Kekejaman Oknum Paspampres
KELAKUAN Oknum TNI Penculik dan Pembunuh Imam Masykur Terkuak, Terkait Mafia Penjualan Obat Ilegal?
Terungkap sosok Praka Jasmuri alias Praka J, oknum anggota TNI yang diduga terlibat dalam penculikan dan pembunuhan Imam Masykur bersama oknum Paspamp
SURYA.CO.ID – Terungkap sosok Praka Jasmuri alias Praka J, oknum anggota TNI yang diduga terlibat dalam penculikan dan pembunuhan Imam Masykur.
Seperti diketahui, kasus yang menewaskan Imam Masykuri menyeret tiga oknum TNI yakni, oknum Paspampres Praka RIswandi Manik, Praka Jasmuri dan Praka HS.
Selain itu, tiga warga sipil., satu diantaranya kakak ipar Praka Riswandi Manik juga terlibat dalam kasus ini.
Di awal kasus hanya sosok Praka Riswandi yang menjadi sorotan luas.
Namun belakang, sosok Praka Jasmuri juga menjadi sorotan setelah videonya beredar viral di media sosial.
Baca juga: BIODATA Nono Sampono Eks Komandan Paspampres yang Sebut Ada Kejanggalan Pembunuhan Imam Masykur
Praka Jasmuri merupakan anggota TNI Angkatan Darat di Kodam Iskandar Muda, Aceh.
Dalam video viral itu tampak Praka Jasmuri mengenakan baju tahanan militer tampak luwes berjoget-joget di depan kamera.
Seperti dilansir TribunnewsBogor.com dari akun TikTok diduga milik Praka J, tampak ada lima video yang dibagikan.
Pemilik akun Jasmowir Owir terakhir membagikan video aksinya berjoget pada tahun 2018.
Foto profil akun tersebut pun menampilkan potret seorang tentara berseragam TNI.
Dibagikan lima tahun lalu, video di akun Jasmowir Owir itu viral lagi baru-baru ini.
Netizen lantas menumpahkan kemarahannya atas aksi Praka J yang tega menculik dan menghilangkan nyata pemuda Aceh bernama Imam Masykur.
Bersamaan dengan viralnya video joget-joget Praka J, sebuah akun bernama bukbidan mengurai pengakuan mengejutkan.
Wanita bernama Desi Nandasari itu mengaku teman semasa Praka J.
Akun bukbidan pun mengungkap asal usul Praka Jasmuri yang ia kenal.
Diungkap Desi, Praka J adalah prajurit yang berasal dari Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya).
Kenal dekat dengan Praka J, Desi mengurai respon orangtua tersangka kasus pembunuhan Imam Masykur tersebut.
Berikut adalah unggahan Desi yang ramai dikomentari khalayak:
"Jadi saya mau meluruskan supaya tidak banyak yang menyebar hoax, jadi ini Praka J ini berasal dari Abdya bukan dari Nagan Raya, dan stop menghakimi keluarga karena orangtua dan keluarganya juga tidak tahu apa yang sudah dilakukan anak, semua ibu di dunia berharap anaknya menjadi orang baik,"
"Saya mengenal pelaku karena dulu pernah satu sekolah pas SMA, di salah satu SMA di Abdya. Pihak keluarga juga sangat terpukul dengan perbuatan anaknya. Dia memang salah biar cukup Allah dan pihak berwenang yang memberi hukuman," tulis akun bukbidan dilansir TribunnewsBogor.com, Jumat (1/9/2023).
Terpisah, Panglima TNI Laksamana Yudo Margono mengatakan saat ini proses hukum tiga oknum prajurit TNI yang diduga menganiaya pemuda bernama Imam Masykur hingga tewas masih dalam penyidikan.
Ia menegaskan, tidak ada impunitas dalam proses hukum tersebut.
Selain itu, ia juga menegaskan tidak ada yang ditutup-tutupi dalam proses hukum tersebut.
Hal tersebut disampaikannya usai memimpin upacara apel gelar pasukan Pengamanan (Pam) KTT Ke-43 ASEAN SUMMIT Tahun 2023 di Monas, Jakarta Pusat pada Jumat (1/9/2023).
"Silakan rekan-rekan semuanya untuk mengecek di Pomdam. Kita, Puspomad maupun Puspom TNI selalu mengawasi, supervisi untuk itu dari awal sudah saya sampaikan, ya tolong tidak usah ragu-ragu lagi, kalian bisa mengecek semuanya perkembangan penyidikannya sampai nanti sidang," kata Yudo.
"Sidangnya mau hadir semuanya boleh. Boleh. Tidak ada yang ditutup-tutupi karena ini memang kriminal," sambung dia.
Selain itu, Yudo mengatakan apabila ada prajurit yang melakukan tindak kriminal maka mereka adalah oknum.
"Kalau memang kriminal itu adalah oknum. Itu adalah oknum," kata dia.
Terpisah, Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Darat (Kadispenad) Brigadir Jenderal TNI Hamim Tohari enggan membeber peran dan alasan 3 oknum TNI menghabisi Imam Masykur.
Menurutnya, alasan mengapa Imam yang dijadikan target penculikan dan pemerasan tidak bisa terlebih dahulu diungkap ke publik.
"Ini ranah obyek penyidikan, belum bisa saya ungkapkan, nanti akan diungkap di pengadilan ya," kata Hamim dalam pesan singkatnya kepada Kompas.com, Selasa (29/8/2023).
Ia menyatakan bahwa proses penyidikan masih terus dilakukan dan tiga oknum prajurit yang menculik Imam Masykur telah ditahan.
Sementara itu, Komandan Polisi Militer Kodam Jaya (Danpomdam Jaya) Kolonel CPM Irsyad Hamdie Bey Anwar mengungkapkan bahwa tiga oknum TNI menculik dan menyiksa Imam Masykur untuk memeras korban.
Korban diperas karena ketiga pelaku mengetahui kegiatan korban yang menjual obat-obatan ilegal (tramadol).
Namun, penyiksaan itu justru membuat korban meregang nyawa.
Kendati demikian, Irsyad juga belum bisa menjelaskan mengapa Imam Masykur yang dijadikan target pemerasan.
Disamping itu, ia mengatakan pemerasan dan penganiayaan hingga mengakibatkan warga Aceh itu meninggal dunia sudah direncanakan.
“Mereka ini (oknum TNI) semua satu angkatan, yang latar belakangnya orang-orang dari Aceh, yang sama-sama sedang di Jakarta,” kata Irsyad.
Karena itu, mereka berkumpul untuk merencanakan melakukan penculikan dan pemerasan terhadap warga Aceh.
“Mereka melakukan itu secara bersamaan (dan) terencana untuk (melakukan) penculikan dan pemerasan ini dari kelompok orang yang sama,” jelasnya.
Dikatakan Irsyad, para pelaku tidak mengenal secara detail identitas korban Imam Masykur, namun mengetahui kegiatan komunitas korban ini apa-apa saja.
“Dia (pelaku) tidak saling kenal tapi tau komunitas korban ini berasal dari Aceh dan kegiatannya apa saja. Sehingga mereka melakukan tindakan tersebut (penculikan dan pemerasan),” bebernya.
Sejauh ini, Pomdam Jaya telah memeriksa 8 saksi terkait kasus meninggalnya Imam Masykur.
Sindikat Penjualan Obat Ilegal

Terpisah, tokoh muda Aceh, H Sayed Muhammad Muliady meminta Panglima TNI Yudo Margono dan Kapolri Listyo Sigit Prabowo menangkap mafia yang terlibat dalam praktik perdagangan obat ilegal (tramadol) yang kini banyak melibatkan pemuda Aceh.
Tramadol adalah obat untuk meredakan nyeri sedang hingga berat.
Obat ini termasuk dalam kelas obat opioid (narkotika), sehingga penggunaannya harus dalam pengawasan dokter.
"Kita memberikan apresiasi kepada Panglima TNI yang dari awal konsen mengawal kasus ini dan bahkan memberi hukuman maksimal kepada pelaku," kata Sayed di Banda Aceh, Selasa (29/8/2023).
Mantan Sekjen DPP KNPI dan Sekjen FKPPI ini menyatakan, kasus pembunuhan yang terjadi tetap tidak bisa dibenarkan dan pelaku harus dihukum seberat-beratnya, sebagaimana pesan Panglima TNI, hukuman mati atau minimal seumur hidup.
Namun yang perlu diketahui semua pihak bahwa kasus yang menyita perhatian pejabat tinggi negara ini bukan sekedar kasus pembunuhan, tapi ada praktik ilegal yang melibatkan mafia.
"Bahwa modus yang selama ini terjadi, anak-anak Aceh yang lugu direkrut oleh oknum-oknum tertentu untuk menjual obat tersebut secara multilevel marketing atau membuka toko dengan modus berjualan kosmetik atau barang kelontong," katanya.
Pemuda-pemuda ini dalam menjalankan bisnis haramnya ini diawasi ketat oleh para mafia dengan menggunakan tangan-tangan oknum TNI/Polri,
dan banyak juga di antara mereka yang langsung dihakimi massa seperti terjadi di Bogor, Jawa Barat karena sudah terlalu meresahkan dan menganggu ketertiban sosial masyarakat setempat.
"Sebenarnya kasus-kasus pembunuhan terhadap orang Aceh sering kita dengar, seperti di Tanggerang baru-baru ini, tapi dalam kasus kali ini melibatkan aparat TNI, sehingga menyita perhatian banyak pihak dan viral," ucapnya.
Pria yang sudah lebih 20 tahun menjadi advokat di Jakarta ini mengaku, banyak orang Aceh melakukan praktik perdagangan obat ilegal dengan kedok jualan kosmetik.
Bahkan kondisi ini membuat masyarakat tempatan resah.
Usaha yang mengancam nyawa ini kerap didatangi oknum aparat untuk melakukan pemerasan.
Jika tidak memberi uang, maka akan disiksa.
"Ini sudah menjadi rahasia umum dan praktik ini sudah bertahun-tahun," sebut mantan anggota DPR RI ini.
Karena itu, agar tidak lagi jatuhnya korban jiwa ke depan, Panglima TNI dan Kapolri harus turun tangan menangkap semua mafia obat ilegal dan menertibkan prajurit yang terlibat.
Kasus tewasnya Imam Masykur dikaitkan dengan adanya dugaan penjualan obat ilegal juga dibenarkan oleh Analis Militer/Mantan Kabais, Soleman Ponto.
Melalui wawancara langsung yang ditayangkan dalam kanal YouTube Metro TV, Kamis (31/8/2023), Soleman Ponto membenarkan hal itu.
"Saya sependapat dengan itu," katanya membenarkan soal adanya sindikat penjualan obat-obatan ilegal di balik tewasnya Imam Masykur.
Eks Kepala Badan Intelijen Strategis ini mengatakan, Imam Masykur yang diduga menjual obat ilegal itu diketahui oleh Praka Riswandi Manik dan rekannya.
Praka Riswandi Manik dkk kemudian menyamar sebagai anggota polisi dengan menggunakan atribut lengkap untuk menjalankan aksinya.
Mereka menculik Imam Masykur lalu meminta tebusan lantaran sang korban diduga berjualan obat-obatan ilegal, meskipun mereka sendiri tidak saling kenal satu sama lain.
"Saya punya informasi juga bahwa di balik ini ada sindikat penjualan obat terlarang yang beredar.
Jadi mereka menjual obat terlarang, karena mereka menjual itu, yang ini (Riswandi Manik) tau makanya dia pakai baju polisi, menyamar sebagai polisi untuk memeras, meminta bagian dari penjual obat obat terlarang ini, begitu," tegasnya.
Saat ditanya tentang seberapa besar sindikat penjualan obat ilegal ini, Soleman Ponto mengungkap bahwa terdapat kurang lebih 60 toko penjualan obat ilegal yang sudah tersebar di Jakarta.
Fakta mengejutkan lainnya adalah, dimana seluruh penjual obat ilegal itu adalah warga Aceh.
"Data yang saya punya itu cukup besar, jadi diperkirakan toko, inikah toko. Toko-toko itu yang masuk informasi kepada saya minimal 60 toko tersebar di seluruh jakarta, ini sindikatnya orang Aceh semua yang ini," sambungnya.
Tak hanya itu, Soleman Ponto juga mengungkap cara kerja para sindikat penjual obat ilegal ini di Jakarta, dimana ada peran seorang bos kemudian merekrut para perantau yang mengalami kesulitan ekonomi.
Para perantau kemudian ditawarkan untuk menjual obat ilegal hingga akhirnya mereka terjerat dalam sistem tersebut.
Kalau sudah masuk pada sistem itu, sambung Soleman Ponto, di siniliah peran tentara menjadi tukang tagih jika mereka tidak memberikan setoran dari hasil penjualan.
"Kalau sudah masuk di sistem itu, penagihan inilah yang menyangkut si tentara ini menjadi tukang tagih, kalau yang penjual ini tidak mau membayar," tandasnya.
Sebagian artikel ini telah tayang di SerambiNews.com dengan judul Kasus Imam Masykur Ada Kaitan Jual Obat Ilegal?60 Toko Tersebar di Jakarta,Sindikat Orang Aceh Semua
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.