Anas Urbaningrum Tak Jadi Bebas Tanggal 10 April 2023, Bakal Dijemput Pendukung dan Sejumlah Aktivis

Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum yang dijadwalkan bebas pada 10 April 2023, harus mundur dari tanggal semula.

Penulis: Akira Tandika Paramitaningtyas | Editor: Musahadah
TRIBUNNEWS/DANY PERMANA
Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum membacakan nota pembelaannya di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (18/9/2014). 

SURYA.CO.ID - Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum yang dijadwalkan bebas pada 10 April 2023, harus mundur dari tanggal semula.

Seperti diberitakan sebelumnya, Anas Urbaningrum akan mengirup udara bebas pada 10 April 2023 mendatang terkait kasus korupsi mega proyek pembangunan Pusat Pelatihan, Pendidikan, dan Sekolah Olahraga Nasional Hambalang.

Hal tersebut telah dibenarkan oleh Kalapas Sukamiskin, Kunrat Kasmiri. Kunrat mengatakan bahwa Anas Urbaningrum akan keluar dari tahanan pada April tahun ini.

"AU (Anas Urbaningrum) bebasnya bulan April," kata Kunrat, Rabu (29/3/2023).

Baca juga: BIODATA Anas Urbaningrum, Koruptor Proyek Hambalang yang Bakal Bebas dari Penjara Sebentar Lagi

Namun, agaknya pembebasan Anas Urbaningrum harus mundur dari jadwal sebelumnya lantaran alasan keamanan dan kenyamanan.

Melansir Kompas TV, Koordinator Nasional Sahabat Anas Urbaningrum, Muhammad Rahmad, mengatakan pembebasan Anas Urbaningrum dijadwalkan mundur sehari dari jadwal sebelumnya.

Ia pun mengungkapkan alasannya waktu pembebasan Anas Urbaningrum yang diundur tersebut karena faktor keamanan sekaligus kenyamanan.

"Pembebasan AU (Anas Urbanigrum) yang direncanakan pada 10 April 2023, mundur sehari karena alasan keamanan dan kenyamanan saat penjemputan," kata Rahmad dihubungi di Jakarta, Rabu (5/4/202).

Karena waktunya dimundurkan, Rahmad pun meminta kepada sahabat Anas Urbaningrum yang sudah merencanakan penjemputan untuk menyesuaikan dengan jadwal tersebut.

Rahmad mengungkapkan, ada sejumlah elemen yang akan bergabung dalam acara penjemputan Anas Urbaningrum keluar dari penjara.

Terdakwa kasus dugaan korupsi dan pencucian uang Anas Urbaningrum menjalani sidang dengan agenda pembacaan nota pembelaan (pledoi) dalam kasus proyek Hambalang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (18/9/2014).
Terdakwa kasus dugaan korupsi dan pencucian uang Anas Urbaningrum menjalani sidang dengan agenda pembacaan nota pembelaan (pledoi) dalam kasus proyek Hambalang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (18/9/2014). (antara)

Baca juga: Biodata Hakim Agung Sunarto Penyunat Vonis Anas Urbaningrum yang Baru Dilantik Jadi Wakil Ketua MA

Mereka antara lain PKN, PPI, KAhmi Nasional, KAHMI Jawa Barat, Kelompok Cipayung, KNPI, Jaringan Indonesia (JARI), Masyarakat Blitar Bersatu, Barisan Pendukung Anas, Forum Lintas Generasi, Pemuda Anti Kriminalisasi.

Rahmat menjelaskan mengenai Sahabat Anas Urbaningrum yang dibentuk pada 15 Juli 2010.

Itu dilakukan karena terpanggil oleh satu kesadaran bersama, yaitu menemani dan mengawal Anas dalam kiprahnya untuk Indonesia.

Sementara itu, Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI), Raihan Ariatama, mengatakan mereka telah siap menjemput Anas Urbaningrum.

Raihan menambahkan, bahwa bebasnya Anas Urbaningrum akan disambut dengan sukacita oleh para aktivis, terutama keluarga besar HMI.

"Mas Anas adalah bagian dari keluarga besar HMI, yang pernah menjadi Ketua Umum PB HMI," ujar Raihan.

"Bebasnya Mas Anas merupakan peristiwa yang menggembirakan bagi keluarga besar HMI."

Kasus Korupsi Proyek Hambalang

Pada 22 Februari 2013, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Anas sebagai tersangka atas dugaan gratifikasi dalam proyek Hambalang.

Keesokan harinya, pada 23 Februari 2013, Anas menyatakan berhenti dari jabatannya sebagai Ketua Umum DPP Partai Demokrat dalam sebuah pidato yang disampaikan di Kantor DPP Partai Demokrat, Jakarta.

Dalam surat dakwaan, Anas Urbaningrum sidebut menerima Rp 2,21 miliar dari proyek Hambalang untuk membantu pencalonannya sebagai Ketua Umum dalam Kongres Partai Demokrat tahun 2010.

Ia kemudian ditahan di rutan Jakarta Timur kelas 1 cabang KPK pada 10 Januari 2014.

Pada 2015, MA menolak kasasi mantan Anas Urbaningrum.

Saat itu, MA justru memperberat vonis Anas dari kurungan penjara 7 tahun menjadi 14 tahun.

Majelis hukum yang memutuskan vonis pada Anas adalah Artidjo Alkostar, Krisna Harahap, dan MS Lumme.

MA juga mengabulkan permintaan jaksa penuntut umum KPK yang meminta vonis Anas diperberat dengan pencabutan hak dipilih dalam menduduki jabatan politik.

Meski sempat diperberat, Anas mengajukan putusan kembali (PK) pada MA di tahun 2018 lalu.

MA akhirnya menyetujui PK tersebut dan memotong hukuman penjara Anas sebanyak 6 tahun.

Kini MA memutusukan hukuman penjara Anas menjadi hanya 8 tahun.

Adapun Anas Anas didakwa mengeluarkan dana Rp 116,525 miliar dan 5,261 juta dollar AS untuk keperluan pencalonannya sebagai Ketua Umum Partai Demokrat saat Kongres Demokrat tahun 2010.

Uang itu diduga berasal dari penerimaan Anas terkait pengurusan proyek Hambalang, proyek perguruan tinggi di Kementerian Pendidikan Nasional, dan proyek APBN lainnya yang diperoleh Grup Permai.

Baca juga: Kasus Anas Urbaningrum, KPK Serahkan Lahan Rampasan ke Pemkot Yogyakarta, Ini Rencana Penggunaanya

Kasus Korupsi E-KTP

Anas Urbaningrum disebut menerima uang 5,5 juta dollar AS dalam kasus korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP).

Uang itu diterima saat Anas menjabat Ketua Fraksi Partai Demokrat.

Hal itu terungkap dalam surat dakwaan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap dua terdakwa mantan pejabat di Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Irman dan Sugiharto.

Keterlibatan Anas bermula pada bulan Juli-Agustus 2010, saat DPR mulai melakukan pembahasan RAPBN Tahun 2011, terkait anggaran proyek e-KTP.

Andi Agustinus alias Andi Narogong, pengusaha yang ditunjuk langsung dalam proyek e-KTP, beberapa kali melakukan pertemuan dengan beberapa anggota DPR RI, khususnya Setya Novanto, Muhammad Nazaruddin, dan Anas Urbaningrum.

Setelah beberapa kali pertemuan, disepakati bahwa anggaran e-KTP sebesar Rp 5,9 triliun.

Guna merealisasikan fee kepada anggota DPR, Andi membuat kesepakatan dengan Novanto, Anas dan Nazaruddin, tentang rencana penggunaan anggaran.

Dalam kesepakatan itu, sebesar 51 persen anggaran, atau sejumlah Rp 2,662 triliun akan digunakan untuk belanja modal atau belaja rill proyek.

Sedangkan, sisanya sebesar 49 persen atau sejumlah Rp 2,5 triliun akan dibagikan kepada pejabat Kemendagri 7 persen, dan anggota Komisi II DPR sebesar 5 persen.

Selain itu, kepada Setya Novanto dan Andi sebesar 11 persen, serta kepada Anas dan Nazaruddin sebesar 11 persen, atau senilai Rp 574,2 miliar.

Kemudian, sisa 15 persen akan diberikan sebagai keuntungan pelaksana pekerjaan atau rekanan. Pemberian uang dari Andi untuk Anas dilakukan secara bertahap hingga mencapai 5,5 juta dollar.

Rinciannya yakni pada April 2010 sebanyak 2 juta dollar AS, Oktober 2010 dilakukan dua kali yakni 500.000 dollar AS dan 3 juta dollar AS.

Sehingga, totalnya mencapai 5,5 juta dollar AS. Jumlah itu setara Rp 73,6 miliar.

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved