Pemilu 2024

Wawancara Eksklusif Crazy Rich Surabaya Tom Liwafa yang Nyaleg DPR RI

Sosok Crazy Rich Surabaya Tom Liwafa akan mencoba peruntungan di Pemilu 2024 untuk kursi DPR RI dan berangkat dari Partai Amanat Nasional (PAN).

YouTube SURYA.co.id
Sosok Crazy Rich Surabaya Tom Liwafa akan mencoba peruntungan di Pemilu 2024 untuk kursi DPR RI dan berangkat dari Partai Amanat Nasional (PAN). 

+ Sebenarnya alergi itu karena mereka sebelumnya belum pernah terjun disitu. Mereka akan sadar ketika mereka akan menemukan kebijakan-kebijakan yang tidak sesuai dengan hati nurani mereka. Itulah yang kemudian akan membuat mereka paham, bahwa di politik itu tidak melulu tentang kekuasaan. Politik itu tentang bagaimana mengatur sebuah negara agar baik dan benar sesuai dengan harapan mereka masing-masing.

Jadi tentunya yang tahu masalah perpolitikan itu ya orang-orang yang sudah terjun di politik atau orang yang mendalami perpolitikan. Di dalam perpolitikan tersebut, kalau diisi oleh orang-orang yang tidak sesuai dengan hati nurani mereka, bagaimana kemudian aspirasi mereka bisa tersampaikan. Makanya setiap saya kampanye tidak pernah misalnya berhubungan dengan hukum, kampanye berhubungan dengan agama. Meskipun saya dulu juga di madrasah, saya juga magister hukum.

Tapi saya selama ini konsennya di bidang UMKM. Selalu itu yang saya angkat. Karena saya mau menajamkan itu. Artinya, kalau dibilang tokoh politik UMKM di Jawa Timur, mungkin kalau disurvei insyaallah saya masuk lah. Karena memang saya senang disitu, saya mendalami bidang UMKM. Mempekerjakan ribuan UMKM, saya membuat puluhan ribu orang datang ke acara UMKM. Jadi kalau saya disuruh milih pasti dibidang UMKM.

Untuk kemudian kita dipimpin oleh orang di Komisi VI yang tidak paham tentang UMKM, ini kan kacau. Kebijakan nanti tidak sesuai dengan sekarang, tidak diadaptasikan.

- Apa yang kurang dari kebijakan soal UMKM?

+ Banyak. Kita mempunyai fasilitas dalam negara itu untuk mempromosikan produk UMKM di luar negeri. Apakah sudah dilakukan oleh Kemenparekraf dan Kemendag?, sudah. Tapi kan ada beberapa hal yang sebenarnya belum dilakukan. Karena berhubungan dengan episentrum yang ada di Jakarta. Episentrum yang ada di Surabaya seperti apa. Coba sekarang produk clothing di Surabaya atau Jawa Timur apa yang terkenal. Kenapa karena ruang geraknya kurang. Tereksposnya kurang sekali. Jadi artinya Jawa Timur ini UMKM masih jago kandang. Potensinya besar tapi masih jago kandang. Begitu ditaruh di Jakarta, collapse.

Indonesia harusnya punya peluang yang lebih besar ketika kita bandingkan Shanghai dan Beijing. Nah, inilah yang kemudian Surabaya patut diekspos. Dan siapa yang bisa mengekspos ya pasti adalah dewan perwakilan rakyat. Jadi tugas legislatif. Misal tugas eksekutif, walikota atau gubernur itu lebih luas. Legislatif bisa lebih fokus. Mas Eri dan Bu Khofifah itu ngurusi semua kedinasan. Apakah mereka tidak menggarap UMKM, ya garap. Tapi harus ada DPR yang fokus terhadap UMKM juga.

- Beberapa waktu lalu, anda sempat disinggung-singgung dalam konsorsium 303. Apakah ini akan mengganggu, walaupun anda sudah klarifikasi. Apakah ini bisa mengganggu proses pencalegan?

+ Saya percaya semua akan menjawab. Sekarang yang terjebak di kasus itu, semuanya ditangkap. Seratus persen. Semua masuk, seratus lebih orang dipenjara. Artinya, jika saya sekarang disini ya berarti kan. Apakah polisi tidak menggeledah saya secara ibaratnya mengintip saya di PPATK. Apakah kemudian Polda Jatim tidak melihat saya secara cyber. Pasti sudah. Tapi kenapa tidak dilakukan proses Lidik, karena proses lidiknya tidak memenuhi. Unsurnya tidak ada. Indonesia punya alat digital itu luar biasa. Artinya ketika tidak ditemukan dalam Lidik, ya tidak mungkin dilidik. Itu kan hoax.

- Target suara anda nanti berapa di dapil Jatim 1?

+ Kemarin sempat ada yang tanya. Ngapain saya promo, kampanye padahal sudah ada 2 juta followers. Setengah followersnya itu kan Surabaya artinya 1 juta. Sepuluh persennya kan 100 ribu, katanya ngapain masih turun-turun. Kita harus membedakan antara popularitas dengan elektabilitas. Jadi memang tentu tidak bisa seperti itu mengkonversinya. Karena manusia itu juga perlu adanya sentuhan fisik. Perlu bertemu, menyapa, merangkul, membaur dan mencium keringat mereka. Artinya, kita paham apa yang terjadi di lapangan itu tidak sama dengan apa yang terjadi di sosial media. Artinya turun itu bukan masalah apa, tapi kita tahu apa yang diinginkan masyarakat. Tahu apa yang menjadi keluhan masyarakat. Sehingga nanti bisa direalisasikan ketika nanti menjadi anggota dewan.

BACA BERITA SURYA.CO.ID DI GOOGLE NEWS LAINNYA

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved