Berita Viral
Sosok Wanita 84 Tahun Dipolisikan Anak Kandung karena Tanah, Disebut Lupa Ingatan dan Gila
Wanita berusia 84 tahun di Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB) dilaporkan ke polisi oleh anak kandungnya, S (64). Ini sosok dan kisahnya
Penulis: Arum Puspita | Editor: Adrianus Adhi
SURYA.CO.ID - Wanita berusia 84 tahun di Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB) bernama Rakyah dilaporkan ke polisi oleh anak kandungnya, S (64).
Rakyah dilaporkan anaknya karena sengketa tanah sebesar 28 ribu meter persegi.
Rakyah menjelaskan, lahan sebesar 28 ribu meter persegi yang dimaksud adalah milik suaminya, Multazam, yang meninggal pada 1999 lalu.
S pun mengaku sudah membeli tanah tersebut dari ayahnya pada 1991 senilai Rp 5 juta.
Namun, ia tak bisa menunjukkan bukti pembelian tanah tersebut.
Parahnya, S menyebut Rakyah sudah hilang ingatan sehingga tak bisa mengingat momen pembelian tanah tersebut.
"Dibilang saya gila, dibilang saya tidak ingat apa-apa, itu caranya melaporkan saya," ucap Rakyah.
"Dibilang gila oleh anak sendiri. Saya dianggap merusak rambutan dan pohon pisang waktu itu," imbuhnya pilu.
Pengacara Rakyah, Bhukori Muslim menjelaskan, S juga menuding Rakyah melakukan perusakan di lahan tersebut.
"Jadi klien kamu ini dilaporkan oleh anak kandungnya sendiri dengan tuduhan perusakan dan pemakaian tanah tanpa izin," kata Bukhori.
"Karena anaknya ini menganggap dia memiliki sertifikat,"
"Jadi tanah ini adalah tanah waris, karena dari dulu tanah ini milik dari Haji Multazam suami dari nenek Rakyah,"
"Anak pertama ini ya mengusai semua tanahnya, dari 9 anak," imbuhnya.
Bhukori menjelaskan tanah yang diklaim Saerozi memang memiliki sertifikat.
Akan tetapi sertifikat tersebut dibuat saat progam nasional, pemberian sertifikat tanah gratis.
"Sertifikat itu dikeluarkan pada progam sertifikat gratis," ujar Bhukori.
"Kami anggap ada kelemahan," imbuhnya.
Sebelum dilaporkan ke polisi, Rakyah dan 7 anaknya yang lain pernah mengajak Saerozi untuk mediasi.
Dalam mediasi di kantor kepala desa tersebut, Saerozi diminta untuk menunjukkan bukti pembelian tanah tersebut.
"Jadi anak ini pengakuan secara sepihak oleh anak pertama, sudah dibeli oleh almarhum bapaknya," kata Bhukori.
"Tapi saat di mediasi, ditanya kapan dibeli, siapa saksinya, mana akta jual belinya dia tidak mampu membuktikan," imbuhnya.
Tak cuma itu, saat diminta bersumpah atas nama tuhan, Saerozi menolaknya.
"Kita lalu meminta si anak untuk bersumpah atas nama tuhan, tapi dia tidak mau, tidak berani," kata Bhukori.
"Lalu selesai mediasi, dia langsung laporakn ibu kandung dan 7 saudaranya ke polisi," imbuhnya.
Bhukori lalu membantah kalau kliennya pikun atau terganggu mentalnya.
"Jadi klien kami ini sehat, tidak ada hilang ingatan, tidak pikun, tidak gila," tegasnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.