SOSOK Eks Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh yang Disinggung Mahfud MD saat Sebut Ada 'Markus' di DPR

Inilah sosok mantan Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh yang disebut-sebut Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD

Editor: Musahadah
kolase istimewa
Mantan Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh disinggung Mahfud MD saat menjelaskan tentang Markus di DPR. 

SURYA.co.id | JAKARTA - Inilah sosok mantan Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh yang disebut-sebut Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR RI pada Kamis, (29/3/2023). 

Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh disebut Mahfud MD saat menguraikan ada makelar kasus atau Markus di DPR. 

Awalnya, Mahfud MD sempat berkelakar yang membuat anggota DPR emosi. 

"Sering di DPR ini aneh, marah-marah gitu gak tahunya Markus (makelar kasus-red) gitu.

Marah ke jaksa agung, gak tahunya datang ke kantor Kejaksaan Agung titip kasus," ujar Mahfud yang langsung ditanggapi interupsi banyak anggota dewan. 

Baca juga: 4 PERNYATAAN KERAS Mahfud MD di DPR: dari Sebut Markus hingga Tantang Balik Arteria Dahlan

Salah satu anggota DPR meminta Mahfud menyampaikan data tentang markus. 

Mahfud pun menyanggupi. 

"Ingat peristiwa ustad di kampung maling. Kan saya tadi nyebut DPR bukan nyebut saudara," kata Mahfud. 

Namun pernyataan Mahfud ini lagi-lagi diinterupsi anggota dewan. 

Bahkan Arteria Dahlan secara keras meminta Mahfud mencabut pernyataannya soal anggota DPR markus, jika tidak ingin diperkarakan.

"Tadi Prof (Mahfud Md) begitu keras, (Mahfud bilang) DPR itu keras padahal Markus minta proyek," kata Arteria dalam rapat Komisi III DPR.

Arteria lantas meminta agar pernyataan Mahfud ini ditarik kembali oleh Mahfud sendiri. Soalnya, pernyataan Mahfud membuat publik menilai anggota DPR sebagai 'markus' semua.

"Saya minta Prof cabut," kata Arteria.

Dia menjelaskan bahwa dia pribadi sebenarnya tidak ingin menjadi anggota DPR, namun kini dia ingin menjadi anggota DPR yang baik. Namun, persepsi publik bisa buruk gara-gara ucapan Mahfud soal 'markus'.

"Saya minta ini Prof (Mahfud) cabut, atau nanti saya juga perkarakan ini," kata Arteria.

Menanggapi hal ini, Mahfud pun meluruskan soal pernyataannya.

Mahfud menyebut soal DPR 'markus' tersebut berdasarkan peristiwa anggota DPR RI periode beberapa tahun yang lalu.

"Kemudian Saudara, saya bicara markus, ini kan saya dipotong saya bicara markus. DPR itu pernah terjadi peristiwa tanggal 17 bulan 2 tahun 2005, namanya peristiwa ustaz di kampung maling," katanya.

Mahfud menjelaskan pada tahun 2005, Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh rapat gabungan Komisi II dan III dan dituding seperti ustaz di kampung maling, sebab kejaksaan dinilai 'kotor semua'.

Pihak kejaksaan kemudian marah karena dianggap maling padahal, kata Mahfud, ada sejumlah pihak yang 'mengurus kasus' di kejaksaan.

"Lalu, jaksa-jaksa marah, kurang ajar kamu. Kami dianggap maling. Ini dianggap ustad.
Kamu kalau itu ngurus-ngurus perkara. Habis marah-marah ngurus perkara, nitip pejabat," ungkap Mahfud dengan santainya. 

"Itukan kemudian saya mengatakan itu, tapi terus dipotong. Bukan DPR yang sekarang, DPR yang lalu. Saya tidak begitu bodoh menyebut DPR sekarang meskipun misalkan ada, nggak mungkin dong nyebut," ujarnya.

Anggota Komisi III DPR RI F-Gerindra Habibrurokhman meminta menyebutkan anggota DPR 'markus' pada periode saat ini. Mahfud tegas menolak menyebutkan karena dapat diperkarakan.

"Nggak, nggak, begitu bodoh saya menyebut, jadi perkara juga. Sudahlah nantikan ada penegakan hukum. Kan tadi saya bilang dulu," imbuhnya.

"Oleh sabab itu, saya tidak akan cabut pernyataan itu," tegas Mahfud.

Lalu, siapa sosok Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh

Abdul Rahman Saleh lahir di Pekalongan pada 1 April 1941. 

Dia menyelesaikan pendidikan sarjana di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta pada tahun 1967. 

Kemudian, pria yang akrab disapa Aman ini melanjutkan pendidikan notariat di Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) tahun 1990. 

Aman lalu melanjutkan pendidikan Pascasarjana di Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) pada 1995. 

Sebelum menjadi jaksa, Abdul Rahman Saleh pernah menjadi wartawan di Harian Nusantara Jakarta selama lima tahun.

Dia juga pernah menjadi Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta pada tahun 1981 hingga 1984). 

Abdul Rahman Saleh juga pernah menjadi hakim agung/Ketua Muda Mahkamah Agung periode 1999 - 2004.

Aman lalu diangkat menjadi Jaksa Agung pada masa Kabinet Indonesia Bersama pada tahun 2004 hingga Mei 2007. 

Setelah pensiun sebagai Jaksa Agung, Abdul Rahman Saleh lalu ditugaskan sebagai Duta besar Republik Indonesia untuk Kerajaan Denmark dan Republik Lithuania (berkedudukan di Kopenhagen) sejak 14 Juni 2008.

Berikut rekam jejaknya: 

- Wartawan harian Nusantara Jakarta (1968-1972)

- Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta (1981-1984)

- Sekretaris Dewan Penyantun Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia YLBHI

- Notaris/PPAT (1992 - 1999).

- Hakim Agung/ Ketua Muda Mahkamah Agung (1999 - 2004).

- Jaksa Agung RI (Oktober 2004 - Mei 2007).

- Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh R.I. untuk Kerajaan Denmark merangkap Lithuania (sejak 14 Juni 2008).

Mahfud MD Ngegas

Kolase foto Mahfud MD dan Benny K Harman. Benny K Harman Ditantang Balik Mahfud MD Terkait Transaksi Janggal Rp 349 T di Kemenkeu. Simak biodatanya.
Kolase foto Mahfud MD dan Benny K Harman. Benny K Harman Ditantang Balik Mahfud MD Terkait Transaksi Janggal Rp 349 T di Kemenkeu. Simak biodatanya. (Kolase Tribunnews)

Rapat dengar pendapat antara Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD dengan Komisi III DPR RI pada Rabu (29/3/2023) malam berlangsung panas. 

Mahfud MD dengan lantang menyanggah tudingan yang dialamatkan kepadanya dan PPATK. 

Bahkan Mahfud MD tak segan mengancam balik anggota dewan yang pernah mengancam Ketua PPATK dalam dengar pendapat beberapa waktu lalu. 

Di rapat itu, sedianya Mahfud MD diminta menjelaskan temuan PPAT mengenai transaksi mencurigakan Rp 349 triliun di Kementerian Keuangan di hadapan Komisi III DPR RI. 

Namum, belum juga dia menjelaskan sudah banyak yang menginterupsinya. 

Di awal rapat Mahfud MD sudah emosi ketika penjelasannya dipotong oleh seorang anggota Komisi III.

 "Saya enggak mau diinterupsi, interupsi itu urusan Anda, masa iya orang ngomong diinterupsi, nantilah, Pak, saya, kan, tadi sudah bilang, pakai interupsi-interupsi enggak selesai kita ini. Lalu, saya nanti yang interupsi dituding-tuding, saya enggak mau," kata Mahfud MD dalam rapat bersama Komisi III, Rabu (29/3).

"Jangan main ancam-ancam gitu, kita ini sama saudara. Oleh sebab itu, saya ingin menegaskan itu ke Pak Arsul harap jangan dipotong," kata Mahfud MD.

Bahkan dia mengancam akan keluar dari ruang sidang bila ada yang berteriak atau memintanya keluar.

"Artinya kalau begitu, misalnya saya membantah lalu di sini ada berteriak ‘keluar’, saya keluar. Saya punya forum," kata dia.

Mahfud merujuk kepada sanggahan Arsul soal kewenangan Menko Polhukam terkait kewenangan pengumuman aliran dana mencurigakan. Namun bagi Mahfud, hal tersebut sah-sah saja dilakukan selama tidak ada larangan resmi yang berlaku di UU.

"Pak Arsul bicara kewenangan. Menurut Perpres kewenangan... Polhukam itu a, b, c, d tidak berkenan mengumumkan. Lho saya tanya, apa dilarang? kalau tidak berwenang apa berarti itu dilarang?" cecar Mahfud kepada Arsul Sani.

 "Kalau di dalam hukum itu sesuatu yang tidak dilarang itu boleh dilakukan. Lho, Anda dari pesantren ini saya bacakan dalilnya," cetus Mahfud dilanjutkan dengan membacakan dalil.

Mahfud mengeluh setiap ke Komisi III selalu dikeroyok. Belum sempat menjelaskan sudah diinterupsi.

"Saya setiap ke sini dikeroyok, belum ngomong sudah diinterupsi, belum ngomong diinterupsi. Waktu kasus itu juga, waktu kasus Sambo, belum ngomong diinterupsi. Dituding-tuding suruh bubarkan segala macam. Jangan begitu dong," katanya.

Mahfud mengaku apa yang ia lakukan sudah sesuai perundang-undangan. Dia juga mengaku tidak takut dengan gertakan salah satu anggota Komisi III karena disebut membocorkan temuan PPATK.

Mahfud juga menantang anggota Komisi III DPR Arteria Dahlan berani bersuara terkait Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Budi Gunawan.

Hal itu dia ucapkan lantaran Arteria menilai tak seharusnya Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) membocorkan informasi intelijen kepada Mahfud MD.

Sebelumnya, Arteria mengatakan laporan PPATK tidak boleh diumumkan ke publik dan berpotensi dihukum pidana bagi yang membocorkan.

"Beranikah Saudara Arteria bilang begitu ke Pak Budi Gunawan. Dia anak buah langsung presiden, bukan Menko Polhukam," ujar Mahfud.

Menurut Mahfud MD, Budi Gunawan memberi laporan informasi intelijen kepada dirinya tiap minggu.

"Coba saudara bilang ke Pak Budi Gunawan, Pak Budi Gunawan menurut UU BIN bisa diancam 10 tahun penjara menurut Pasal 44, (Arteria) berani enggak?" tuturnya.

Ia mengatakan hal tersebut persis seperti apa yang dilakukan PPATK kepada Menko Polhukam, yakni membeberkan informasi intelijen.

"Lha, ini BIN menyampaikan ke saya nih enggak ke presiden. Ini bulan Maret ada nih. Kok, terus enggak boleh, gimana?" kata dia.

Mahfud MD lantas mempertanyakan tugasnya sebagai Ketua Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU jika tak diperbolehkan menerima informasi dari PPATK.

"Apa gunanya ada Komite, ini penting saudara karena saya bekerja berdasarkan informasi intelijen. Apa dasarnya melapor ke ketua? Lho, saya ketua, jadi dia boleh lapor dan saya boleh minta," ucapnya.

Mahfud juga kembali mengingatkan bahwa Budi Gunawan selalu memberi laporan intelijen meskipun bukan bawahan Menko Polhukam.

"Saya ketua komite, diangkat presiden ada SK-nya. Terus untuk apa ada ketua komite kalau tidak lapor dan saya tidak boleh tahu?" ujar Mahfud MD.

Sebagian artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Momen Mahfud MD 'Ngegas', Minta DPR tak Main Gertak

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved