Anak Petinggi GP Ansor Dianiaya
UPDATE NASIB Rafael Alun, Ayah Mario Terancam Sulit Mundur dari ASN karena Hartanya, MAKI: Tak Wajar
Rencana Rafael Alun Trisambodo mundur sebagai ASN Direktorat Jenderal Pajak setelah anaknya menganiaya petinggi GP Ansor bisa terganjal.
SURYA.CO.ID - Rencana Rafael Alun Trisambodo mundur sebagai aparatur sipil negara (ASN) Direktorat Jenderal Pajak setelah anaknya menganiaya petinggi GP Ansor diperkirakan tak akan berjalan mulus.
Rafael Alun Trisambodo akan terganjal audit harta kekayaannya yang jumlahnya fantastis.
Harta kekayaan Rafael Alun Trisambodo diketahui terus mengalami kenaikan dari tahun ke tahun.
Di tahun 2013 atau saat masih menjabat Kepala Bidang Pemeriksanaan Penyidikan dan Penagihan Pajak Kanwil DJP Jawa Tengah I, harta kekayaan yang dilaporkan sebesar Rp 21,25 miliar.
Kemudian pada tahun 2018 atau saat mengemban jabatan Kepala Kantor Pelayanan Pajak Modal Asing II, kekayaannya sudah melonjak sebesar Rp 44,08 miliar.
Baca juga: FAKTA Transaksi Aneh Eks Pejabat Ditjen Pajak Ayah Penganiaya Anak Petinggi GP Ansor, Ada Sejak 2012
Terakhir, dalam laporan LHKPN di Desember 2021 atau setelah diplot sebagai Kepala Bagian Umum Kanwil DJP Jakarta, harta kekayaan Rafael Alun Trisambodo menjadi sebesar Rp 56,10 miliar.
Jumlah kekayaan Rafael Alun Trisambodo tersebut jauh melampaui kekayaan atasannya yakni Dirjen Pajak Suryo Utomo, serta nyaris mendekati nilai kekayaan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang pernah menjabat Direktur Pelaksana Bank Dunia.
Mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Yudi Purnomo Harahap berharap Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tidak menyetujui pengunduran diri Rafael Alun Trisambodo sebagai pegawai Direktorat Jenderal Pajak.
"Saran saya jangan terima pengunduran dirinya. Sebab, bisa dijadikan alasan itjen tidak bisa mengusutnya karena bukan ASN lagi," cuit Yudi dalam akun Twitter-nya dikutip pada Sabtu (25/2/2023).
Menurut Yudi, aparat penegak hukum masih bisa melakukan pemeriksaan terhadap Rafael Alun Trisambodo.
Namun, mantan Ketua Wadah Pegawai KPK itu meyakini inspektorat merupakan pihak pertama yang harus menyelidiki.
"Walau penegak hukum bisa saja tetap usut karena tempus delicti (waktu kejadian, Red) saat masih ASN, namun pintu pertama pengusutan menurut saya tetap inspektorat," jelasnya.
Yudi kemudian memberi contoh kasus sidang etik yang tak jadi dilaksanakan KPK terhadap mantan Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar lantaran sudah tak menjabat sebagai penyelenggara negara.
"Contoh mundur, akhirnya dijadikan alasan tak bisa diadili etiknya," kata Yudi.
Sementara itu, Stafsus Menkeu Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo buka suara terkait pengunduran diri Rafael.
Dalam akun Twitter pribadi miliknya @pratow, ia mengatakan pihaknya akan mempelajari terlebih dahulu isi surat tersebut.
"Tentu kami akan mempelajari surat ini dari perspektif ketentuan kepegawaian. Termasuk konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkan," kata Yustinus yang dikutip Tribunnews, Sabtu (25/2/2023).
Namun ketika dihubungi Tribunnews untuk dimintai keterangan lebih lanjut, Yustinus masih belum merespons sampai tulisan ini tayang.
Sebelumnya, Rafael mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Kepala Bagian Umum Kantor Wilayah DJP Jakarta Selatan II.
Selain itu, ia juga mundur dari status ASN di Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu.
Berikut isi surat terbuka Rafael:
Melalui surat ini, saya Rafael Alun Trisambodo ingin menyampaikan permohonan maaf kepada seluruh keluarga ananda David atas perbuatan yang telah dilakukan oleh anak saya dan terus mendoakan ananda David agar diberikan perlindungan dan pemulihan sampai kembali sehat. Saya menyadari bahwa perbuatan yang dilakukan oleh anak saya tidak benar dan telah merugikan banyak pihak.
Saya juga memohon maaf sebesar-besarnya kepada Keluarga Besar PBNU, GP Ansor Banser, dan kepada masyarakat Indonesia. Saya juga meminta maaf kepada seluruh pegawai Kementerian Keuangan, terutama rekan-rekan DJP yang sudah sangat dirugikan atas kejadian ini.
Bersama ini, saya Rafael Alun Trisambodo menyatakan pengunduran diri atas jabatan dan status saya sebagai Aparatur Sipil Negara Direktorat Jenderal Pajak mulai Jumat 24 Februari 2023. Saya akan mengikuti prosedur pengunduran diri di Direktorat Jenderal Pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Saya tetap akan menjalani proses klarifikasi mengenai Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dan mematuhi proses hukum yang berlaku atas kejadian yang dilakukan anak saya.
Demikian surat permohonan maaf ini saya buat sebagai bentuk penyesalan saya dan saya sangat mengharapkan pemberian maaf dari seluruh pihak yang terkait dengan kejadian ini, terima kasih."
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, menyebut ada transaksi keuangan yang aneh pada mantan pejabat pajak Rafael Alun Trisambodo.
Hal tersebut, kata Mahfud, berdasarkan laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Mahfud menuturkan, laporan transaksi keuangan Rafael Alun yang aneh sudah dikirim PPATK ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejak 2012.
"Ya, biar diaudit (laporan keuangan Rafael)."
"Laporan kekayaan yang bersangkutan di PPATK itu sudah dikirimkan oleh PPATK sejak tahun 2012, tentang transaksi keuangannya yang agak aneh," kata Mahfud, Jumat (24/2/2023) dikutip dari tayangan Kompas TV.
Mahfud mengatakan, kejanggalan transaksi keuangan Rafael Alun yang dilaporkan PPATK sejak 2012 itu belum ditindaklanjuti oleh KPK.
Namun dengan adanya kasus yang turut menyorot Rafael Alun ini, Mahfud MD berharap, lembaga antirasuah ini dapat segera menangani laporan itu.
"Tetapi oleh KPK belum ditindaklanjuti. Jadi itu saja. Biar sekarang dibuka oleh KPK," ujar Mahfud.
MAKI Sebut Tak Wajar Pejabat Kaya

Sementara itu, koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengaku tidak kaget kalau ada oknum pajak yang terbongkar hartanya banyak.
"Ini hanya gunung es saja," katanya dikutip dari Metro Siang, Metro TV, Sabtu (25/2/2023).
Boyamin lalu mencontohkan kasus penyimpangan pajak Rp 40 miliar yang terbongkar karena laporan anak buah yang pecah kongsi dengan atasannya.
"Kita sebagai umat yang beriman dan bagian NKRI, ingatlah ketika melakukan sesuatu tidak benar, tuhan akan menunjukkan itu dengan cara yang tidak terduga," katanya.
Menurut Boyamin, kondisi ini terjadi karena tidak adanya keteladanan, sistem yang buruk dan lemahnya pengawasan dan tidak ada proses perbaikan.
"Oknum pajak ditangkap KPK juga berulang-ulang. Tapi saya belum melihat selain hanya meningkatkan kesejahteraan dengan remunerasi dengan alasan kalau gajinya tinggi tidak akan korupsi. Tapi nyatanya tidak berpengaruh," katanya.
Saat ditanya apakah wajar pejabat kaya? Boyamin dengan tegas menyebut tidak wajar.
"Saya yakin tidak wajar, kalau mengklaim punya warisan, warisan darimana? kan ketahuan.
Kalau punya bisnis, lho malah salah," katanya.
Menurutnya, pejabat tidak boleh berbisnis apalagi memegang saham karena ujungnya konflik kepentingan.
"Nanti yang dirugikan masyarakat. Masyarakat jangan hanya dilihat orang miskin saja, orang kaya pun, pengusaha pun harus dilayani dengan baik. Kalau oknum pejbatnya punya konflik kepentingan karean bisnis yang sama, bagaimana bisa berlaku fair," tegasnya.
Sebagian artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Mantan Penyidik KPK Harap Kemenkeu Tak Terima Pengunduran Diri Rafael Alun Trisambodo
>>>Ikuti Berita Lainnya di News Google SURYA.co.id
Rafael Alun Trisambodo
Mario Dandy Satriyo
Anak Pejabat Ditjen Pajak
Anak Petinggi GP Ansor Dianiaya
Nasib Rafael Alun
SURYA.co.id
surabaya.tribunnews.com
IMBAS Penganiayaan Anak Petinggi GP Ansor, 13 Ribu Pegawai Kemenkeu Kena Ultimatum KPK, Soroti Harta |
![]() |
---|
SOSOK Shane Lukas Rotua Tersangka Provokator Mario untuk Aniaya Anak Petinggi GP Ansor, Ini Perannya |
![]() |
---|
AKHIRNYA Eks Pejabat Ditjen Pajak Ayah Penganiaya Anak Petinggi GP Ansor Mundur dari ASN, Ini Doanya |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.