sosial ini sudah berubah menjadi gerakan bersama yang masif. Dan warga Kelurahan Setono, Kecamatan Jenangan memilih telur bukan tanpa alasan. Antara lain karena telur selalu ada, murah, mengolahnya mudah.

“Gizi dan proteinnya juga tinggi. Tidak ada anak tidak suka telur. Berbeda dengan daging yang cara mengolahnya sulit. Belum tentu anak suka, penyimpanan juga sulit,” terangnya.

Setelah berjalan setahun, dr Pita mengaku bahwa program 1 pekan 1 telur masih bergulir. Dan ia mengaku bahwa memang tidak sebanyak awal-awal ketika dicanangkan, namun program ini tetap diterapkan.

“Dulu setiap pekan ada pembagian 10 KG, sekarang 2-3 KG. Mungkin ada yang lupa, juga ada yang masuk malam,” ungkap dr Pita.

Dia mengaku yang paling penting adalah kesadaran lintas sektor terutama di wilayah Puskesmas Babadan untuk melakukan penanganan stunting. Di mana lintas sektor dalam hal intervensi spesifiknya baik dari kecamatan, polsek, koramil, KG, PKK, kelurahan, KUA dan lembaga pendidikan.

“Masing-masing lintas sektoral kita identifikasi perannya dalam penurunan stunting dalam acara mini lokakarya. Saya yakin cepat atau lambat, ketika kesadaran mulai tumbuh penanganan stunting akan jauh lebih mudah” pungkasnya. ****

Sumber: Surya
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved