Sambang Kampung

Desa Plumbungan Kabupaten Sidoarjo yang Sukses Kelola Air Bersih dan Sampah

Sebuah tandon air besar berdiri di sudut Desa Plumbungan, Kecamatan Sukodono, Kabupaten Sidoarjo.

Penulis: M Taufik | Editor: Titis Jati Permata
surya.co.id/m taufik
mesin pompa yang beroperasi 24 jam untuk mengalirkan air ke rumah-rumah warga Desa Plumbungan, Kecamatan Sukodono, Kabupaten Sidoarjo. 

SURYA.CO.ID, SIDOARJO - Sebuah tandon air besar berdiri di sudut Desa Plumbungan, Kecamatan Sukodono, Kabupaten Sidoarjo.

Di sebelahnya ada mesin pompa yang beroperasi 24 jam untuk mengalirkan air ke rumah-rumah warga desa yang berada di wilayah Kecamatan Sukodono, Sidoarjo tersebut.

Itu merupakan pusat perusahaan air minum (Pam) desa yang sudah beroperasi sejak tahun 2016.

Semua dikelola oleh Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Bakti Bumi.

“Sekarang ini sudah sekitar separo warga Desa Plumbungan kebutuhan air bersihnya terlayani dari sini. Semoga bisa terus berkembang dan melayani semua warga,” kata Ari Wahidi, Ketua BUMDes Bakti Bumi.

Secara total warga Desa Plumbungan tercatat ada 3.664 jiwa. Dari jumlah itu, terhitung ada sekira 1.100 rumah.

Nah, sekitar separo dari jumlah itu kebutuhan air bersihnya teraliri dari PAM Desa ini.

Harga air di sana juga terbilang murah. Hanya Rp 2.500 permeterkubik.

Dalam sebulan, rata-rata satu rumah mengeluarkan uang di kisaran Rp 50 ribu sampai Rp 75 ribu untuk keperluan air bersihnya.

“Semua proses, mulai teknis sampai penyaluran dan bahkan terkait keuangan dan sebagainya ditangani BUMDes,” lanjutnya.

Dari bisnis yang berjalan selama beberapa tahun terlahir itu, BUMDes juga sudah meraup keuntungan.

Tidak besar memang, hanya dikuasakan Rp 4 juta perbulan. Tapi dampak positifnya yang sudah luar biasa, melayani kebutuhan air

Diceritakan Kepala Desa (Kades) Plumbungan Afif Husni, pembuatan PAM Desa itu bermula dari keinginan pihaknya untuk memberikan fasilitas kepada warga yang ketika itu masih banyak kesulitan mendapatkan air bersih.

Dari sana kemudian ditemukan ide membuat PAM.

“Tentu kami bersyukur, banyak desa yang membuat, tapi tidak banyak yang berhasil. Profit memang penting, tapi yang jauh lebih penting dalam hal ini adalah pelayanan terhadap kebutuhan dasar warga,” kata Kades Afif.

Pihaknya berencana, tahun ini PAM bisa merambah ke lebih banyak warga.

Selain itu, telah direncanakan pula bakal ada penambahan program di bidang pengelolaan limbahnya.

“Semua proses sedang kita siapkan. Semoga dalam waktu dekat bisa terlaksana. Peningkatan kapasitas dan cakupan air bersih, sekaligus penanganan limbah,” lanjutnya.

Selain sukses mengelola PAM Desa, Plumbungan juga terbilang sukses dalam penanganan sampah. Mandiri dan terselesaikan di desa.

Tempat pengelolaan sampah terpadu (TPST) yang lokasinya berdekatan dengan PAMDesa juga sudah berjalan sejak tahun 2016 dan berhasil menangani sampah di semua wilayah Plumbungan.

“Pengelolaannya juga oleh BUMDes. Mulai dari pengambilan sampah, pemilahan, penjualan, dan sebagainya,” kata Kades berambut gondrong tersebut.

Ya, sampah rumah tangga yang dikumpulkan di TPST itu dipilah. Sebagian dijual ke pengepul dan hasilnya dibagi. BUMDes 40 persen, warga yang terlibat pemilahan dapat 60 persen.

Sebelumnya, sampah yang tidak terjual semua dibakar di sini. Plumbungan zero sampah yang kirim ke TPA (tempat pembuangan akhir.

Tapi beberapa tahun belakangan, sejak ada aturan dilarang membakar sendiri, sampah harus dikirim ke TPA Jabon.

“Dari desa ini setiap Minggu sekira 2 sampai 3 ton sampah dikirim ke TPA. Padahal sebenarnya kami punya mesin membakarkan yang bisa membakar sekira 1 ton sampah sehari,” ungkap Kades.

BACA BERITA SURYA.CO.ID DI GOOGLE NEWS LAINNYA

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved