Berita Tulungagung

8 Paket Proyek di PUPR Tulungagung Jadi Temuan BPK RI, Berikut Daftarnya

LHP LKPD Kabupaten Tulungagung oleh BPK RI, ditemukan kekurangan volume pada 8 paket proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR).

Penulis: David Yohanes | Editor: Cak Sur
SURYA.CO.ID/David Yohanes
Proyek pengaspalan jalan di bawah Dinas PUPR Tulungagung. 

SURYA.CO.ID, TULUNGAGUNG - Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Kabupaten Tulungagung oleh BPK RI, ditemukan kekurangan volume pada 8 paket proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR).

Delapan paket proyek PUPR Tulungagung ini, kesemuanya adalah proyek jalan. Terdiri dari pekerjaan pemeliharaan berkala, rehabilitasi dan konstruksi serta peningkatan kapasitas struktur.

Dari delapan paket proyek ini, para pemenang tender diperintahkan untuk mengembalikan kelebihan bayar.

“Saya jumlah pastinya lupa, tapi yang jelas di atas Rp 1 miliar. Dan hari ini semuanya sudah dibayarkan,” terang Kepala Dinas PUPR Tulungagung, Dwi Hari Subagyo, Rabu (14/6/2023).

Paket pertama adalah ruas jalan Tumpakmergo-Brumbun, paket kedua ruas jalan Apakbrondol-Kaligentong, paket ketiga ruas jalan Karangsono-Sumberdadap dan paket keempat ruas Boyolangu-Campurdarat.

Paket kelima ada 3 ruas jalan, yaitu Desa Serut Kecamatan Boyolangu, Gragalan-Podorejo dan Podorejo-Tunggangri.

Paket kelima dua ruas jalan, yaitu Panjerejo-Tenggur 1 dan Selorejo-Tunggangri.

Paket keenam dua ruas jalan, yaitu Pulosari-Bukur dan Sumberdadi 2.

Paket kedelapan ada 3 ruas jalan, yaitu Ngunut-Panjerejo, Desa Beji Kecamatan Boyolangu dan Desa Tunggulsari di Kecamatan Kedungwaru.

Lanjut Dwi Hari, sebelumnya BPK RI mengambil sampel sejumlah proyek yang sudah diserahterimakan dan diuji di laboratorium.

“Dari hasil uji lab itu ketahuan, ketebalannya kurang. Jika dirata-rata, ditemukan kelebihan bayar yang harus dikembalikan,” ungkapnya.

Paket yang kena klaim terbesar dari BPK RI adalah ruas Panjerejo-Ngunut, yang nilainya sekitar Rp 900 juta.

Seluruh temuan ini harus ditindaklanjuti selama 60 hari dengan mengembalikan kelebihan bayar itu.

Jika tidak dibayarkan, maka temuan BPK RI bisa masuk ke ranah tindak pidana korupsi.

“Semau sudah dibayarkan dan sudah dilaporkan ke BPK. Ini juga menjadi bahan evaluasi kami,” tegas Dwi Hari.

Menurutnya, temuan BPK ini bukan karena kenakalan dari kontraktor proyek, namun ada faktor proses pengerjaan proyek yang menumpuk di akhir tahun.

Dampaknya, ada kendala cuaca yang mempengaruhi langsung kualitas pengerjaan.

Karena mayoritas proyek dikerjakan di akhir tahun, maka pemenuhan barang juga mengalami kendala sehingga mempengaruhi kualitas.

Selain itu, waktu pengerjaan juga mepet dengan waktu pembayaran di Bulan Desember, hingga menurunkan kualitas.

“Semua menumpuk di akhir tahun, sehingga proyek terlalu banyak dan bersamaan. Pengawasan jadi tidak optimal,” pungkas Dwi Hari.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved