Wawancara Eksklusif

WAWANCARA EKSKLUSIF - Cerita Ketua KPU Jatim Ditawari Rp 7 M dan Mobil untuk Amankan Suara

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jawa Timur Choirul Anam menceritakan pengalamannya selama menjadi penyelenggara pemilu.

Penulis: Yusron Naufal Putra | Editor: Rahadian Bagus
surya.co.id/Yusron Naufal Putra
Wawancara eksklusif, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jawa Timur, Choirul Anam , yang dipandu oleh Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra di Kantor KPU Jatim, Kamis (9/2) 

SURYA.CO.ID | SURABAYA - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jawa Timur Choirul Anam mengaku banyak pengalaman selama menjadi penyelenggara pemilu. Bahkan, satu di antara pengalaman itu adalah pernah ditawari Rp 7 miliar plus satu mobil untuk mengamankan suara kontestan Pemilu. 

Dalam serial wawancara eksklusif yang dipandu oleh Direktur Pemberitaan Tribun Network, Febby Mahendra Putra, di Kantor KPU Jatim, Kamis (9/2), Anam bercerita banyak hal mengenai berbagai pengalamannya sebagai penyelenggara Pemilu. Selain pernah diiming-imingi materi, Anam tak memungkiri juga pernah dapat ancaman. 

"Kalau soal ada ancaman, WA, telpon, diancam rumah dibakar, didemo itu sudah ibarat sego pecel. Ditawari uang sampai 7 Miliar sama mobilnya. Itu saya tolak," kata Anam saat ditanya apakah punya pengalaman tak terlupakan selama jadi penyelenggara Pemilu. 

Anam memastikan dirinya bersama jajaran KPU sebagai penyelenggara Pemilu bakal bekerja sesuai dengan regulasi. Dia pun membantah anggapan atau isu yang belakangan muncul bahwa sudah ada berbagai skenario untuk Pemilu 2024.

Menurut Anam, peluang untuk berbuat kecurangan nyaris tertutup. Sebab, KPU dengan regulasi dan inovasinya menginginkan pesta demokrasi berlangsung sebagaimana ketentuan. Selengkapnya simak petikan wawancara khusus berikut ;

- Bicara Pemilu serentak 2024. Hingga saat ini, bagaimana potensi pemilih dari wilayah Jawa Timur dibanding provinsi lain  

+ Kalau bicara terkait potensi elektoral pemilih di Jawa Timur, Jawa Timur ini secara jumlah pemilih memang terbanyak kedua dibawah Jawa Barat. Jadi untuk Jawa Timur kurang lebih pemilih kita 30 juta 500 ribu. Dan itu termasuk kategori jumlah pemilih yang sangat signifikan dan itu tersebar di 38 Kabupaten/kota di Jawa Timur. 666 Kecamatan, 8494 desa/kelurahan. Jadi merupakan wilayah yang memang baik secara jumlah maupun secara kuantitas sekaligus secara kewilayahan kita sangat besar. 

- Beberapa waktu yang lalu, budayawan Cak Nun bilang bahwa Pemilu 2024 sudah diatur siapa pemenangnya jauh-jauh hari. Bagaimana tanggapan anda?

+ Saya kira lontaran-lontaran semacam itu cukup sering dilontarkan oleh banyak pihak. Saya tidak menyebut person-person, tapi kami bisa memastikan bahwa proses Pemilu maupun Pilkada ini betul-betul dilaksanakan dengan kompetitif secara fair. 

Ini terbukti dengan para peserta pemilu, parpol maupun perseorangan ini terus berlomba-lomba untuk bisa mengikuti proses Pemilu. Ini juga menandakan bahwa kompetisi itu ada. Kalau memang sudah ditentukan dari awal, kan tidak mungkin ada orang yang mau berkompetisi. Tapi, faktanya bahwa para kompetitor ini terus bermunculan semakin banyak. Itu yang pertama. 

Yang kedua, bahwa kerja-kerja KPU sekarang itu sangat terbuka. Semuanya kita buka, transparan. Kita buka blak. Bahkan sampai hasil Pemilu tidak hanya ditingkat kabupaten, provinsi ataupun RI. Sampai ditingkat rendah yaitu TPS pun kita buka. Jadi, KPU ini kalau dulu istilahnya Situng, Sirekap, disitu publik bisa mengecek dan melihat hasil Pemilu. Tidak hanya hasilnya secara angka, tapi sampai pada soft file berita acara C1 itu bisa dilihat dan diunduh. Jadi, semua orang bisa mengecek. 

Yang ketiga, kami juga dalam melakukan proses rekrutmen ini kita buka. Bahkan kami di berbagai pihak sekaligus kemarin kita juga melakukan perjanjian kerjasama dengan banyak kampus. KPU RI juga sudah melakukan MoU dengan banyak kampus, kita malah mengundang para pihak khususnya mahasiswa untuk bisa berpartisipasi menjadi bagian dari penyelenggara. 

Artinya, kita inginkan mahasiswa/anak muda menjadi penyelenggara harapannya mereka ini memang masih fresh, idealis, tidak mudah disetir dan diiming-imingi baik oleh penyelenggara diatasnya apalagi oleh peserta Pemilu. Ini komitmen kita, disamping terbuka kita juga berupaya merekrut tenaga penyelenggara itu yang profesional. 

- Mungkin atau tidak melakukan utak utik suara di Pemilu. Masih banyak yang percaya, oknum KPU bisa mindah-mindah suara. Apakah itu mungkin?

+ Itu persepsi jaman dulu. Bahwa Pemilu kita sekali lagi semuanya terbuka. Secara aturan regulasi, seluruh proses penyelenggaraan Pemilu itu terbuka, diikuti oleh umum. Ditingkat TPS misalkan. Masyarakat bisa mengikuti proses penghitungan. Hasilnya wajib diumumkan/ditempel. Kemudian yang kedua, dari TPS dibawa lah ke tingkat kecamatan. Rekap di tingkat kecamatan ini juga terbuka untuk umum. Dihadiri oleh seluruh partai politik, panwascam. Setelah selain ini juga harus ditempel. Pun begitu di tingkat kabupaten/kota, provinsi maupun pusat prosesnya juga begitu. 

Disamping ini, proses yang memang sudah wajib secara regulasi. KPU kemudian membangun sistem yang namanya Sirekap. Ini memang tidak diatur oleh undang-undang, tapi sebagai inisiatif baik dari KPU agar menjaga, mengurangi, proses yang kemungkinan curang. Caranya adalah ketika hari H, KPPS sudah selesai melakukan proses penghitungan, kemudian KPPS memotret hasilnya. Istilahnya C1 plano. 

Dipotret dan dikirim ke server KPU hasilnya image ini akan secara otomatis berubah menjadi angka digital. Ini yang kemudian dilakukan rekapitulasi dipublikasikan melalui Sirekap. Jadi, masyarakat maupun peserta Pemilu seringkali saya lihat ketika rekap ditingkat kecamatan, tidak lagi bawa berkas. Mereka membuka Sirekap kita. Artinya, sistem yang dibangun oleh KPU ini sudah dipercaya oleh semua pihak. 

- Artinya sangat kecil peluang untuk kecurangan?

+ Kalau saya mengatakan, tidak ada. Karena ketika ada proses penyimpangan, ini pasti akan ketahuan di jenjang berikutnya. Dan sekali lagi proses pemilu ini, proses kolosal melibatkan banyak orang. Kalau seseorang ingin melakukan fraud, penyimpangan terhadap pemilu dia harus mengkondisikan 7 orang KPPS. Dan ini tidak mudah. Hampir tidak mungkin. Belum lagi di setiap TPS ada pengawas TPS. Disitu juga ada saksi-saksi. Saksi partai politik, saksi capres, juga ada pemantau dan masyarakat. Jadi untuk melakukan ini harus tersistematis. Dan saya kira selama ini tidak mungkin terjadi. 

- Jadi percuma juga jika ada yang melobby anggota KPU untuk dibantu?

+ Seringkali saya katakan, bahwa peserta Pemilu itu secara psikologis mereka itu menjadi nyaman, tenang ketika mereka memiliki kenalan anggota KPU. Karena tidak mungkin juga bantu. Saya misalkan selaku Ketua KPU Jawa Timur tidak mungkin intervensi sampai tingkat KPPS untuk mengubah suara. Itu tidak masuk akal. 

- Sepanjang pengalaman anda, apakah ada pihak-pihak yang mencoba mendekati anda?

+ Banyak dan sering. Biasanya tentu saya selaku Ketua KPU juga sebagai makhluk sosial, kan pasti punya teman dan kawan, saudara yang nyaleg. Banyak dari mereka yang masih beranggapan primitif. Punya anggapan seperti masa lalu. Bahwa KPU bisa ngatur-ngatur, kan itu tidak mungkin. 

Dan permintaan mereka seringkali, minta suaranya ditambah dan keduanya yang paling banyak adalah minta tolong mengamankan suara. Saya selalu menyampaikan gak usah meminta, itu sudah kewajiban saya untuk menjaga suara. 

- Beberapa waktu lalu KPU sudah melakukan verifikasi parpol. Apakah ada dinamika di Jawa Timur?

+ Kalau bicara dinamika, setiap tahapan pasti selalu ada. Jadi bicara misalkan terkait verifikasi partai politik. Kita menemukan misalnya, pengurus partai ternyata orangnya tidak ada. Bahkan ternyata ada yang sudah bekerja di luar daerah. Ini bagian dari dinamika. Tapi memang di regulasi kita itu diatur bahwa ketika tidak ditemukan, maka pimpinan partai diatasnya bisa menunjuk yang baru. 

Ada juga dinamika, orang yang diajukan tidak mengakui kemudian mencabut itu juga banyak. Kemudian ada yang rangkap, tidak hanya kader bahkan ada beberapa pengurus ini yang juga terdata di pengurus partai lain. Tapi sekali lagi, proses verifikasi ini ada tahap pertama, tahap kedua. Jadi ketika tahap pertama ini kita temukan yang seperti itu maka kita sampaikan kepada partai politik untuk melakukan perbaikan. 

Dan dalam proses melalukan verifikasi faktual, kami juga tentu selalu berkoordinasi tidak hanya kepada partai politik melalui LO. Kami juga berkoordinasi aktif dengan bawaslu. Karena proses verifikasi ini bawaslu terus melekat mendampingi kita baik di provinsi maupun di kabupaten/kota. 

Ada juga dinamika yang kemarin kita juga sempat disidang oleh Bawaslu karena dianggap temuan. Misalkan terkait diperbolehkannya proses video call. Awalnya KPU RI memang belum ada aturan. Tapi kemudian KPU RI mengeluarkan surat bahwa diperbolehkan menggunakan video call. 

Sehingga, dalam proses itu kita melakukan proses verifikasi ini tidak hanya mendatangi ataupun mengumpulkan. Tapi kita juga menggunakan sarana teknologi informasi yaitu video call. Ini dianggap melanggar tapi kemudian dalam proses sidang sudah kita buktikan bahwa ada surat edaran dari KPU RI yang memperbolehkan. 

Termasuk juga video recorded. Ini juga diatur oleh KPU yang dianggap oleh Bawaslu melanggar secara administratif. Sekali lagi ini bagian dari dinamika dan semuanya sudah klir dan selesai. 

- Ada anggapan bahwa lolosnya partai baru semacam Partai Gelora, PKN dan lain-lain sengaja diloloskan untuk menghadapi partai-partai tertentu. Atau Partai Ummat tidak diloloskan. Bagaimana menurut anda?

+ Saya memastikan itu tidak benar. Jadi, tidak pernah ada instruksi, arahan dari pemerintah atau pihak luar agar meloloskan, itu tidak ada. Semua kita perlakukan sama. Karena prinsip kami sudah diminta oleh KPU RI bahwa kita harus menjaga kedekatan yang sama. Jadi semuanya kita berupaya untuk sebaik mungkin berkolaborasi dengan banyak pihak termasuk partai politik. 

Jadi, kalau ada anggapan ada partai yang diloloskan dalam rangka menghantam partai lain, kita sudah tidak menjangkau kesana. Ini bukan urusan kami. Kita memastikan apa yang disampaikan oleh partai politik benar. Dan benar ini kita buktikan dengan proses verifikasi secara faktual. Proses verifikasi faktual ini semuanya ada dokumentasinya. Sehingga, kalau ada gugatan bisa kita tunjukkan buktinya. 

- Yang selalu muncul sesudah maupun jelang Pemilu itu adalah soal daftar pemilih tetap. Selalu saja jadi persoalan. Nah, bagaimana sebenarnya antisipasi supaya isu ini tidak terulang?

+ KPU RI sejak 2017 sebenarnya sudah mulai menginisiasi yang namanya daftar pemilih berkelanjutan. Artinya bahwa proses pemutakhiran data pemilih ini tidak hanya kita lakukan ketika proses tahapan pemilu. Jadi, kemarin-kemarin beberapa tahun ini sebelum tahapan berjalan kami terus melakukan updating terkait dengan data pemilih. 

Kami berkomunikasi dengan berbagai pihak, Dispenduk khususnya, TNI/Polri, Dinsos dalam rangka kita update pemilih yang sudah meninggal. Jadi, sebelum proses pemutakhiran jauh hari kita sudah update terus. Kemudian pemilih pemula, dari TNI/Polri, ini kita juga selalu meminta update data dari sipil yang menjadi TNI/Polri. Atau sebaliknya. Kenapa penting? karena faktanya memang di lapangan cukup banyak purnawirawan yang tidak mengupdate status kependudukannya. Jadi masih mencatumkan di KTP sebagai TNI/Polri. 

Dengan kita berkoordinasi dengan para pihak TNI/Polri secara kelembagaan, kita mendapatkan data pensiunan. Jadi meskipun di identitas mereka sebagai TNI/Polri kita tetap berupaya memasukkan mereka ke daftar pemilih. Kemudian kami di Jawa Timur juga menjalin perjanjian kerjasama dengan kemenag, dinas pendidikan. Tujuannya untuk mengupdate data pemilih pemula di sekolah baik di lingkungan Kemenag maupun Dinas Pendidikan.

Kami secara berkala mengirim data update kita kepada Kemenag maupun Dinas Pendidikan. Mereka juga mengirimkan data secara berkala siswa mereka yang sudah 17 tahun. Berikutnya kami selama dua bulan ini mengupdate pemilih kita yang berada di lokasi khusus. Lokasi khusus ini ada namanya pondok pesantren, lapas, rutan, dan panti sosial. Sekitar bulan Januari kami juga sudah melakukan rapat koordinasi dengan Kemenkumham Jatim, para kemenag untuk mengantisipasi. 

Jadi, saat ini kami sudah mendata seluruh penghuni lapas, rutan. Sekaligus kami juga meminta kabupaten/kota untuk mengundang para pengurus pondok pesantren untuk mendata para santri. Tujuannya adalah untuk memastikan mereka yang ada di lingkungan ini terdata sebagai pemilih. Kedua, tujuannya kita akan mendirikan TPS di lokasi khusus ini. Jumlahnya berapa, lebih dari 100 maka kita dirikan TPS. 

Perhari ini kit sudah mendapat pengajuan 275an TPS di lokasi khusus. Baik di Pondok Pesantren maupun di lapas ataupun rutan. Ini upaya-upaya kita untuk memastikan agar DPT tidak jadi soal. Karena DPT seringkali diremehkan, tidak terlalu dianggap oleh peserta Pemilu. Tapi, ketika ada problem DPT ini selalu menjadi kambing hitam jadi bahan untuk menggugat ke MK. 

- Pilpres beberapa waktu yang lalu ada fenomena, di suatu wilayah calon tertentu itu suaranya nol. Banyak yang mengatakan itu tidak mungkin. Menurut anda apakah hal itu mungkin terjadi?

+ Kalau saya menyampaikan karena ini faktanya memang terjadi dan dari pemilu ke pemilu kita anggap biasa. Dan faktanya memang beberapa tempat kita temukan ada calon yang seratus persen. Tapi calon yang lain nol. Ini kami sampaikan sering terjadi di lokasi-lokasi tertentu. Contoh misalnya, di pondok pesantren. Memang ada ketokohan ada Pak Kiyai misalnya, ketika mereka ada instruksi atau kesepakatan harus memilih calon A maka semuanya memilih calon A. 

Beda misalkan di komunitas yang memang sifatnya heterogen. Banyak pihak, kemudian hanya ada satu calon yang dapat suara mungkin patut kita curigai. Bahkan, di 2014 itu saya menyaksikan langsung di Pamekasan itu ada Pemungutan Suara ulang bukan Pilpres tapi Pileg. Orang mungkin gak percaya, gak masuk akal, kok sangat pinter sekali pemilih nyoblos partai terus nyoblos caleg semuanya sama. Ini terjadi saya menyaksikan langsung. 

- Saat ini mulai banyak baliho di pinggir jalan yang dianggap sebagai indikasi kampanye untuk Pemilu 2024. Belum lagi yang ngumpulin orang. Menurut KPU ini bagaimana?

+ Yang pertama saya melihat itu fenomena yang biasa. KPU belum bisa menyebut itu sebagai pelanggaran, karena mereka belum ditetapkan sebagai peserta Pemilu. Kalau bagi kami sepanjang, ini kan bukan kewenangan kami. Itu wilayahnya pemerintah daerah, berizin atau tidak. Sepanjang itu terpenuhi saya kira gak masalah. 

Karena mereka itu belum menjadi peserta. Dan disitu juga saya lihat belum ada ajakan memilih. Karena kampanye itu ada klasifikasinya. Disitu ada misalnya, orang menyampaikan visi misi, kemudian dia mengajak orang untuk memilih. Jadi yang disebut kampanye itu akumulatif. Kalau dia hanya menampilkan foto, bahwa saya misalnya calon Presiden 2024. Itu menurut versi kami belum menjadi kampanye. 

Karena disatu sisi, dia juga bukan peserta. Aturan belum mengikat. Kami KPU belum punya kewenangan. Baru nanti kalau dia sudah mendaftar dan lolos menjadi peserta, masa kampanye, baru aturan kita mengikat kepada peserta. 

- Kalau untuk partai politik, kan sudah ditetapkan yang lolos sebagai peserta Pemilu 2024. Hal itu bagaimana?

+ Kalau untuk partai politik ini sekali lagi belum masuk ke masa kampanye. Yang disebut kampanye itu adalah akumulasi, ada ajakan, penyampaian visi misi dan sebagainya. Sepanjang pasang gambar, baliho, itu termasuk proses sosialisasi bukan kampanye. 

- Jadi misalnya sebelum masa kampanye, ada kader parpol ngumpulkan massa lalu orasi, menyampaikan untuk memilih?

+ Jadi yang kita tetapkan sementara kan partai politik belum caleg. Kalau caleg bebas, dan belum mengikat karena masih bakal calon legislatif. Yang penting sekali lagi, aturan umum terkait misalkan pemasangan reklame kemudian tidak menggunakan masjid sebagai sarana untuk berpolitik, termasuk ujaran kebencian, itu tentu ada institusi khusus yang akan menangani. Bawaslu pun belum memiliki kewenangan melarang sebenarnya. 

- Apakah menurut anda ke depan hal ini perlu diatur. Belum menjadi calon tapi sudah melakukan banyak aktifitas?

+ Kalau saya secara personal, karena ini belum ada aturannya ke depan bagaimana, ya biarkan saja untuk meramaikan proses demokrasi. Sepanjang aturan-aturan dia memasang baliho, spanduk sesuai peraturan di pemerintah daerah masing-masing. Membayar pajak, tidak merusak taman saya kira sah-sah saja. 

- Sepanjang pengalaman anda sebagai penyelenggara Pemilu, apakah ada cerita yang tidak bisa anda lupakan?. Apakah pernah mengalami ancaman. 

+ Sebenarnya banyak. Karena mungkin terlalu banyak momentum saya juga menjadi bingung. Karena mungkin di KPU terlalu banyak dinamikanya. Kalau soal ada ancaman, WA, telpon, diancam rumah dibakar, didemo itu sudah ibarat sego pecel. 

Ditawari uang sampai 7 Miliar sama mobilnya. Itu saya tolak. Uang itu sudah ada dan ada di dalam mobil, itu sekalian disuruh bawa. Permintaannya agar bisa diamankan. Karena saya katakan tadi kalau secara psikologis memang calon anggota legislatif ini merasa nyaman kalau kenal dan menyelesaikan penyelenggara. 

Ini yang seringkali adakalanya dimanfaatkan kawan-kawan oknum penyelenggara. Memanfaatkan psikologis caleg. Hanya mengatakan, saya jaga suara anda. Itu saya bisa mengambil keuntungan. Ini kalau mau. Faktanya, di Pemilu 2019 kemarin kami di provinsi mengembalikan beberapa kursi dari parpol. 

Jadi, kemarin ada di dapil Pasuruan, di level provinsi kita kembalikan karena ada potensi fraud disana. Setelah itu kita juga lakukan proses pengawasan internal kepada yang bersangkutan. Kita temukan perbedaan. Ini ditingkat provinsi kita kembalikan. Ada juga beberapa di Madura kita hitung ulang, kita buka lagi di tingkat provinsi dan ternyata ada kesalahan. 

Bahkan kita temukan ada oknum yang sengaja merubah. Ini yang saya katakan di awal tadi ketika orang itu misalnya bermain di level kecamatan, itu biasanya pada pleno diatasnya akan ketahuan. Sama halnya jika di tingkat KPU Kabupaten/kota ada proses permainan, di Provinsi akan ketahuan. Karena proses penghitungan administrasi Pemilu itu agak rumit. 

- Apa yang mesti masyarakat lakukan agar bisa menggunakan hak pilihnya di Pemilu 2024

+ Jadi, yang pertama saya mengimbau kepada masyarakat khususnya di Jawa Timur untuk berpartisipasi aktif dalam Pemilu. Berpartisipasi ini artinya tidak hanya datang ketika hari H, 14 Februari untuk menggunakan hak pilih. Tapi, masyarakat juga bisa berpartisipasi menjadi bagian dari penyelenggara pemilu. Karena kami membutuhkan banyak sekali tenaga baik di tingkat kecamatan, desa/kelurahan maupun juga sebagai KPPS. 

Kami membutuhkan kurang lebih satu juta petugas untuk di 2024. Karena TPS kita kurang lebih bisa 120 ribu sampai 125 ribu TPS. Satu TPS kita membutuhkan 7 KPPS dan 2 petugas pengamanan TPS. Jadi, hampir 1 juta kita butuhkan. Jadi kami berharap masyarakat Jawa Timur berpartisipasi tidak hanya sebagai pemilih tapi juga bisa menjadi penyelenggara. 

Kemudian yang kedua, berpartisipasi tidak hanya sebagai penyelenggara maupun pemilih. Tapi juga berpartisipasi mengikuti seluruh tahapan Pemilu. Kalau memang ditemukan ada yang tidak benar, segera sampaikan. Kami di tingkat provinsi, kabupaten/kota, medsos kami juga aktif semua. Bisa kita dilaporkan baik via surat maupun email melalui proses pengawasan kita maupun juga mereka sering lapor melalui komentar di sosmed kita. 

Lalu yang ketiga, kami juga berharap masyarakat juga ikut bekerjasama membantu kami dengan memberikan data yang benar ketika petugas kami melakukan coklit atau pencocokan dan penelitian. Karena tanggal 12 februari sampai tanggal 14 Maret 2023, petugas pantarlih akan mendatangi rumah door to door. Jadi kami berharap bisa memberikan data yang benar. 

Dan yang keempat masyarakat juga bisa mengecek di website KPU apakah yang bersangkutan sudah terdaftar sebagai pemilih atau tidak. Kita bisa memastikan untuk terdaftar di TPS berapa kelurahan mana. Disitu terbuka, bahkan disitu juga akan muncul di TPS itu siapa saja. Jadi sudah tidak ada isu pemilih siluman, penggelembungan pemilih itu sudah tidak ada. 

Kelima kami berharap masyarakat tidak mudah termakan hoaks. Khususnya hoaks terkait Pemilu.

Sumber: Surya
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved