Berita Surabaya

Dosen TI ITS Dr Dwi Sunaryono Jadi Penggagas Pertama Algoritma Deteksi Lokasi Epilepsi di Otak

dosen Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Dr Dwi Sunaryono, berinovasi untuk deteksi epilepsi dan penentuan lokasi penyebabnya pada otak.

Penulis: Sulvi Sofiana | Editor: irwan sy
sulvi sofiana/surya.co.id
Dr Dwi Sunaryono SKom MKom dalam presentasi disertasinya pada Sidang Promosi Doktor di Departemen Teknik Informatika ITS Surabaya, Rabu (6/9/2023). 

SURYA.co.id | SURABAYA - Bertahun-tahun berkecimpung di dunia software hingga menjadi tim PPDB Jawa Timur, membuat dosen Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Dr Dwi Sunaryono SKom MKom ingin menerapkan keilmuannya di bidang kesehatan.

Tak tanggung-tanggung, ia berusaha mencari formula untuk inovasi yang baru pertama di Indonesia terkait deteksi epilepsi dan penentuan lokasi penyebabnya pada otak.

"Topik epilepsi ini ketika saya dalami saya melihat banyak kisah pasien yang berjuang hingga bertahun-tahun dengan penyakit ini. Ilmu saya saat ini saya rasa cukup untuk bermigrasi ke bidang kesehatan. Saya ingin membantu di bidang kemanusiaan,"ungkap dosen Departemen Teknik Informatika ITS ini.

Epilepsi merupakan penyakit langka yang disebabkan karena tidak normalnya fungsi salah satu titik pada bagian otak, sehingga dalam penyembuhannya diperlukan metode yang cepat dan tepat.

Untuk mendalami topik untuk disertasinya ini, Dwi banyak berdiskusi dengan dokter bedah syaraf untuk menentukan formula yang tepat dalam risetnya.

Ia bahkan berdialog dengan korespondensi luar negeri, serta mengumpulkan data dan jurnal epilepsi di dunia.

"Jadi cukup banyak jurnal yang saya baca untuk mencari gap dan inovasi di dunia untuk menemukan inovasi baru," lanjutnya.

Ia pun mendapat banyak dukungan dari para dokter di RSUD Dr Soetomo.

Hingga melihat secara langsung proses operasi bedah syaraf untuk menegakkan analisis temuan lokasi syarat yang bermasalah menggunakan inovasinya.

"Saya tidak pernah juga ikut operasi, tetapi ya harus dikuat-kuatkan. Demi profesionalitas ini harus dilakukan, jadi selama 6 jam saya melihat proses operasi. Dan membuktikan analisis saya tepat," kenangnya.

Ia pun merasa beruntung mendapat dukungan dari tenaga medis dan memiliki kesempatan melihat jalannya operasi yang tidak bisa dengan mudah dilihat orang.

Semangatnya juga semakin membara melihat para dokter yang tidak ada lelahnya hampir delapan jam melakukan operasi demi kemanusiaan.

Penanganan lewat operasi ini dikatakan Dwi menjadi metode penyembuhan epilepsi yang tidak bisa hanya ditangani dengan obat.

Oleh sebab itu, diperlukan pendeteksi lokasi sumber epilepsi yang otomatis dengan akurasi yang lebih tinggi.

“Sehingga perlu diintegrasikan penggunaan alat Electroencephalogram (EEG) dengan Artificial Intelligence (AI) untuk menjawab persoalan itu,” jelasnya.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved