Brigadir J Ditembak di Rumah Jenderal

PELUANG Ferdy Sambo Cs Cari 'Diskon Tambahan' untuk Vonisnya, Ini Analisis Guru Besar Hukum Unsoed

Inilah peluang Ferdy Sambo Cs mencari 'diskon tambahan' untuk vonisnya, menurut analisis Guru Besar Fakultas Hukum Unsoed.

Kompas.com
Ferdy Sambo saat disidang. Simak Peluang Ferdy Sambo Cs Cari 'Diskon Tambahan' untuk Vonisnya menurut Analisis Guru Besar Hukum Unsoed. 

SURYA.co.id - Para terpidana kasus Pembunuhan Brigadir J ternyata masih punya peluang untuk mencari keringanan hukuman.

Padahal, Ferdy Sambo Cs baru-baru ini sudah mendapatkan 'diskon' vonis dar kasasi Mahkamah Agung (MA).

Ferdy Sambo lolos hukuman mati karena ia divonis oleh MA dengan hukuman yang lebih ringan yakni hukuman seumur hidup.

Sedangkan istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi vonisnya didiskon 50 persen sehingga cuma 10 tahun penjara.

Hukuman yang lebih ringan juga didapat Ricky Rizal yang disunat menjadi 8 tahun penjara, dan Kuat Ma'ruf menjadi 10 tahun.

Meski demikian, ternyata Ferdy Sambo Cs masih bisa mengajukan Peninjauan Kembali (PK) jika ingin mengupayakan keringanan lagi.

Hal ini seperti diungkapkan oleh Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Hibnu Nugroho.

Menurtu Hibnu, pihak keluarga Yosua tak bisa lagi menempuh upaya hukum dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J.

Baca juga: Sebut Pasukan Bawah Tanah di Balik Diskon Vonis Ferdy Sambo Cs, Kamaruddin: Ucapan Mahfud MD Nyata

Sebab, MA telah menjatuhkan putusan kasasi bahwa hukuman Ferdy Sambo dianulir menjadi seumur hidup penjara.

Putusan kasasi MA juga mengurangi hukuman tiga pelaku lain dalam kasus ini.

“Untuk keluarga korban sudah selesai karena sudah putusan kasasi. Upaya hukum korban selesai diwakili jaksa,” kata Hibnu, Kamis (10/8/2023), melansir dari Kompas.com.

Pengacara keluarga Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak menyebut ada pasukan bawah tanah di balik diskon vonis Ferdy Sambo Cs.
Pengacara keluarga Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak menyebut ada pasukan bawah tanah di balik diskon vonis Ferdy Sambo Cs. (kolase tribunnews)

Sebaliknya, dalam hal ini, para pelaku masih bisa menempuh upaya hukum.

Ferdy Sambo dkk dapat mengajukan peninjauan kembali (PK) atas kasus yang menjerat mereka.

Untuk mengajukan PK, pemohon harus memiliki bukti baru yang belum pernah disampaikan di muka persidangan tingkat pertama, banding, maupun kasasi.

Oleh karenanya, Hibnu yakin, cepat atau lambat Sambo dan tiga terpidana lainnya bakal mengajukan PK ke Mahkamah Agung demi mencari keringanan hukuman.

“Sekarang upaya hukum tinggal ada pada Pak Sambo cs yang bersifat untuk mencari keringanan,” ujarnya.

Hibnu menjelaskan, putusan PK tak boleh melebihi putusan yang dijatuhkan sebelumnya.

Putusan PK bisa saja menguatkan putusan terdahulu, atau justru meringankan hukuman yang sudah diputus sebelumnya.

Artinya, jika Sambo mengajukan PK, kemungkinan hukumannya tetap penjara seumur hidup, atau lebih ringan.

Hukuman mantan perwira tinggi Polri itu tak bisa lebih tinggi lagi.

Pun jika Putri Candrawathi, Ricky Rizal, dan Kuat Ma’ruf mengajukan PK, hukumannya juga mungkin dikuatkan, atau lebih ringan.

“Jadi yang diuntungkan sekarang tinggal Pak Sambo cs, masih ada upaya-upaya lain untuk mendapatkan keringanan,” tutur Hibnu.

Pasukan Bawah Tanah di Balik Diskon Vonis Ferdy Sambo

Sebelumnya, Pengacara keluarga almarhum Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat, Kamaruddin Simanjuntak menyinggung adanya pasukan bawah tanah di balik vonis kasasi Ferdy Sambo Cs. 

Seperti diketahui, Ferdy Sambo yang menjadi tersangka utama pembunuhan Brigadir Yosua dianulis dari hukuman mati dan diganti seumur hidup. 

Kemudian, istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi mendapat diskon 50 perse, dari hukuman 20 tahun penjara menjadi 10 tahun penjara. 

Lalu, mantan ajudan Ferdy Sambo, Ricky Rizal  disunat dari 13 tahun menjadi 8 tahun.

Begitu juga dengan mantan asisten rumah tangga Ferdy sambo, Kuat Ma'ruf dari 15 tahun menjadi 10 tahun.

Menurut Kamaruddin, pasukan bawah tanah ini sudah lama didengar, dan ternyata benar-benat ada.  

"Sudah lama kita dengar, mulai dari ada pasukan bawah tanah atau pasukan "amplop". Tetapi sulit kita percaya apakah itu benar-benar ada sebelum terjadi.

"Dan Kenyataannya, apa yang dibicarakan bapak Mahfud MD ini sudah menjadi kenyataan," kata Kamaruddin dikutip dari tayangan Kabar Utama TV One, Selasa (8/8/2023). 

Menurut Kamaruddin, putusan ini membuktikan bahwa masyarakat rendah akan mengalami hal yang kurang beruntung. 

"Padahal semua media mengumumkan ini, baik cetak maupun elektronik maupun media lain, tapi begitu saja diabaikan Mahkamah Agung," katanya. 

Menurut Kamaruddin, putusan kasasi MA ini patut dipertanaykan karena kasasi dari pihak penasehat hukum maupun terdakwa tidak diterima, tapi putusannya justru diperbaiki, dari hukuman mati menjadi seumur hidup. 

"Ini jadi pertanyaan kita, kok kasasi ditolak, tapi diubah hukumannya? apakah betul putusan seperti ini kasasi MA?," katanya. 

Kamaruddin meminta jaksa penuntut umum untuk menempuh upaya hukum luar biasa yakni Peninjauan Kembali (PK).

"Sehingga ada kepastian hukum ke depan," tegasnya. 

Hal serupa juga diucapkan Kamaruddin saat dihubungi Tribunnews, Rabu (9/8/2023).

"Sebenarnya kami sudah tau putusan akan seperti ini melalui yang disebut dengan lobi-lobi politik pasukan bawah tanah dan sebagainya. Tapi sangat kecewa juga kita karena ternyata hakim setingkat MA masih bisa dilobi-lobi dalam tanda petik begitu," katanya.

Keluarga Brigadir J Protes

Sementara itu, Pihak keluarga Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat menilai tidak adanya transparansi dalam proses putusan kasasi terhadap terdakwa Ferdy Sambo cs. 

Kuasa hukum keluarga Brigadir Yosua Hutabarat, Martin Lukas Simanjuntak bahkan mengibaratkan Mahkamah Agung sedang bermain petak umpet saat menjatuhkan vonis Ferdy Sambo Cs. 

Seperti diketahui, Ferdy Sambo akhirnya lolos hukuman mati setelah Mahkamah Agung menganulir putusannya menjadi hukuman penjara seumur hidup. 

Sementara istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi hukumannya didiskon 50 persen, dari 20 tahun penjara menjadi 10 tahun penjara. 

Lalu vonis mantan ajudan Ferdy Sambo, Ricky Rizal disunat dari 13 tahun menjadi 8 tahun.

Begitu juga dengan mantan asisten rumah tangga Ferdy sambo, Kuat Ma'ruf dari 15 tahun menjadi 10 tahun.

"Saya melihat seperti main petak umpet. Karena hasilnya tiba-tiba dibacakan, tanpa ada pemberitahuan sebelumnya," ungkap Martin Lukas Simanjuntak dalam program Sapa Indonesia Pagi Kompas TV, Rabu (9/8/2023). 

Menurut Martin, putusan ini cukup mengejutkan karena baru satu bulan lalu pihaknya mengikuti berita bahwa MA baru memilih 5 hakim agung untuk mengadili kasus ini, dan sekarang sudah ada putusannya. 

Menurut Martin, apa yang dilakukan MA ini berlawanan dengan semangat Presiden Jokowi yang meminta kasus ini diurus secara transparan, diikuti dengan semangat dari Polri, kejaksaan, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan hingga Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. 

"Saya bingung caranya kok seperti cara mengelola RT. Dengan cara petak umpet tidak memberitahukan sebelumnya. Kan kalau disampaikan kita bisa mengikuti, mempersiapkan. Sehingga tidak serta merta putusan langsung dibacakan," katanya. 

Martin juga memberikan tanda tanya besar atas putusan MA tersebut. 

Tanda tanya besar itu ada pada pertimbangan hakim agung yang menolak kasasu terdakwa maupun penasehat hukumnya, namun mengubah hukuma para terdakwa. 

"MA sama-sama menolak kasasi PH atau terdakwa, namun memberikan diskon besar-besaran," katanya.

Khusus untuk vonis Ferdy Sambo, Martin mengaku sudah menduga karena dari awal ada KUHP yang baru dimana mengatur bahwa  terpidana mati bisa diubah dengan pidana seumur hidup. 

Namun, yang paling tidak bisa diterima adalah vonis Putri Candrawathi yang didiskon hingga 50 persen. 

Padahal, menurut Martin, delik pidana pembunuhan ini dipicu oleh Putri Candrawati yang mengaku diperkosa korban, padahal tidak bisa dibuktikan. 

"Bagaimana mungkin, pemicu hanya dihukum 10 tahun penjara. Padahal dia merupakan aktor intelektual dalam pembunuhan berencana yang membuat publik gaduh dan menghancurkan reputasi kepolisian," seru Martin.

Menurut Martin, putusan ini tidak ada empati terhadap korban dan tidak konsen konsen pada tindakan preventif.

"ini percontohan yang buruk," tukasnya. 

>>>Ikuti Berita Lainnya di News Google SURYA.co.id 

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved